CHAP 29 🍭İdentity: 3

30.5K 4.3K 51
                                    

Aluna meringis saat penutup matanya dibuka dengan kasar dari arah samping kiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aluna meringis saat penutup matanya dibuka dengan kasar dari arah samping kiri. Dia mengerjap, berusaha memperjelas pandangan, namun tidak bisa. Aluna tidak tahu kenapa ruangan yang dia tempati sekarang sangat gelap, bahkan dia tidak tahu apakah ini sebuah ruangan atau bukan.

"Gelap, ya?"

Mendengar suara itu, Aluna menoleh ke belakang, berdiri dengan pelan seraya mencoba meraba sesuatu yang ada di dekatnya. Aluna jelas masih ingat, dia dibawa paksa oleh lelaki yang bertemu dengannya di toilet mall tadi. Kemudian matanya ditutup begitu dia duduk di kursi mobil, dan saat sampai, dia tidak tahu dia ada di mana.

"Kelio?" suara Aluna jadi serak sekali, hampir menghilang. "Kelio, di ma-mana?"

"Kel." Seseorang di hadapan Aluna menyahut, tangannya kini sudah memegang kedua lengan Aluna membuat gadis itu tersentak. "I'm not Kelio."

*(Saya bukan Kelio.)

Menunduk, Aluna tidak menanggapi ucapan lelaki itu. Iya, dia ingat nama yang berulang kali disebutkan lelaki itu padanya. Kel, katanya. Semua itu, membuat Aluna kebingungan setengah mati.

Iris mata biru dan coklat, kulit putih susu, rambut hitam gelap dan halus. Aluna sangat mengenalnya, dia adalah lelaki 18 tahun yang Aluna kira masih berumur 5 tahun. Dia, Kelio. Lelaki yang Aluna asuh. Kelio Arka Denio.

"Lampunya." Aluna bergumam. "Gue nggak suka gelap."

"Oh, wait a moment. "

*(Oh, tunggu sebentar.)

Tidak lama setelah itu, mata Aluna mengerjap kala ruangan gelap gulita itu bisa memperlihatkan dengan jelas seluruh penjuru. Menampilkan ruangan yang biasa, bercat abu gelap, dilengkapi dengan satu buah sofa berwarna hitam yang dengan mudah menarik perhatian Aluna. Ruangan ini seperti ruangan pribadi, bersih dan tertata, namun terasa kosong, mungkin karena tidak dipenuhi dengan barang-barang.

Selain ruangan, kini sosok yang berbicara dan yang menjadi pelaku penculikan Aluna ini, terlihat. Berdiri dengan hoodie hitam melekat di tubuhnya, bedanya, tudung hoodie itu sudah ditarik ke belakang, menampilkan dengan sangat jelas tiap jengkal wajah tampan yang amat sangat Aluna kenal.

Tentu saja, dia Kelio.

Ingin membantah dan menyangkal bagaimanapun caranya, Aluna akan tetap pada pendiriannya, jika lelaki itu adalah Kelio. Lelaki yang dia urus selama beberapa bulan ini, sekaligus lelaki yang dia rindukan.

"Done."

Aluna terus memperhatikan pergerakan lelaki di sana. Kelio, sosok yang Aluna khawatirkan semenjak seminggu lalu dia pindah rumah. Lelaki itu berjalan dengan santai menuju sofa hitam yang menyita perhatian Aluna sedari tadi. Kelio duduk di sana, membuka hoodie-nya secara tiba-tiba hingga menyisakan kaos abu-abu.

Jika dilihat, lelaki itu memanglah Kelio. Tetapi saat diperhatikan, dia sangat jauh dari seorang Kelio. Cara berjalannya yang tegak dengan langkah lebar, tidak melompat-lompat riang. Duduk dengan satu kaki menumpang, tidak berdendang. Serta pandangan matanya yang menajam, tidak ada binaran lucu atau binaran bahagia sosok anak berumur 5 tahun. Ini jauh dari definisi sosok Kelio.

Aluna jadi ragu dengan pendiriannya. Apakah benar lelaki itu Kelio?

"Baby girl, kemarilah, duduk dengan saya."

Tidak menanggapi, Aluna masih diam di tempatnya, berdiri dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Kepalanya terasa berputar dan beberapa kali dientakan ke bawah. Ini semua membuatnya kewalahan.

"Baby girl?"

"Kelio." Aluna menyahut, mulai melangkah mendekat pada Kelio yang masih duduk di sofa. "Ini Una, apa kamu masih main-main? Ini Una, kamu kenapa İo?" langkah Aluna terhenti di jarak 2 meter dari Kelio, membuat kening lelaki di depannya itu mengerut.

"Una? Your name?" Kelio terlihat kebingungan, ekspresinya jauh dari yang Aluna duga. "So cute. Tapi ... saya baru tahu nama kamu, kenapa kamu panggil saya dengan berbagai macam nama?"

"İo please, Una mohon jangan bercanda! Ini udah keterlaluan, kamu mau ngerjain Una sampai kapan? Mau Una laporin sama Ean, hah? Mau dimarahin Ean?" Aluna belum menyerah, tetap pada dugaannya dan berpikir dengan kepala dingin. Kelio sedang mengerjainya, Kelio sedang nakal.

"Saya tidak mengerti maksud kamu."

Aluna mendengkus keras. "Jangan bercanda. Berhenti di sini! Semuanya nggak lucu!"

Kening Kelio mengerut, dia beranjak dari kursinya dan mendekati Aluna dengan cepat. Matanya menjadi lebih tajam dari sebelumnya, membuat Aluna sempat menahan napasnya sejenak.

"Girl? Saya bahkan tidak mengerti satupun apa yang kamu katakan. Kelio, Io, Ean, dan siapa lagi? Semuanya asing!"

"Tapi İo--"

"SHUT UP! DON'T CALL ME BY THAT NAME!"

*(Diam! Jangan panggil saya dengan nama itu!)

Aluna menahan napas, Kelio berteriak marah di hadapannya adalah pemandangan mengejutkan sekaligus membuat nyawanya terasa melayang. Aluna mendadak gemetar dan melangkah mundur begitu tidak sengaja bertatapan dengan mata Kelio yang mempunyai warna yang berbeda. Aluna menunduk, mencengkeram bajunya dengan erat.

Kelio menarik napasnya dalam, dia mengulurkan tangan dan mengelus kepala Aluna dengan lembut. "Saya tidak suka dengan kamu yang membantah, saya tidak suka jika kamu terus memaksa saya. Apa kamu mengerti, Una?"

Aluna meneguk ludahnya susah payah, mengangkat kepalanya kala telunjuk Kelio mencengkeram dagunya, dan mendorongnya ke atas dengan halus. Mereka bertatapan, dengan Aluna yang sudah pucat, sementara Kelio dengan seringainya yang menyeramkan. Seringai yang tidak pernah Aluna lihat sebelumnya.

"Takut."

Elusan tangan Kelio di kepala Aluna terhenti sejenak begitu lelaki itu mendengar gumaman Aluna. Beberapa minggu ke belakang, dia sudah paham dengan bahasa yang digunakan semua orang di negara ini, dia juga bisa menggunakannya sesekali tetapi masih kaku dan rampung. Satu kata yang gadis di depannya katakan, amat sangat dia kenali.

Saat seseorang--lebih tepatnya seorang mangsanya mengatakan 'takut' maka Kelio akan senang, tertawa lebar dan merasa puas. Tetapi, gadi di depannya ini bukanlah mangsa Kelio, dia tidak ingin mendengar kata itu dari mulutnya. Dia tidak menyukainya. Apalagi gadis itu adalah sosok penting yang tampaknya mengetahui sesuatu mengenai dirinya.

"Ssst, tidak boleh takut pada saya, Una." Kelio menarik Aluna mendekat, mengelus kepala gadis itu dengan tangannya. "Katakan, kamu ingin apa?"

Tidak ada jawaban, Kelio mengerutkan keningnya, menundukkan kepala untuk melihat wajah gadis itu. "Una?"

"Luna." Aluna menyahut. "Panggil gue Luna."

Terdiam sejenak, Kelio mengangguk. Dia menarik Aluna untuk duduk di sofa, merangkulnya dan menepuk pundaknua untuk menenangkan.

"The name of the moon, is very beautiful huh?"

*(Nama bulan, itu sangat cantik ya?)

"Iya, Kelio."

"What the--" Kelio mengembuskan napasnya dengan kasar, memalingkan pandangan begitu Aluna memandangnya dengan tatapan intens dan menyebutkan nama yang baru saja dia dengar malam ini. Kelio. Nama itu, nama yang membuat dirinya merasa aneh dan sedikit kesal? Entahlah, rasanya dia ingin marah, emosinya melunjak naik begitu saja. "Up to you. You can call me by any name." Kelio mengakhiri percakapan, tidak membuka mulutnya lagi karena terlarut dalam pikirannya yang berkecamuk, dia hanya menyamankan diri di sofa dan membiarkan kepala Aluna menempel di dadanya.

*(Terserah. Kamu bisa memanggilku dengan apapun.)

Sementara Aluna. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan ke depannya. Mungkin satu-satunya jawaban adalah ... Luis dan Ethan.

----🍭

Sudah betul belum dugaan kalian?
Kel itu Kelio bukan, ya? Atau kembaran Kelio?

Baby İoWhere stories live. Discover now