CHAP 04 🍭İnconceivable

58.7K 7.9K 310
                                    

Siap menyapa İo?
Gaskeun!


Aluna tersenyum cerah kala Luis memberikan sebuah kartu yang seukuran dengan kartu ATM. Kartu itu berwarna perak, dengan nama 'Aluna Reikha' tercetak jelas berwarna merah muda. Di bagian belakang kartu itu, terdapat foto dirinya yang diambil beberapa hari lalu oleh Ethan, dan juga tanda tangan milik Aluna seperti tanda tangan di KTP. Akhirnya, Aluna bisa memilikir kartu identitas seperti halnya milik Ethan.

"Selamat ya, udah resmi jadi bagian dari Denio group." Ethan menepuk pundak Aluna sekilas, menampilkan senyum lebarnya. "Samaan deh, punya Denio card."

Aluna tersenyum, bahagia sekali. Dia mengangkat tinggi-tinggi Denio card miliknya lalu memekik girang di tempat. Rasanya, dia seperti mendapat emas berpuluh-puluh kilogram.

"Terima kasih, Om." Aluna membungkuk sembilan puluh derajat ke hadapan Luis. Panggilan 'Om' itu memang disengaja, Ethan yang menyarankan itu karena Luis memang tidak bisa dipanggil 'Tuan' atau 'Pak'. Bahkan, para pelayan, supir, dan tukang kebun pun memanggil Luis dengan sebutan 'Lus', hanya di luar atau jika kedatangan tamu saja mereka memanggil Luis dengan sebutan 'Tuan'. Sebagai bentuk formalitas di mata publik.

"Sama-sama." Luis menepuk sekilas pundak Aluna, tepat dengan itu, pintu utama terbuka lebar, menampilkan tiga pria berbadan tegap memakai kemeja dan celana serba hitam, dan alat komunikasi seperti walkie talkie di saku kemejanya.

Semua pandangan, langsung tertuju ke arah pintu, termasuk Aluna yang bangkit mengikuti Luis dan Ethan yang berjalan menghampiri ketiga orang berbadan tegap itu.

"Salam, Lus. Kami sudah membawa Kelio dengan selamat," ujar salah satu pria berbadan tegap yang berada di tengah. Dirinya menyingkir dari hadapan Luis kala Luis mengangguk, hingga menampilkan seseorang yang berbadan lebih besar darinya di sana. Jangan lupa, dengan seorang lelaki yang tertidur pulas dalam gendongan ala koala.

Aluna mengerjap melihat pemandangan seperti itu. Dia yakin jika dirinya mendengar para pria tegap itu membawa seseorang dengan selamat. Tapi, kenapa mereka malah membawa seseorang yang sepertinya dalam kondisi tak sadarkan diri?

"Than, dia kenapa? Kok digendong?" Aluna menarik kemeja yang Ethan kenakan, berbisik pelan padanya agar tidak ada yang mendengar.

"Oh, emang gitu kok." Ethan tersenyum, lalu dirinya maju melangkah mendekat pada pria yang berbadan besar itu. Tangannya menepuk punggung pria yang ada dalam gendongan pria besar di hadapannya. "İo, ini Ean, bangun yuk!"

Aluna tambah terdiam kala mendengar nada suara yang keluar dari kerongkongan Ethan. Entah kenapa, sepertinya otaknya terasa tidak bekerja untuk saat ini. Dirinya hanya mematung memperhatikan lelaki dalam gendongan itu menggeliat, turun dari gendongan dan mengucek matanya dengan mulut cemberut.

"Ean ke mana aja, sih?! Katanya mau liburan bareng! Malah kabur!"

"Eh, nggak boleh ngambek sama Ean." Luis menarik lelaki yang baru bangun itu ke dekatnya, lalu memeluknya dan mencium keningnya beberapa kali. "Ean lagi sibuk, jadi nggak bisa ikut sama İo."

"Iih, pokoknya İo masih ngambek! İo liburan sendiri, tahu! Mmh, nggak seru!"

Bulu kuduk Aluna meremang kala dia melihat pemandangan di hadapannya. Dia mendadak seperti batu, tidak bisa bergerak dan hanya bisa membuka-tutup mulutnya tanpa bisa mengeluarkan suara. Terlalu terkejut? Atau terlalu apa? Entah, yang pasti dirinya terguncang kala melihat lelaki yang hampir sepantaran dengan Ethan itu bersidekap dada dengan mulut mengerucut. Bagaikan anak kecil yang merajuk saat orang tuanya tidak membelikan es krim.

"I-ini ... a-anu, i-ini siapa, ya, Om?" tanya Aluna. Dia menggigit bibir bawahnya, agak panik.

Luis berbalik, dia tersenyum lalu menarik lelaki yang sedang merajuk itu ke hadapan Aluna. "Nah, Aluna. Kenalkan, dia Kelio Arka Denio, putra tunggal saya. Sekaligus, anak yang akan kamu urus mulai dari sekarang."

"Ooh ...." Aluna mengangguk, tetapi tak lama kemudian dia terdiam. Nge-bug. "M-MAKSUD OM?!"

🍭

Aluna terduduk kikuk memperhatikan lelaki yang sedang dielus kepalanya oleh Luis, sementara kedua tangan lelaki itu bergerak tidak bisa diam, sambil mengangkat sebuah mainan pesawat luar angkasa, alias roket yang berwarna putih dengan beberapa garis biru. Lelaki itu cekikikan, kadang tertawa riang ditemani Ethan di sebelahnya.

"Luna, tidak mau makan? Camilannya enak." Luis mengulurkan satu piring kue yang terletak di meja, dia sudah tahu, Aluna pasti terkejut dengan kenyataan yang baru dia lihat ini.

"Eh, nggak, Om. Luna bisa ambil sendiri." Aluna tersenyum, mengangguk sopan ke arah Luis. Detik berikutnya, matanya kembali menatap lekat pada lelaki yang Aluna rasa, Aluna membutuhkan penjelasan mengenai lelaki itu, lebih jelas dan lebih lengkap dari hanya sekedar nama.

"Mungkin sekarang kamu sedang bingung, Luna." Luis mengelus kepala lelaki di sampingnya sebentar, kemudian dia mengarahkan pandangannya, fokus pada Aluna. "Dia memang anak saya yang akan kamu urus. Namanya Kelio, kamu panggil saja İo. Umurnya 18 tahun, sama seperti kamu. Dia SMA, hanya saja dia homeschooling. Mengenai sikapnya, lebih baik nanti Ethan yang jelaskan."

Mendengar itu, Ethan berdeham, mengarahkan tatapannya pada Aluna. Tepat saat itu pula Aluna menatap Ethan, membuat keduanya berpandangan. Tetapi, ada yang berbeda. Ethan tidak menunjukkan tatapan lembutnya lagi, tidak ada ekspresi ramah, baik, hangat, atau semacam ekspresi yang Ethan biasa keluarkan. Kali ini, hanya ada tatapan bengis nan menyeramkan.

"Jika kamu masih bersedia, saya bersedia menjelaskannya," ucap Ethan, entah mengapa suasananya berubah menjadi dingin kala lelaki itu berbicara. "Jika tidak, silakan pergi, dan jangan ungkap apapun mengenai keluarga Denio, maupun anak tunggal dari keluarga Denio. Atau, tanggung bayarannya, yaitu nyawa."

Aluna menelan salivanya susah payah, pupil matanya sedikit bergetar menahan takut, tangannya sudah meremas ujung kemeja yang dia pakai. Menyeramkan sekali, bulu kuduknya langsung berdiri mendengar Ethan barusan.

"Ya ampun, Ethan. Luna jadi takut." Luis terkekeh, namun kemudian raut wajahnya berubah menjadi datar. "Tapi, benar yang Ethan katakan. Sekarang kamu punya dua pilihan Luna. Silakan pilih yang mana."

Aluna menggigit pelan ujung lidahnya, menatap Ethan dan Luis secara bergantian dengan tubuh yang sudah gemetaran. Jika seperti ini, lebih baik Aluna mundur saja. Dia merasakan firasat tidak baik padanya. Dirinya takut, sangat takut. Apalagi, Denio ini bukanlah keluarga main-main. Mereka keluarga terkenal dan memiliki kekuasaan yang besar. Bisa saja dengan sekali tebas, kehidupan Aluna hancur lebur.

Dari pada Aluna membuat kesalahan dalam pekerjaannya nanti, sebaiknya dia keluar dan membungkam rapat mulutnya mengenai mereka, bukan? Sepertinya itu lebih baik.

Aluna mengangguk pelan. "Eng ... saya ... saya mau mengundur--"

"UNAAAAA!"

Teriakan itu menghentikan ucapan Aluna, mereka beralih menatap lelaki yang masih memegang roket mainannya yang kini sudah berlari ke arah Aluna. Lelaki itu menjatuhkan diri, menopang tubuhnya dengan kedua lutut, sementara tangannya tersimpan di kedua paha Aluna.

"Huwaaa! İo punya temen baruuuuu! Yesss, bisa main masak-masakaann!"

----🍭

Cieee udah ketemu sama İo😆
Tunggu chapter berikutnya yaaa😍

Baby İoWhere stories live. Discover now