CHAP 08 🍭İnform

52.7K 6.8K 107
                                    

"Sekali lagi, terima kasih pak--maksudnya, Lus

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Sekali lagi, terima kasih pak--maksudnya, Lus."

Luis menggeleng. "Tidak usah berterima kasih lagi, kita sudah jadi rekan."

"Tapi, buat saya ini berlebihan. Rasa terima kasih juga tidak cukup, Lus."

"Tenang saja, ini bagian dari kontrak kerja Luna juga."

"Semoga kebaikan Lus terbalas nanti."

"Ahahahah, siap siap. Saya mau pamit undur diri, kalian istirahat saja lebih dulu. Oh iya, nanti malam Luna ke rumah Om, ya?" Luis menatap Aluna yang berdiri di belakang antara dirinya dan Danis. Luis bisa melihat Aluna mengangguk dengan sigap. Menganggukkan kepalanya sebagai tanda pamit, Luis berjalan keluar dari pekarangan, lalu melangkah beberapa meter ke arah kiri, menuju ke rumahnya.

Aluna kini kembali memandang ke depan, melihat Ayahnya yang sedang menengadah menatap rumah. Lebih tepatnya, rumah baru mereka berdua. Sepengetahuan Aluna, kemarin Danis menerima tawaran yang diberikan oleh Luis. Sebenarnya Danis sudah mengaku jika dirinya terus menolak, tidak ingin merepotkan orang lain, namun Luis yang bersikeras memberikan rumah yang ada di samping rumah keluarga Denio untuk Danis dan Aluna.

Lagipula, alasan Luis cukup kuat dan sepertinya tidak bisa dibantah. Katanya, Aluna jadi tidak akan kerepotan saat mengurus Kelio, gadis itu tidak perlu pulang malam jauh-jauh lagi, sekaligus mengurangi bahaya malam juga bagi Aluna. Lalu, sekarang dengan resmi, Danis sudah bekerja di perusahaan milik Luis. Bekerja sebagai karyawan biasa--atas permintaan Danis sendiri. Terakhir, ada satu alasan lain mengapa Luis bersikeras membuat Danis dan Aluna tinggal berdekatan dengan rumahnya, alasan itu belum diketahui. Sepertinya malam ini adalah pembahasannya.

"Luna." Danis menarik lengan Aluna yang tengah menarik koper. Tadi ada beberapa bodyguard yang ditawarkan oleh Luis, namun Danis langsung menolak karena barang bawaan mereka hanya sedikit, tidak perlu ada bantuan lagi. "Ayah harap kehidupan kita yang sekarang bisa jauh lebih baik ya? Jangan lupa juga, kamu harus rawat Kelio baik-baik, Pak Lus udah dermawan sama kita. Ayah nggak tahu harus balas dia gimana lagi, dia terlalu baik."

Kepala Aluna perlahan mengangguk, gadis itu segera menabrakan diri ke dalam pelukan Danis. "Iya, Luna janji bakalan jaga Kelio."

🍭

"Aaaaaa." Kelio membuka mulutnya saat suapan bubur bayi datang dari Aluna. Setelah sekian lama susah makan entah karena alasan apa, Kelio akhirnya bisa menghabiskan satu mangkuk bubur bayi rasa kacang hijau. Sekarang, saat mangkuk itu sudah tak menyisakan apapun, Kelio segera membawa gelas berisi susu di sampingnya, lalu meneguknya hingga tinggal setengah.

Setelah itu, Kelio membiarkan Aluna membersihkan daerah dekitar bibirnya, detik berikutnya lelaki itu berseru semangat. "Papi! Papi! Cepet kasih tahu Una! Cepet papi! Jangan lama-lama ngunyahnya dong, kayak bayi!"

Mendengar gerutuan itu, Luis terkekeh bersamaan dengan Aluna. Pria paruh baya itu mengangguk-ngangguk segera. "Sabar dong, sejak kapan İo jadi anak nggak sabaran?"

Kelio tidak bisa menahan dengkusan yang keluar dari mulutnya, segera dia memalingkan wajah ke hadapan Aluna. "Unaaa, Papi jahaat! Mmmmh nggak suka!"

Aluna menggigit bibirnya guna menahan tawa. Demi apapun itu, eskpresi Kelio sekarang benar-benar seperti anak kecil yang marah karena balonnya terbang. Pandangan ke bawah dengan alis yang hampir menyatu, pipi menggelembung juga bibir merah mudanya sedikit mengerucut. Jika saja Aluna lupa ada Luis, pasti dia sudah mencubit kedua pipi dan bibir itu.

Terbiasa dengan segala tingkah laku Kelio yang memang menyerupai anak kecil, membuat Aluna tidak merasa canggung, kaku, atau geli lagi dengan lelaki yang seumuran dengannya itu. Sekarang, kata-kata 'gemas' dalam mulutnya selalu terucap tanpa ragu, karena nyatanya Kelio menggemaskan. Lebih menggemaskan dari pada anak kecil nakal yang bisanya menembakan pistol berisi air.

Bedanya, jika anak kecil sangat sulit diatur, Kelio jauh lebih baik. Kelio itu penurut dan gampang sekali dibujuk, tentu lelaki itu tidak keras kepala. Kadang-kadang saja tingkahnya rumit dan minusnya, Kelio itu gampang marah.

"Ya udah, Papi salah. Maaf ya? Sekarang, jadi nggak kasih tahu ke Una?" Luis menyimpan sendok dan garpunya di atas piring yang sudah tak berisikan apa-apa lagi. Dia memajukan tubuhnya, menggapai kepala Kelio. "Mau nggak?"

Kelio mengangkat wajahnya secara perlahan, kemudian mengangguk. "Mau!"

"Nah, begini Luna."

Aluna menegakkan punggungnya begitu Luis menatapnya cukup serius.  Aluna memang tahu, Luis akan membicarakan sesuatu padanya, tepat malam ini. Tapi, Aluna tidak tahu kenapa atmosfer di sekitarnya tambah menegang seiring berjalannya waktu, apalagi dengan Luis yang tidak kunjung membuka mulut.

"Ada apa, Om? Apa ada masalah sama Luna?" tanya Aluna sambil sesekali melirik ke arah Kelio. Namun Kelio tampak santai, wajahnya bahkan berseri-seri, sepertinya bukan kabar buruk yang akan disampaikan oleh Luis.

"Mulai minggu depan, saya mau menyekolahkan Kelio di sekolah umum. Kebetulan saya daftarin Kelio ke sekolah yang kamu tempati sekarang. Jadi, kamu nggak keberatan 'kan?"

Aluna masih terdiam berusaha mencerna setiap kalimat, kata, bahkan huruf yang Luis lontarkan dari mulutnya barusan. Hingga dia merasakan sesuatu mengguncang lengan kanannya. Kelio menarik-narik tangannya dengan binaran mata yang membuat Aluna tambah mematung.

"İo bakalan sekolah sama Una! Una seneng nggak?" Kelio tersenyum lebar hingga matanya menyipit membentuk sebuah bulan sabit. Namun, kala tidak mendapat respons dari Aluna, Kelio mulai menurunkan lengkungan bibirnya ke bawah. "Unaaa?"

"Ah, oh, iya itu!" Aluna tersadar, senyuman terpaksanya dia keluarkan agar Kelio tidak merasa sedih, dan jangan sampai menangis. "Una seneng! Seneng banget, nanti bisa belajar bareng-bareng sama İo!" nyatanya, Aluna ragu dan cemas. Apa benar Kelio boleh bersekolah di sekolah umum? Apa Luis yakin dengan keputusannya?

Aluna kini beralih menatap Luis, meminta penjelasan pria itu. Dan sepertinya dugaan Aluna mengenai Luis yang hanya bercanda itu salah. Luis mengangguk seraya tersenyum padanya.

"Segala keperluan Kelio, Om urus. Kamu tinggal jaga dia aja selama di sekolah, terus, jangan sampai ada yang tahu identitas Kelio selain kepala sekolah. Bagaimana, kamu siap?" Luis menatap Aluna dengan yakin, sementara yang ditatap malah balas menatapnya dengan ragu.

Aluna bergumam panjang, sampai akhirnya kepala gadis itu perlahan-lahan mengangguk membuat Kelio berseru kencang, kegirangan.

----🍭

Ada typo tandain ya!

İo mau sekolah, ada yang siap jadi bodyguard-nya nggak? Daftar dulu sini.

Ditunggu keseruan İo belajar di kelas yaaa!!

Baby İoWhere stories live. Discover now