CHAP 10 🍭İnteresting

50.8K 6.4K 41
                                    

Aluna memandang potongan buah mangga di piring yang baru saja dia siapkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aluna memandang potongan buah mangga di piring yang baru saja dia siapkan. Pandangannya mengarah ke depan, tepat di taman kecil dalam sebuah ruangan, seseorang tengah mengayunkan diri di ayunan sambil menunduk. Semangat yang biasanya terlihat dan binaran mata yang bahagia tidak tampak lagi pada lelaki itu, tepat setelah kejadian di sekolah tadi.

Memangnya, siapa yang tidak akan sakit hati saat hari pertama sekolah, namun kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Parahnya, langsung dikucilkan satu kelas karena kelainan yang dimiliki. Itu sungguh mengerikan, dan merupakan mimpi buruk yang paling buruk.

Lalu, kenapa harus Kelio yang mengalami itu? Kelio hanya ingin mencoba kehidupannya yang baru, ingin keluar dari zonanya selama ini dan membiasakan diri menjadi orang yang hidup dengan normal. Sayang sekali, hal yang tidak menyenangkan malah terjadi secepat ini padanya.

Aluna mengembuskan napasnya perlahan, waktunya bagi Kelio untuk menyantap buah-buahan. Dia segera menghampiri Kelio, dan menghentikan ayunan yang tengah mengayun pelan itu dengan satu tangannya yang bebas.

"Mangga datang!" Aluna tersenyum lebar, menunjukkan sepiring buah mangga yang dia potong menjadi bentuk dadu. "Mau masuk ke terowongan, nih! Aaaaaa."

Kelio menoleh sebentar ke arah Aluna, bukannya membuka mulut seperti biasa, lelaki itu malah kembali menunduk, enggan menatap mangga yang sudah berada di depan mulutnya.

"İo?"

"Mmmh, nggak mau." Kelio menggelengkan kepalanya dengan kencang, tangannya terlipat di depan dada. "İo lagi sedih tahu, jangan makan mangga!"

Aluna terdiam sejenak, sebelum akhirnya bertanya, "terus makan apa dong?"

"Nggak makan!"

"Tapi nanti perut İo sakit. Kasian kalau sakit, nggak bisa gerak lho."

Aluna bisa melihat Kelio meliriknya sekilas, Kelio memang gampang dibujuk, tapi untuk sekarang sepertinya berbeda kasus. Bayangkan saja, bagaimana terkejutnya Kelio karena kejadian itu.

"İo, kamu bakal ngerti nggak ya kalau Una ngomong sesuatu." Aluna menyimpan piringnya di meja dekat dengan ayunan, sementara dia duduk berdekatan dengan Kelio. "İo mau dengerin Una nggak?"

Aluna tidak mendengar jawaban apapun dari Kelio, namun Aluna bisa melihat kepala Kelio mengangguk dengan gerakan patah-patah.

Aluna tersenyum, dia menoleh ke arah Kelio. "İo baru aja berani keluar dari dunia İo sendiri 'kan? Apa İo pernah mikirin gimana risikonya? Kalau belum, sekarang İo harus tahu apa itu risiko. İo juga harus tahu gimana cara hadapin risiko yang bakalan selalu halangin İo nanti." Aluna membiarkan suasana lengang sesaat, dia memperhatikan Kelio yang kini mengerutkan keningnya, lelaki itu seperti sedang berpikir keras.

"Kejadian tadi pagi itu risiko pertama, İo belum siap karena memang İo belum berpikir ke arah sana. İo anggap semuanya bakalan sesuai ekspektasi İo, dan semenyenangkan yang İo mau. Tapi, İo perlu ingat, semua kenyataan itu, nggak selalu sesuai sama apa yang İo harap, semuanya bisa berbeda, bahkan beda banget. Solusinya, İo jangan terlalu berharap. Kita ... kita nggak boleh terlalu bergantung, dan mengharapkan sesuatu yang belum jelas İo."

Aluna memusatkan pandangannya pada Kelio lagi, Kelio pun melakukan hal yang sama, membuat pandangan mereka bertabrakan. Mereka saling pandang satu sama lain, dalam waktu yang cukup lama sampai akhirnya Kelio mengalihkan pandangan.

"Iya Una, İo nggak tahu bakalan jadi gini. İo rasa, İo beda sama mereka. İo bukan bagian dari mereka, İo nggak sama."

"Semuanya sama, nggak ada yang beda. Cuman bedanya, terletak di caranya. Cara mereka yang beda, cara kita juga beda." Aluna tidak mendapat balasan lagi setelah ucapannya barusan. Suasana kembali lengang untuk beberapa saat sebelum akhirnya Aluna memutuskan untuk bertanya. "Mau pindah sekolah?"

🍭

Kelio mengangkat tinggi roket mainannya. Berkali-kali dia meliuk-liukan roket itu, menggerakannya seolah-olah menghindari meteor yang hendak menabrak. Mulutnya mengerucut, kadang bergumam pelan atau bersenandung lagu yang pernah dia dengar. Sementara pikirannya melayang pada sosok gadis yang sudah menemaninya hampir satu bulan.

Pertama kali Kelio bertemu dengan Aluna, saat dirinya pulang berlibur dari Amerika. Ethan yang mengatakan padanya bahwa dia akan memiliki teman baru, sekaligus dengan kepergian Ethan yang akan mengurus sesuatu di Finlandia.

Walau begitu, Kelio tidak merasa keberatan. Dia mudah menerima orang baru, dan sangat senang jika dia mendapatkan teman. Apalagi sedari dulu, Kelio hanya bermain di rumah bersama Ethan, dan itu membosankan. Lebih menyebalkan lagi, Kelio tidak bisa bebas jika dengan Ethan. Lelaki itu selalu melarang Kelio dalam banyak hal, katanya berbahaya. Ethan juga jarang sekali mengajak Kelio keluar, atau bermain di depan swalayan.

Berbeda dengan yang dialami Kelio sekarang. Aluna bisa membawa Kelio ke luar dari dunianya. Dunia yang terkekang, terbelenggu pengawasan Luis. Adanya Aluna, membuat Kelio tahu bagaimana kondisi dunia selain dunia di rumahnya. Kelio jadi tahu, jika setiap orang itu memiliki cara berpikir yang berbeda, dan sesuatu yang menarik untuk dipelajari.

Dan karena itu pula, Kelio jadi tahu jika sesuatu di dalam dirinya bisa terasa sakit saat orang-orang memandangnya dengan tatapan berbeda. Dia bisa ingin menangis karena hal lain selain karena permintaannya yang tidak dituruti. Itu semua, adalah hal yang baru.

Setelah puas bersandar di tempat tidurnya dan memainkan roket, Kelio akhirnya merebahkan dirinya, berguling ke kanan dan menatap ke arah lampu tidur yang belum dinyalakan. Kelio belum mengantuk walau ini sudah jam setengah sembilan malam.

"İo besok sekolah lagi." Kelio bergumam, ingatannya melayang pada kejadian tadi pagi. "Mereka bakal takut sama İo lagi nggak yaa? Mata İo 'kan emang begini."

"Kalau Una sih, lebih baik nggak peduliin mereka. Terserah mereka aja mau gimana, Una juga terserah Una. İo juga, terserah İo aja. Kadang, nggak peduli itu bisa jadi solusi."

Kalimat itu kembali terngiang dalam kepala Kelio. Sebelum menyelimuti Kelio di tempat tidur satu jam lalu, itulah ucapan Aluna yang membuat Kelio tidak bisa menutup mata. Kelio mengakui runtutan kalimat itu terlalu berat untuk dia pikirkan, walau mungkin bagi sebagian orang itu sangat mudah dipahami. Tetapi berbeda dengan Kelio.

Kelio jadi berpikir, selain Aluna, gadis mana lagi yang bisa peduli terhadapnya? Karena selama ini, Kelio dimanja dan diperhatikan oleh lelaki. Yaitu Luis dan Ethan. Pernah diurus oleh perempuan, namun perempuan itu hanya memberikan luka. Apakah hanya Aluna yang bisa membuat Kelio nyaman seperti ini dan merasa bahwa Kelio itu tidak berbeda dengan orang lain?

Kelio memeluk guling bergambar roket di sampingnya, lalu menutup mata. Besok dia akan menjalani hari barunya lagi. Walaupun ketakutan sudah melanda, tetapi setidaknya ada Aluna di sampingnya.

Aluna, gadis baik dan menarik.

----🍭

Kangen sama İo nggak?

Tandai kalau ada typo, ya! Nanti aku benerin.

Ditunggu chapter berikutnya!!

Baby İoWhere stories live. Discover now