CHAP 19 🍭İndignant

32.9K 4.6K 20
                                    

"Mereka bekerja seperti apa, hah?! TIDAK BECUS!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mereka bekerja seperti apa, hah?! TIDAK BECUS!"

Aluna dan Kelio terperanjat begitu Luis datang dan langsung berteriak di hadapan lelaki dengan jas yang melekat di tubuhnya. Pandangan sedikit menunduk, tetapi tidak membungkukkan punggungnya membuat Aluna berpikir jika itu salah satu bodyguard yang Luis punya. Atau mungkin dia atasannya. Tapi, Aluna tidak tahu mengapa Luis terlihat semarah itu.

"Papi kenapa?" Kelio berbisik lalu menyuapkan buah naga ke dalam mulutnya. Mereka berdua sedang berada di meja makan. Sesudah pulang dari mall 2 jam lalu, Kelio tertidur dan langsung merengek ingin memakan buah-buahan begitu terbangun.

Aluna menggelengkan kepalanya. "Ke taman, yuk? Nggak baik deh kalau kita dengerin Papi lagi ngobrol."

Kepala Kelio sontak mengangguk, lelaki itu menggeser kursinya dan bangkit berdiri, hendak segera berlari menuju taman belakang tetapi tangannya dicekal. Kelio terkejut begitu Luis sudah berada di depannya dengan raut wajah panik.

"İo, kamu nggak papa 'kan? Ada yang luka? Ada yang sakit, hah? Bilang sama Papi, jangan ditahan. Ayo bilang, mana yang sakit?" Luis memeriksa lengan, kaki, wajah, bahkan memutar-mutar tubuh Kelio dengan terburu-buru. Pria paruh baya itu terlihat sangat panik, terbukti dengan keringatnya yang mengalir deras menuju pelipis.

"İo nggak papa." Kelio menatap Luis kebingungan. Dia benar-benar tidak paham dengan kepanikan Luis. "Papi kenapa?"

Mendengar jawaban Kelio, Luis lantas menghela napas lega. Dia memeluk Kelio beberapa saat sebelum akhirnya berbalik menatap Aluna. "Luna, Om mau bicara sebentar. Nanti ke ruangan atas ya? Di ruangan om," ucapnya dengan nada yang jauh lebih tenang.

Aluna sendiri hanya mengangguk. "Iya, Om. Tapi semuanya baik-baik aja 'kan?"

Luis tersenyum, tidak menggeleng atau mengangguk. "Aman."

🍭

Menutup pintu kamar Kelio secara perlahan, Aluna segera berbalik dengan cepat. Namun seseorang yang berdiri di depannya membuat Aluna tersentak, gadis itu mengerjap melihat sosok perempuan dengan kemeja abu-abu dan celana kain berwarna hitam sudah menatapnya dalam.

Wanita itu mengangguk singkat, lalu memperlihatkan sebuah kartu yang mirip seperti milik Aluna. Terpampang jelas nama Oceana di kartu tersebut, di bawahnya juga tertera tulisan 'sekretaris' membuat Aluna mengerti. Tampaknya wanita itu ingin Aluna mengikutinya untuk menuju ke ruangan Luis.

"Di lantai atas," ucap wanita itu tanpa diminta, menyebutkan ruangan di mana Luis berada.

Aluna mengangguk, begitu Oceana berbalik dan melangkah menuju tangga di sudut, Aluna mengikuti dari belakang. Begitu sampai di lantai tiga rumah milik Luis, Aluna hanya bisa memandang takjub sekitarnya. Aluna baru pertama kali menuju ke lantai tiga karena itu merupakan ruangan milik Luis sepenuhnya. Biasanya, jika ada urusan yang sangat penting saja para bodyguard dan pekerja Luis datang ke sana.

"Silakan." Oceana membuka pintu menjulang berwarna coklat tua, mempersilakan Aluna untuk masuk ke dalamnya.

Kepala Aluna mengangguk, dia memang belum puas melihat suasana lantai tiga, tetapi melihat Luis yang sudah duduk di dalam beserta dua bodyguard di samping kanan dan kiri pintu, Aluna jadi buru-buru melangkahkan kakinya ke dalam. Oceana juga ikut masuk, sampai akhirnya pintu tertutup rapat.

"Malam, Om." Aluna tersenyum, menyapa Luis yang sudah duduk di kursi mewah berwarna hitam.

"Malam, Luna. Bagaimana Kelio? Sudah tidur?" Luis merapikan letak beberapa piring kue dan juga air putih di meja, lalu menunjuk single sofa di samping kirinya. "Duduk dulu Luna, ada yang mau om bicarakan sama kamu. Ini penting."

Tanpa menunggu perintah untuk yang kedua kali, Aluna segera mendudukkan dirinya di sofa berwarna hitam itu, sofa lembut dan empuk. Pandangan Aluna kini teralih pada Luis sepenuhnya, penasaran akan topik yang Luis bicarakan. Apa sepenting itu sampai Aluna dikawal sekretarisnya untuk menuju ke ruangannya?

"Ada apa, Om? Apa ada masalah sama Kelio? Atau masalahnya sama Luna?" tanya Aluna sudah mulai khawatir. Pikiran Aluna melayang pada sekolah, di mana Kelio dibuli satu kelas. Sepertinya Luis sudah mengetahuinya, ya?

"Ini masalah kamu sama Kelio di mall tadi. Kalian benar tidak papa? Maksud om, apa tidak ada kejadian aneh? Tidak ada yang mengganggu kegiatan kalian di sana?" Luis memajukan sedikit tubuhnya dengan kedua tangan saling meremat. Tergambar dengan sangat jelas raut khawatir di wajahnya, bahkan keringatnya mengalir tanpa diminta.

Aluna yang mendengar itu lantas sedikit mengerutkan kening. Tidak menduga jika ini yang akan menjadi topik pembahasannya. Dia kira, Luis memang akan membahas masalah Kelio di sekolah.

Aluna menggeleng. "Nggak ada apa-apa, Om. Memangnya ... kenapa?" Aluna meneguk ludahnya susah payah. Sebenarnya, ada yang terjadi saat dirinya dan Kelio di mall 'kan? Sosok asing mengikuti mereka berdua. Dugaan kuat Aluna adalah lelaki yang sudah mengantarkannya malam itu, sekaligus pembunuh yang mengancam Aluna jika gadis itu berani melaporkannya pada polisi. Dan Aluna tidak mungkin mengatakan semua itu pada Luis. Bagaimana jika lelaki itu ditangkap oleh Luis dan dibawa ke kantor polisi? Setelah bebas nanti, Aluna yakin dirinyalah yang akan menjadi sasaran utama lelaki itu.

"Begini." Luis mengembuskan napas beratnya, tatapan matanya terlihat agak ragu. Antara yakin dan tidak yakin apakah dia harus memberi tahu Aluna ataukah tidak. Menarik napasnya panjang, Luis akhirnya memutuskan untuk membuka mulutnya, dan berkata, "para bodyguard yang om perintahkan menjaga Kelio dan kamu di mall, semuanya menghilang. Tidak ada jejak sama sekali, makanya tadi om panik dan langsung pulang."

"Bodyguard?" Aluna belum memproses sepenuhnya apa yang Luis katakan. Kepala gadis itu agak miring ke kanan diiringi kernyitan di kening. Setelah paham, Aluna melotot, mencengkeram erat celananya. "KOK BISA, OM?!"

"Om tidak tahu, CCTV mall yang menunjukkan waktu kejadian sudah dipotong. Tidak ada saksi mata, dan tidak ada jejak. Pelakunya sudah ahli." Luis menunduk, memijat pelipisnya yang berkeringat. Sebenarnya, ada sesuatu yang mengganjal dalam diri Luis. Dia khawatir jika sesuatu sedang mengincar Kelio, dan kemungkinan Aluna juga akan menjadi salah satu incarannya.

Aluna masih terdiam di tempatnya, benar-benar terkejut dan hanya bisa membuka dan menutup mulutnya tanpa berkata apa-apa. Aluna tidak tahu, jika lelaki itu akan melakukan hal separah ini. Dan, senekat ini?!

"Sebaiknya, jangan pikirkan ini lebih jauh Luna." Luis mengangkat pandangan, menatap Aluna. "Om janji akan urus semuanya, hanya saja om mau agar kamu terus berada di sisi Kelio. Janji sama om ya, Luna?"

Mendengar permohonan Luis yang satu itu, Aluna mengangguk untuk menyanggupi. Lagipula Aluna sudah bertekad, dia akan menjaga Kelio. Dia juga sudah berjanji pada Danis agar merawat Kelio dengan baik. Jika bisa, Aluna ingin Kelio bisa sembuh dan hidup normal seperti remaja kebanyakan. Itu harapannya untuk sekarang, Aluna harap semua doanya bisa terkabul.

"Luna ... Luna janji, Om."

🍭

Makasih dan maaf sudah mau nunggu😭
İo kangen kaliaan taauuu! Kalian nggak nih??
Kapan ya update lagi? Besok aja besok ya?

Baby İoWhere stories live. Discover now