Chapter 35

20.6K 2.8K 30
                                    

Christopper dan Alister yang tersadar dari diamnya hendak berlari mengejar Felicha. Namun, karena masih banyak kerjaan yang harus dikerjakan baron dia memerintahkan putranya agar mengejar dan membujuk Felicha.

"Sana! Kerjarlah!" Perintahnya pada Alister.

Alister menangguk lalu segera berlari mengejar adiknya. "Baik, ayah!"

"Bawa pulang dengan selamat!" tambah baron menitahkan.

Di sisi lain, Felicha berlari ke taman belakang. Pandangannya tertuju tepat ke arah hutan. Nampaknya dia bisa menenangkan diri disana. Gadis itu hanya bisa berharap agar tidak tersesat dan bertemu binatang buas nantinya.

Langkahnya memasuki hutan secara diam-diam. Namun ada beberapa ksatria yang tengah berlatih. Jika Felicha pergi tanpa ada yang menyadari, dia harus berhati-hati agar tidak ketahuan.

Hosh.. Hosh...

"Lelah sekali Icha!" gumam Felicha dengan nafas tersengal-sengalnya.

Gadis itu kemudian duduk di bawah salah satu pohon besar. Pandangannya lurus ke depan.  Memandang hijau nan luasnya hutan. Tetapi siapa tahu pikirannya tidak di tempat. Tentu saja, Felicha memikirkan perihal tadi.

"Kenapa mereka seakan mempermainkan hati Icha ya...?" gumam Felicha lemah.

"Icha yang tidak pernah dibentak kan jadi sedih rasanya, sakit hati Icha masih ada," lanjutnya bermonolog sendiri.

Felicha menghela nafas panjang. Setelah itu dia teringat suatu hal, "Oh iya, kenapa Icha tadi ngomongin masalah pas jadi gelandangan ya? Apa benar itu sisa perasaan Felicha—si pemilik tubuh asli?"

"Tetapi kenapa Icha kok gak dapat ingatannya?" tanyanya pada diri sendiri bingung.

"Apa Felicha itu akan kembali lagi ke tubuhnya ini? Lalu, Icha bagaimana?" cemas Felicha.

"Apakah Icha masih hidup ya disana? Bisa aja kan Icha koma seperti di novel-novelnya Kak Syila." Felicha menopang dagunya berpikir.

"Ah, lupakan sajalah dulu. Icha harus menguji kalung ini apakah benar-benar ajaib!"

Tidak mungkin Felicha membakar sembarangan dedauanan meski banyak yang rontok dan mengering. Selain takut menimbulkan kebakaran hutan, dia juga tak ingin diketahui dulu keberadaannya oleh keluarganya.

Ah, Felicha memutuskan menyerang tanah saja. Dia berdiri bersiap melatih bola apinya.

Srash!

Srash!

Srash!

Felicha berpuluh kali mengeluarkan bola api. Selain bola api, gadis itu mencoba sihir yang selama ini jarang dilatih. Kobaran api namanya. Sihir ini akan membutuhkan mana besar jika kobaran api besar. Jika tidak, maka hanya membutuhkan sedikit mana.

Felicha hanya ingin menggunakan sihir kobaran api sedang saja. Dia mencoba menggunakan sihir apinya awalnya hanya untuk kobaran kecil. Lama-kelamaan dia ketagihan berlatih dan mencoba membuat kobaran api tipis yang mengelilingi dirinya.

"Ah, amazing!" kagum Icha melihat kekuatannya.

"Tapi, kenapa mana Icha sedari tadi tidak habis-habis ya?" tanya Felicha menyadari bahwa sedari tadi mananya belum juga habis padahal telah banyak digunakan.

"Yang ditakdirkan akan mempunyai mana yang mengalir secara terus menerus jika mengontrak 'The Precious Stone'!"

Felicha tertegun. Gadis itu mengedarkan pandang ke sekitarnya merasa was-was. Dia yakin ada suara yang seakan bergema di benaknya. Tetapi mengapa tidak orang? Suara itu benar-benar dalam pikirannya atau dia saja yang mengkhayal? Felicha tidak tahu pasti, tetapi dia yakin dalam hatinya bahwa yang dikatakan suara itu tadi benar.

Suara tadi mengatakan kalau yang ditakdirkan akan mempunyai mana yang mengalir secara terus menerus jika mengontrak 'The Precious Stone'. Apa 'The Precious Stone'yang dimaksud adalah batu permata kecil ini? Felicha berpikir sembari memegang dan mengusap lembut permata kecil yang ada di kalungnya.

"Lalu, yang ditakdirkan itu siapa? Apa Icha? Kan protagonisnya disini Fiona." gumam Felicha tak percaya.

"Ah, bingunglah Icha!"

Felicha duduk kembali di bawah pohon besar. Meski berusaha melupakan, gadis itu tetap saja memikiran tentang 'seorang yang ditakdirkan'.

Jika menjadi seorang yang ditakdirkan, apa tugasnya ya? Biasanyakan ada semacam tugas atau misi gitu. Pikir Felicha penasaran.

Swwsshhh!

Swwsshhh!

Felicha yang mendengar desisan itu segera bangkit dari duduknya. Gadis itu menatap sekeliling dengan waspada. Melihat sekitar apakah ada ular di dekatnya.

Dari balik rumpun semak, sebuah kepala kecil menyembul. Warna hitam dengan kuning di tengahnya. Ular itu mendesis tepat ke arahnya. Gerakannya merayap mendekati Felicha.

Felicha sontak menyerang dengan bola apinya. Sesekali dia menggunakan kobaran api. Biasanya binatang takut dengan api, bukan? Pikir Felicha.

Sraash!

Sraash!

Hwwrr!

Ular itu cukup pintar untuk menghindar. Tetapi dengan kecerdikan Felicha saat menyerang, pada akhirnya ular itu hangus terbakar.

Swshh! Swshh!

Swsshh! Swsshh! Swshhh!

Namun, ketika Felicha mengira masalah selesai. Desisan lainnya datang. Kali ini bukan hanya satu, melainkan ada begitu banyak, yang bahkan Felicha sendiri tak dapat menghitungnya.

Srashh!  Srassh! Srasshhh!

Hwwrrrr! Hwwrrrr! Hwwrrrr!

"Hosh! Hosh! Hosh!"

Felicha menyandarkan tangannya di batang pohon besar. Gadis itu menunduk, mengatur nafasnya yang masih tersengal-sengal akibat pertarungan yang terbilang cukup besar itu.

Untung saja, Felicha berhasil kabur dan lolos. Jangan berpikir dia telah mengalahkan entah berapa banyak ular yang ada sebelumnya, puluhan atau ratusan, Felicha tak tahu. Ingat, dia hanya anak kecil yang baru mempelajari sihir. Meski Felicha akhirnya menyadari kalau mananya tidak ada habisnya. Bukan berarti dia tak akan mengalami kelelahan. Dia tetap akan kelelahan jika terus-terusan menggunakan sihir. Tetapi sihirnya takkan habis, begitulah.

"Ah, hai gadis kecil! Kenapa kau sendirian di hutan yang sepi ini?" Tiba-tiba suara berat disertai tawa jahat terdengar di telinga Felicha membuat gadis itu spontan waspada.

Felicha mengangkat kepalanya. Dia tertegun mendapati dua orang berjubah hitam dengan lambang tanduk iblis di dadanya, sama seperti yang pernah dilihat Felicha di festival tahun baru sebelumnya.

"Kebetulan sekali, ini sama saja menyerahkan diri pada kita kan, Vic!" lanjutnya dengan seringai seram.

"Ya, benar! Kita tidak perlu bersusah payah memasuki kota agar tidak diburu si rambut putih itu! Hahaha!" Yang dipanggil Vic itu menjawab dengan tawa jahatnya.

*****


Don't forget to vote and comment ::)

My Cutiepie Little LadyWhere stories live. Discover now