CHAP 07 🍭İrresistible

56.1K 7.5K 118
                                    

"Gimana kerjaan kamu, Luna? Lancar?" Danis menyajikan dua piring nasi goreng dicampur telur dan sosis di meja makan, lalu sedikit merapikan rambut Aluna yang dihias dengan bando

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

"Gimana kerjaan kamu, Luna? Lancar?" Danis menyajikan dua piring nasi goreng dicampur telur dan sosis di meja makan, lalu sedikit merapikan rambut Aluna yang dihias dengan bando. Pagi ini, seperti biasanya Danis menyiapkan sarapan untuk anaknya. Mungkin karena lama sudah tidak bekerja, dirinya jadi terbiasa mengurus pekerjaan dapur dan lebih leluasa memperhatikan Aluna, bahkan dia bisa menyiapkan bekal untuk anak gadisnya itu.

"Iya." Aluna mengangguk dengan mulutnya yang masih penuh. "Lancar, Ayah sendiri 'kan udah tahu gimana kejadiannya, tapi Luna nggak papa kok," jawab Aluna dengan senyuman mengembang. Danis memang sudah mengetahui kebenarannya, jika Aluna ternyata bukan mengurus bayi seperti yang dia bayangkan, melainkan sosok lelaki remaja yang seumuran dengan Aluna sendiri! "Ayah sendiri gimana?"

"Yaa, gitu." Danis meloloskan napas beratnya. Mata sayunya menatap Aluna dengan lembut. "Maaf, ya Luna, Ayah belum bisa ngapa-ngapain lagi selain nyari kerjaan."

Aluna menggeleng. "Nggak papa kok, Yah. Itu artinya kita harus lebih kerja keras lagi 'kan?"

Danis tersenyum, bangga dengan anaknya yang terus menerus tabah akan situasi. Pria paruh baya itu tidak akan menduga, jika Aluna akan setangguh ini. Danis bersyukur, memilih Aluna kala istrinya pergi tanpa mau melirik anak satu-satunya.

"Tapi laki-laki yang kamu urus itu nggak suka macam-macam 'kan? Bagaimana pun dia, tetap saja dia remaja, Luna. Ayah masih belum tenang, apalagi kamu pulang malam."

Aluna terdiam, kunyahan dimulutnya terhenti mendengar semua ucapan Danis. Aluna membenarkan itu semua, dirinya memang harus tetap berhati-hati akan Kelio. Lelaki itu berumur 18 tahun, hanya sikapnya saja yang masih seperti anak di taman kanak-kanak.

Ingatan Aluna melayang pada saat dia pertama kalinya bertemu dengan Kelio. Lelaki itu digendong oleh seorang bodyguard karena tertidur pulas. Saat mengetahui fakta itu pun, Aluna hendak mengundurkan diri, hanya saja tertahan saat Kelio berteriak padanya dan memanggilnya dengan sebutan 'Una'.

Kelio memang memiliki kepribadian seperti itu, gampang percaya pada orang lain dan juga mudah menerima mereka tanpa rasa curiga. Yah, anak kecil juga kadang seperti itu 'kan? Tanpa tahu orang tuanya atau bukan, jika belum diberi tahu, pasti mereka akan mengikuti orang tanpa dikenal asalkan mendapatkan sesuatu yang membuat mereka senang.

Aluna menghela napasnya sejenak, lalu tersenyum menatap Danis. "Sampai sekarang Luna cuman tahu kalau Kelio itu kayak anak kecil. Tingkahnya, sifat, ucapan, semuanya masih bisa Luna kendaliin, Yah. Cuman, Luna kasian aja sama Kelio."

Danis mendengar nada suara Aluna berubah, menjadi terdengar lesu dan ada rasa khawatir di dalamnya. Danis bisa memaklumi, Aluna sudah menjelaskan mengenai kondisi Kelio yang seperti ini, serta dengan penyebabnya dan segala latar belakang yang menyeretnya.

"Apa dia nggak bisa diobatin, Luna?"

Aluna menatap Danis sejenak, kemudian menggigit bibir. "Sekarang dia masih terapi kok, Yah. Mungkin belum waktunya sembuh aja."

Aluna tidak tahu lebih jelas bagaimana terapi yang dijalani Kelio sekarang. Tetapi setiap hari minggu, Luis selalu membawanya pergi, dan meliburkan Aluna dengan alasan untuk beristirahat. Setahu Aluna, terapi itu sudah dijalani Kelio bertahun-tahun. Dan entah mengapa Aluna merasa tidak ada efek apapun yang ditimbulkan dari terapi. Buktinya, Kelio tetap sama 'kan? Tingkah lakunya tidak berubah sama sekali. Atau mungkin, memang Kelio butuh waktu.

Danis tersenyum tipis, dia mengecup puncak kepala Aluna dan mengusapnya dengan lembut. "Sore nanti kita belanja ke swalayan, ya?"

"Siap, Yah!"

🍭

"Sepertinya saya memang benar-benar merepotkan, ya?"

Danis meringis mendengar pertanyaan itu, matanya mengarah pada anak gadisnya yang tengah menemani seorang lelaki yang mengendarai mobil-mobilan kecil di depan swalayan. Mereka terlihat asik sendiri, apalagi lelaki itu yang dengan senangnya berteriak-teriak seperti sedang balapan mobil. Sekarang, Danis benar-benar percaya bahwa yang diurus oleh Aluna memanglah bayi. Maksudnya, seperti bayi.

Sore ini, setelah Danis selesai berbelanja dengan Aluna. Mereka berdua tidak sengaja bertemu dengan Luis--lelaki yang memperkenalkan diri beberapa menit lalu di depannya. Berbeda dengan Danis dan Aluna, Luis ke swalayan hanya untuk menemani anaknya bermain, dijaga beberapa orang berbadan tegap--yang Danis duga sebagai pengawal--di setiap kanan dan kiri swalayan.

Sekarang, berakhirlah Danis yang duduk bersama dengan Luis di depan swalayan, sambil menikmati kopi hangat. Mereka mengobrol mengenai pekerjaan Aluna, dan Luis juga banyak bercerita mengenai Aluna yang bisa mengurus Kelio dengan baik. Contohnya sekarang, Kelio bahkan tidak mau ditinggalkan oleh gadis itu.

"Tidak apa, Pak. Ini juga sudah jadi tugas Luna."

Luis terkekeh, dia menyeruput kopinya sedikit lalu menegakkan punggungnya lagi. "Saya dengar dari Aluna, Bapak belum mendapat pekerjaan? Padahal saya rasa bapak punya kemampuan yang unggul, apalagi dilihat dari pekerjaan bapak dulu, seorang direktur?" tanya Luis dengan nada yang tenang, namun raut penasarannya tidak dapat disembunyikan. "Maaf jika saya menyinggung pekerjaan bapak, saya orangnya memang seperti ini, Pak. Selalu penasaran."

Danis mengangguk. "Bapak bertanya banyak tentang apapun juga tidak masalah. Sebenarnya untuk masalah pekerjaan sekarang memang sulit saya dapatkan, Pak. Apalagi mantan istri saya sudah memblokir saya dari berbagai perusahaan. Jadinya begini."

Melihat ekspresi kebingungan dan kernyitan di dahi Luis, Danis hanya tersenyum tipis menanggapi. Sepertinya, tidak ada salahnya dia sedikit bercerita pada Luis mengenai masalah keluarganya ini. Lagipula Danis yakin Luis bukanlah orang yang bisa menyebarkan cerita orang lain seenak jidat. Lelaki itu memiliki kedudukan tinggi, status yang baik, dan juga banyak dihormati. Perilakunya juga tidak menunjukkan jika dia pria bejat yang banyak memanfaatkan orang-orang, buktinya Luis amat sangat menjaga anaknya bukan?

"Saya dan istri saya menaruh dendam masing-masing, jadi ... jelas 'kan, Pak?"

Luis mengangguk-ngangguk begitu mengerti. "Ah, pantas saja. Tapi saya kagum, Bapak langsung memilih putri bapak untuk tinggal bersama. Padahal bapak 'kan tahu risikonya seperti ini."

"Sebenarnya, sebesar apapun risikonya, saya hanya peduli pada anak saya, Pak. Walaupun saya tahu Luna masih butuh seorang ibu, tetapi saya tidak mau menjadikan Luna mirip dengan ibunya. Lagipula, dengan hadirnya Luna, itu bisa jadi penyemangat untuk saya sendiri. Saya juga tidak begitu kesepian," jawab Danis. Pandangannya tidak lepas dari Aluna yang kini bertepuk tangan menyambut Kelio yang sudah kegirangan.

Kepala Luis kembali mengangguk-gangguk, kemudian matanya kini menatap Danis dengan serius. "Pak, kali ini saya ingin merepotkan bapak lagi. Apa boleh?"

Kepala Danis tertoleh, perhatiannya kini tertuju ke arah Luis sepenuhnya. "Ada apa, Pak?"

Luis berdeham, membenarkan posisi duduknya sebentar sebelum akhirnya berkata, "Bapak sama Aluna tinggal di rumah sebelah rumah saya, ya? Saya juga butuh bapak untuk mengelola cabang perusahaan saya."

----🍭

Kebayang gak sih İo main mobil-mobilan?
Gemess taauu😭

Ditunggu chapter berikutnyaa yaaap!
Jangan kabur-kaburan, nanti İo ngambek.

Babaaai^^

Baby İoHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin