Chapter 16

24.3K 3.2K 9
                                    

Waktu perburuan berlangsung sengit. Di dalam hutan, Calvin hendak membidik mangsa kelinci putih yang cukup gemuk dengan panahnya. Lelaki itu memfokuskan panahnya pada mangsa.

Srashh!

Kelinci itu tertusuk panah. Tapi bukan panah lelaki itu. Calvin mengernyitkan dahi. Siapa yang mendahuluinya?

Sontak lelaki itu mengedsrkan pandang ke sekeliling. Dia membuat tanda kepada timnya agar waspada. Meski dilarang bunuh membunuh antar tim, tidak tahukan apa yang akan terjadi?

Lalu, seorang lelaki berambut biru navy dengan iris birunya keluar mendekati mangsa. Calvin menaham geram melihatnya.

Ash Lexton!

Bisa disebut musuh bebuyutan Calvin. Alasannya sejak berumur tujuh, sahabat kecil si Ash menyukai Calvin sehingga mulai mengabaikannya. Ash hanya marah saat itu. Tetapi lama-lama, dia cemburu karena selaku dibandingkan dengan Calvin oleh ayahnya, Baron Lexton. Karena itu, Ash sangat memusuhi Calvin. Selalu ingin melampauinya.

Ash menyugarkan rambutnya. Lelaki itu mencibir ke arah Calvin. "Sudahlah, Calvin! Aku tahu kau bersembunyi disana. Sayang sekali, aku menangkap dulu kelinci ini. Kau kalah cepat dariku!"

Calvin seketika menampakkan dirinya. "Cih, kau hanya bisa mengikuti dan merebut milikku saja!"

Ash tertawa senang. "Ya, bukankah menyenangkan mengalahkanmu, Calvin?"

"Kau!" Calvin menggeram marah. Lalki itu berusaha menahan amarahnya agar tak membunuh si brengs*k Ash Lexton!

"Ayo, kita pergi! Kita cari mangsa lainnya."

Karena tak ingin ada perkelahian, Calvin menurunkan harga dirinya untuk mengalah dari Ash. Saat ini mengalah belum tentu siapa pemenangnya bukan pada akhirnya?

Ash memandang punggung Calvin dan timnya yang pergi dengan menyeringai jahat.

Sudah tengah hari berlalu. Calvin sudah cukup mendapatkan banyak mangsa. Namun, suatu kejadian buruk terulangi lagi. Mangsanya direbut oleh Ash. 

"Lagi-lagi, aku mengalahkanmu, Calvin!" seringai Ash dengan nada senangnya.

Calvin menggeram. "Kau! Lagi-lagi merebut bidikanku! Aku tidak yakin kau tidak melihat timku disini!"

"Memang kenapa kalau aku melihatmu?" Ash menaikkan alisnya memandang Calvin dengan polos seakan pura-pura tak tahu kalau dririnya merebut mangsa dari Calvin.

Calvin yang melihat itu seakan ingin menonjok wajah munafik Ash.

Setelah itu, lelaki itu melihat pandangan Ash beralih ke buruan yang ditangkap oleh dirinya. "Ah, rupanya kau sudah mendapat cukup banyak buruan. Bagaimana kalau kau mengalah padaku dan menyerahkan sebagian besar buruanmu?"

"Apa-apaan!" Calvin dan timnya merasa marah atas ucapan Ash.

"Aku takkan pernah mengalah darimu, Ash. Apalagi menyerahkan buruan yang susah payah kami dapatkan!" lanjut Calvin dengan geram.

"Kalau begitu haruskah aku merebut paksa darimu, Calvin?"

Calvin merasa tak tahan!

Srashh!

Dia sontak menyerang Ash dengan elemen apinya. Ash dan timnya yabg tampaknya telah siaga juga langsung menyerang balik. Meskipun tak diperbolehkan terjadi perkelahian antar peserta. Tak ada aturan bahwa peserta lain tak dapat merebut buruan peserta lainnya. Intinya, yang tak boleh terjadi adalah perkelahian yang berakibat pembunuhan. Aturan tak terucapkan itu sudah diketahui oleh semua bangsawan.

****

Felicha melihat satu persatu peserta berserta timnya mulai kembali dengan buruannya. Adapula tim yang gagal membawa buruan. Kemungkinan besar karena dijarah tim lainnya. Tak mungkin kan berburu seharian tak mendapat satupun buruan.

Gadis itu dan keluarganya menantikan kedatangan rombongan Calvin. Mengapa belum terlihat sampai sekarang?

Apakah mereka menemui masalah?

Akhirnya, tak lama kemudian, Felicha dan yang lain melihat Calvin yang dipapah pengawalnya beserta rombongan Darrel, putra Marquess Cartwright.

Mereka sangat khawatir dan segera mendatangi Calvin terutama Cydney—kembaran Calvin yang tentunya punya ikatan dengannya. Benar saja, perasaan Cydney sedari tadi tidak enak karena Calvin dalam bahaya.

"Bagaimana keadaanmu? Apakah cederanya parah?" tanya Baron dengan cepat meski raut kekhawatiran tak kentara di wajahnya yang dingin.

"Kak, apa kau baik-baik saja?" tanya saudari-saudarinya (maksudnya Cydney, Felicha, dan Fiona).

"Ayah, semua, aku baik-baik saja. Hanya cedera tulang rusuk." Calvin masih bisa menjawab meski terengah-engah kesakitan.

"Siapa yang menyerangmu?" tanya Baron lagi.

Mendengar pertanyaan ayahnya membuat Calvin menggertakkan gigi kesal. "Itu si brengs*k Ash!"

"Diam! Jangan berkata buruk disini," kata Baron memeringatkan. Lalu lelaki paruh baya itu melanjutkan, "Jadi yang menyerangmu putra Baron Lexton itu?"

Calvin mengangguk membenarkan.

"Dan kau kalah?"

Mendengar itu, Calvin bergidik ngeri tetapi disembunyikan dengan baik olehnya. Apakah ayahnya akan memarahi dan menghukumnya?

Mengingat kembali pertarungan, Calvin hanya bisa mengangguk membenarkan. "Benar. Saat itu saya hampir kalah, ayah. Tetapi itu semua karena ketidakseimbangan dalam pertarungan kami. Ash membawa senjata rahasianya dalam perburuan ini. Dia seakan ingin membunuhku melalui tatapannya!"

Baron mendengarkan tanpa berkomentar.

"Untung saja, kami ditolong oleh Tuan Muda Cartwright saat itu," lanjut Calvin dengan penuh terima kasih terhadap Darrel.

"Wah, Kak Darrel sangat baik hati dan luar biasa!" Fiona disisi lain begitu memuji Darrel ketika mendengar namanya disebutkan.

"Ya, untung saja ada Darrel." Cydney pun ikut berterima kasih dari lubuk hati.  Jika Darrel tak menolong kembarannya, dia tak tahu bagaimana keadaan saudara kembarnya ini pada akhirnya.

Sementara Baron hanya diam. Dia tak memarahi Calvin karena siapapun yang turun ke lapangan/medan perburuan itu bak turun ke hutan rimba. Dimana yang kuat dapat memakan yang lemah.

****

Thank's for reading guys
Don't forget to vote and comment!

My Cutiepie Little LadyWhere stories live. Discover now