Chapter 42

17.7K 2.6K 51
                                    

Ketika Felicha membuka matanya, gadis itu melihat ayahnya yang tengah menunduk sembari memegang tangannya dengan penuh sayang. Felicha tidak mengharapkan hal ini akan terjadi mengingat beberapa hari sebelumnya ayahnya itu nampak membencinya. Ah, Felicha hampir menepuk dahinya teringat kalau mereka hanya bersandiwara saja. Tetapi mengingat tubuhnya yang masih lemas, tentu saja gadis itu tak dapat melakukan gerak apapun, sehingga hanya menimbulkan gerakan kecil saja.

Dan gerakan kecil Felicha tadi akhirnya menyadarkan Christopper dari lamunan penyesalannya.

"Sayang, kau sudah sadar?" Christopper dengan bahagia melihat putrinya telah siuman. Lelaki paruh baya itu dengan cepat memerintahkan pengawal yang berjaga di luar memanggilkan tabib. Meski tahu kondisi putrinya baik-baik saja, tetapi hatinya masih tidak nyaman jika putrinya tidak diperiksa kembali.

"Apakah ada yang sakit, Sayang? Katakan pada ayah." Christopper bertanya dengan lembut namun mengandung kecemasan disana. Tangannya masih sibuk mengelus kepala Felicha dengan penuh kasih.

Felicha menggeleng. Kekhawatiran ayahnya ini mengingatkannya pada sang ayah di dunia sebelumnya. Hiks, dia merindukan mereka. Tetapi karena sudah tak bisa bertemu lagi, Icha jadi merindukan kasih sayang mereka. Dan perlakuan ayah baron ini seakan menjadi penebus kerinduannya.

Brak!!

Calvin dan Cydney yang mendapat kabar kalau adik mereka Felicha telah sadar langsung memasuki ruangan tanpa memperhatikan etiket segala.

"Icha, apa kau baik-baik saja?" tanya Cydney khawatir dengan suara terengah-engah sehabis berlari.

"Icha, bagaimana keadaanmu? Apakah masih ada yang sakit?" Calvin ikut bertanya. Dari nadanya, sangat jelas bahwa lelaki itu khawatir.

"Icha baik-baik saja, Kak." Jawab Icha yang tentunya ditujukan pada keduanya.

Brakk!!

Pintu terbuka lagi, menampilkan Alister yang masuk masih dengan pakaian yang penuh cipratan darah. Meski tak terlalu mencolok tetap saja terihat mengerikan.

Alister mendekati Felicha, melihat keadaan gadis itu dengan teliti, lalu terdiam dengan helaan nafas lega yang tidak kentara.

"Ada yang sakit?" tanya lelaki itu yang hanya mendapat gelengan dari Felicha.

Felicha merasa sedikit takut dengan Alister. Apalagi melihat pakaiannya yang bernoda merah-merah itu. Dia tak tahu apakah itu darah atau bukan. Lagipula gadis itu tak bisa membedakannya. Tetapi mengingat film-film psikopat yang pernah ditontonnya bersama kakaknya dulu membuat gadis itu menduga-duga.

"Alister, ada apa dengan tampilanmu itu?" tegur Christopper pada akhirnya. Apalagi melihat tatapan putrinya yang mengarah pada pakaian putranya itu.

Alister terdiam. Baru saat itu juga dia sadar kalau dirinya masih berpakaian kotor penuh darah. Darah si gadis rendahan itu. Membuatnya ingin mual ketika mengingatnya. Lalu, melihat tatapan adik kecilnya padanya. Alister kira, adiknya itu terlalu merindukannya sehingga dia terus menatapnya.

Siapa kira ternyata gadis itu berfokus pada pakaiannya?!

Tampaknya dia membuat adik kecilnya ketakutan!

Alister tanpa pikir panjang keluar dari ruangan dengan teleportasinya. Lelaki itu hendak segera berganti pakaian lalu kembali menemui adik kecilnya.

Kemudian datanglah tabib yang hendak memeriksa keadaan Felicha. Felicha menurut saja meski dirinya tidak merasakan kesakitan apapun.

Tabib mengatakan tidak ada yang mengkhawatirkan dari kondisi putrinya, membuat Christopper menghela nafas lega. Christopper juga mengambil alih pekerjaan untuk menyuapi putrinya sesuai intruksi tabib. Katanya putrinya kemungkinan kelaparan karena belum makan apapun sedari kemarin.

Walau Felicha ingin menolak, tetapi melihat raut perintah tanpa penolakan ayah baronnya membuat gadis itu menciut tak berani. Ah, turuti sajalah keinginan sang ayah!

Alister kini juga telah kembali. Lelaki itu awalnya berebut dengan sang ayah ingin menyuapi Felicha, namun tentu saja akhirnya dimenangkan oleh sang ayah.

"Oh iya, dimana Kak Ray?" tanya Felicha mengerutkan kening karena sedari tadi tidak melihat lelaki yang menolongnya itu.

Mendengar nama seseorang yang disebutkan Felicha membuat semua yang ada disana waspada. Terutama para lelaki Arathorns. Cydney mah biasa aja, gadis itu hanya menaikkan alis penasaran.

"Siapa Ray itu?!" tanya Alister mewakili pertanyaan semua orang disana, nada lelaki itu penuh penekanan terutama ketika menyebutkan nama lelaki asing yang disebut adiknya itu.

Kening Felicha berkerut semakin dalam. Gadis itu heran mengapa tidak ada yang tahu tentang Kak Ray-nya itu. Apakah kak Ray-nya tidak memperkenalkan diri pada mereka atau mereka tidak menanyakan nama Kak Ray?

"Kak Ray —yang menolong Icha!"

Mereka mengerutkan kening bingung. Setahu mereka tidak ada yang menolong Felicha karena Felicha ditemukan salah seorang prajurit di pinggiran hutan perbatasan kerajaan. Lalu yang dimaksud 'lelaki yang telah menolong' Felicha itu, siapa?

"Apakah sebelum Icha tak sadarkan diri, ada yang menolong Icha dari penculik Icha itu?" tanya Cydney memastikan.

Felicha mengangguk mengiyakan mendengar pertanyaan Cydney.

"Apa ciri-ciri lelaki itu?"

"Bagiamana penampilannya?"

Alister dan Christopper menanayakan pertanyaan secara bersamaan. Meski pertanyaan keduanya sama, namun mengandung maksud berbeda. Christopper ingin berterima kasih pada si lelaki penolong putrinya itu. Sedang Alister ingin menghajar lelaki itu karena berani meninggalkan adiknya di hutan itu seorang diri, tak peduli walau lelaki itu telah menolong adiknya.

"Entahlah, Kakak itu berjubah dan bertopeng."

Di kekasiaran Rouvegna ini banyak yang memakai jubah dan topeng. Mereka yang memakai kedua benda itu tentu memiliki alasan berbeda-beda. Ada orang famous yang tidak ingin dikenali. Ada orang yang terlampau jelek sehingga malu dengan diri sendiri. Ada pula orang biasa tanpa alasan. Dan terakhir, orang yang ingin berbuat jahat dengan menyembunyikan identitas diri.

Felicha tidak menyebutkan iris mata Kakak Ray-nya yang berbeda. Entah karena apa, tetapi gadis itu merasa tak bisa membicarakannya sembarangan. Lagipula, iris mata Kak Ray-nya terlihat sangat istimewa dan Felicha belum pernah menemui hal yang sama selama ini.

"Begitu...." Christopper hanya bisa menghela nafas memakluminya. Mungkin, lelaki yang disebutkan putrinya itu merupakan ahli yang tak ingin menampakkan diri. Sehingga setelah menolong putrinya dari cengkraman sang penculik, lelaki itu langsung meninggalkannya.

Walau Christopper merasa kesal di bagian putrinya yang ditinggalkan begitu saja di hutan, tetapi Christopper lebih merasa bersyukur kepada sang penolong putrinya karena setidaknya lelaki itu mau menolong putrinya. Dia tak bisa membayangkan jika putrinya tak ditolong. Apakah dia akan kehilangan putrinya?

Disisi lain Alister tentu saja merasa sangat kesal karena lelaki penolong adiknya itu sangat pandai menyembunyikan penampilan sehingga membuatnya tak bisa berbuat apa-apa. Seandainya saja tidak, Alister pasti akan segera mencarinya!

"Ah, kenapa Icha tak melihat Fiona?" tanya Icha mengerutkan kening heran, tumben dia tidak melihat si licik Fiona. Jika ada, pasti gadis licik itu akan berpura-pura sok peduli padanya di depan keluarganya. Tetapi kemana gadis itu? Kenapa sedari tadi dia tak melihatnya?

"Jangan bicarakan anak pungut itu!" ujar Alister datar.

Felicha menaikkan alisnya bingung. Oh, gadis itu teringat sebelum dirinya kabur kalau kakak dan ayahnya ini akan membongkar kebusukan Fiona. Jadi, apakah itu sudah dilakukan oleh mereka?

****

Don't forget to vote and comment :))

My Cutiepie Little LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang