CHAP 27 🍭İnfiltrate

Start from the beginning
                                    

"MMMPHH!!" Aluna kembali menggigit telapak tangan orang yang membekap mulutnya, tetapi tidak bisa. Gigitannya tidak membuat orang itu bereaksi sama sekali, bahkan injakan kakinya terus dihindari. Aluna semakin gemetar. Aluna takut hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Apalagi begitu merasakan deru napas hangat yang ada di sebelah kiri pundaknya.

Apa yang harus Aluna lakukan sekarang?!

"Ssst!" bisikan pelan itu terdengar. "Don't cry. Keep calm, don't be afraid okay?"

*(Jangan menangis. Tetap tenang, jangan takut oke?)

Ayolah! Jangan takut bagaimana?! Aluna bahkan tidak bisa berpikir dengan jernih lagi saat lelaki masuk ke dalam toilet dan mendekapnya erat seperti ini. Aluna langsung memikirkan seribu cara untuk melarikan diri tetapi semuanya gagal total begitu dia mencoba.

"I'm not a criminal. Uh, maybe yes ... I'm sorry Miss, but it's urgent."

*(Saya bukan penjahat. Eh, mungkin iya ... Saya minta maaf Nona, tapi ini darurat.)

Aluna kembali mengalirkan air matanya, tidak mengerti ada apa, dan kenapa ini bisa terjadi menimpanya. Apa pilihan untuk pergi ke mall dan menenangkan diri itu salah? Kenapa harinya sial seperti ini? Kenapa sangat jauh dari harapan Aluna? Terisak dengan mulut yang masih tertutup, Aluna menajamkan indra pendengarannya begitu pintu toilet bagian luar kembali terbuka, kali ini langkah kaki orang yang masuk terdengar normal. Hanya saja, sama halnya seperti yang pertama, orang tadi berdiri di depan bilik yang Aluna dan lelaki tadi tempati.

Belum siap berteriak, Aluna lebih memilih diam dan pasrah begitu pisau lipat teracung di sebelah lehernya.

"Ssst, you only need to answer the question, Miss."

*(Ssst, kamu hanya perlu menjawab pertanyaannya, Nona.)

"Permisi?"

Aluna terkesiap begitu suara seorang wanita yang terdengar dibalik pintu. Aluna memang ingin langsung meminta bantuan, jika saja pisau lipat itu tidak dia lihat.

"Y-ya?" Aluna menjawabnya dengan gemetar, tepat saat bekapan di mulutnya dibuka. Tangan lelaki tadi beralih melingkari pinggangnya. "S-siapa?"

"Maaf saya mengganggu waktu Anda. Saya Yona dari pihak kepolisian. Kami sedang mencari pelaku yang sedang diincar, lokasi terakhir dari palacakan menunjukkan pelaku ada di lokasi ini, apa Anda melihatnya?"

Untuk yang kesekian kali, Aluna meneguk ludahnya dengan kasar, dia melirik ke samping kiri, dan yang dia dapat hanyalah deru napas lelaki tadi. Sosok penjahat yang sedang polisi cari.

"M-maaf, tapi saya ... saya tidak tahu." Aluna menunduk, tetap gemetar dengan pisau di samping lehernya.

"Apa Anda yakin? Apa Anda tidak mengalami pemaksaan? Anda benar-benar sendirian di dalam?" Polisi wanita tadi terus bertanya dengan menyelidik, terdengar sekali jika dia ragu dengan jawaban Aluna. "Bisa saya meminta Anda keluar sebagai bukti?"

Aluna memejamkan matanya, tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia berharap polisi itu peka dan bisa menyadari keadaannya yang sedang terdesak. Tetapi seseorang di belakangnya, membuat Aluna harus membuka paksa kelopak matanya. Pisau itu kini sudah menyayat pipinya.

"Mbak, maaf ya, saya lagi di tengah jalan!" Aluna menekankan suaranya yang serak, menghalau rasa perih di pipi bagian kiri. "Walaupun Anda polisi tapi apa Anda tidak mengerti masalah perut?"

Untuk sementara waktu, Aluna tidak mendapat respons, dia pikir sudah berakhir, tetapi belum.

"Lalu, bisa Anda jelaskan mengenai kondisi Anda sekarang? Saya mencurigai Anda karena suara Anda yang parau. Apa Anda menangis?"

Aluna merutuki dirinya sendiri, pilihannya menangis di toilet benar-benar kesalahan yang fatal.

"Terus saya harus ketawa saat pacar saya selingkuh, Mbak?!" tanya Aluna yang entah kenapa terbawa emosi sendiri, dan Aluna tidak tahu kenapa harus mendapatkan ide yang buruk itu. Di satu sisi pipinya perih, di sisi lain dia geram dengan polisi wanita itu yang terus bertanya, bukannya menolong malah membuat posisi Aluna terancam. "Saya harus apa, Mbak?! Pacar saya selingkuh, mana saya diare! Saya harus apa?! KENAPA GINI BANGET SIH HIDUP!!" Aluna kelepasan, tidak sadar jika dia sedang berbicara dengan polisi.

"Baik, terima kasih atas waktu Anda. Mohon maaf mengganggu."

Tak lama setelah itu, pintu toilet di luar kembali terbuka dan tertutup setelahnya. Polisi itu pergi, Aluna menangis kembali, lebih dari sebelumnya membuat lelaki di belakangnya segera beranjak.

"Is that you?" suara lelaki tadi terdengar di telinga Aluna. "It's you ... Big baby girl?"

"Hah?" Aluna menoleh, mengerjapkan pandangannya pada lelaki yang ternyata mengenakan hoodie, tidak lupa dengan tudungnya yang menutupi setengah wajah. Aluna seakan-akan ditarik paksa pada masa lalu. "ARIES?!"

----🍭

Malam-malam enaknya overthinking dulu, yaa heheheheh.

Nanti aku update lagii! Diusahain secepatnya biar kalian gaak terlalu lama nunggu.

Baby İoWhere stories live. Discover now