Chapter 17

23.7K 3.3K 48
                                    

Sring!

Sringgg!

Takk!

Takkk!

Taaakkk!

Felicha melihat Calvin yang berlatih dengan keras di lapangan. Kakaknya itu sangatlah serius tanpa menghiraukan hal yang terjadi di sekitar. Seringkali, sejak kejadian pada festival berburu sebelumnya, lelaki itu menjadi sangat pekerja keras. Walau baron tak menyuruhnya, tetap saja mungkin itu keinginan hatinya.

Calvin akhirnya berhenti. Lelaki itu berniat mengambil air minum yang telah disediakan pelayan di pinggir lapangan. Setelah minum, Calvin tampaknya hendak melakukan latihannya lagi.

Felicha teringat kalau tampaknya pertengkaran Calvin dan Ash memang ada dalam novelnya. Setelah itu, Calvin menjadi pemurung dan pekerja keras. Tetapi tubuhnya tiba-tiba down karena terlalu banyak beraktivitas. Dan Fiona, sebagai protagonis, tentu saja membantu merawatnya. Memberi kakaknya nasihat agar tidak merasa terbebani.

Dia mengatakan kalau Calvin itu lebih hebat dari Ash. Tentu saja, Fiona meremehkan Ash, membuatnya tampak sangat rendahan karena menggunakan cara curang untuk melawan Calvin. Calvin yang mendengarkan menyetujui Fiona dan akhirnya merasa santai. Lelaki itu menjadi arogan lagi.

Nasihat Fiona terlihat begitu baik. Tetapi jika Felicha memikirkan lagi, memang benar tampaknya Ash menggunakan cara curang. Tetapi sepertinya tidak kan, lebih tepatnya si Ash menggunakan kecerdikan. Tak ada larangan membawa senjata rahasia. Hanya larangan perkelahian berujung pembunuhan saja. Dan asal Ash tak membunuh Calvin, maka dia juga tak akan dinyatakan curang.

"Kak!" panggil Felicha dengan agak ragu.

Calvin menolehkan badan mendapati Felicha yang ternyata memanggilnya. Lelaki itu dengan menyipit bertanya degan nada ketusnya, "Apa?"

"A-aku hanya mau bilang, jangan terlalu dipaksa! Nanti kondisi kesehatanmu yang malah sebagai gantinya." Felicha berujar menasehati.

Calvin berdecih sebal, "Aku tak butuh nasihatmu!"

Mata Felicha melotot marah mendengarnya. Gadis yang merasa nasihatnya tak dibutuhkan itu kemudian berujar dengan nada kesal, "Terserah situ butuh atau tidak! Pokoknya kalau nanti sakit rasain sendiri!"

"Juga, ada sedikit nasihat. Kekalahan bukan karena kita lemah tapi karena masih kurang berusaha dan menggunakan pikiran. Jadi, Kak Calvin boleh aja kerja keras. Itu namanya usaha. Tapi jangan lupa istirahat. Kerja keras kalau hasilnya menyakiti diri nanti malah membuat frustrasi diri," lanjut Felicha panjang lebar.

Entah nasihatnya baik atau tidak. Pokoknya Felicha hanya ingin mengutarakan pemikirannya. Hasilnya didengarkan oleh Cavin atau tidak, gadis itu tak peduli. Lagipula Calvin mungkin akan lebih mendengarkan nasihat Fiona.

Setelah mengatakan itu, Felicha melenggang pergi. Calvin terdiam menatap punggung adiknya yang menjauh. Perkataannya melayang lagi dibenaknya.

"Kau mengerti?" tanya Alister yang tiba-tiba ada disana.

Calvin tak terkejut. Bagaimanapun kakaknya itu sudah biasa bertingkah seperti itu. Mendengar pertanyaan kakaknya, Calvin mengerutkan kening. "Soal apa, Kak?"

"Perkataan Felicha."

Dijawab singkatpun Calvin juga sudah biasa. "Iya, aku ngerti!"

"Apa yang kau mengerti?"

"Kalau aku masih kurang usaha! Lagipula ini juga gara-gara si Lexton sialan itu curang, aku jadi kalah!" Calvin yabg awalnya tenang menjadi berapi-api mengucapkan kalimat terakhirnya.

Alister yang mendengar itu, sontak menyerang Calvin spontan. Tanpa perlawanan Calvin jatuh tersungkur menahan kesakitan.

"Kau tahu dimana letak kesalahanmu?" Alister bertanya dengan dingin.

Ketika membahas kesalahan, Calvin menatap Alister bingung. Apa kesalahannya? Jadi, lelaki itu hanya bisa menggeleng.

"Kau menganggap Ash Lexton curang padahal dia menggunakan kecerdikannya."

Setelah mengatakan itu, Alister beranjak dari tempat itu. Meninggalkan Calvin yang terdiam seribu bahasa memikirkan kembali perkataan kakaknya.

****

Felicha menghentakkan kaki kesal. Dia merasa jengkel terhadap Calvin yang keras kepala.

Ah, biarin sajalah!

Lelaki itu kan pasti lebih memilih mendengarkan Fiona dibanding dirinya yang masih cukup dibenci.

Felicha duduk di bawah pohon rindang sembari memandang taman bunga milik keluarga Arathorn. Bunga yang berwarna warni menghiasi taman nampak sangat indah. Taman ini katanya khusus didedikasikan kepada ibu Felicha-Cassandra Zevyna de Arathorn.

"Kenapa, Nak?"

Felicha yang mendengar suara itu tertegun. Dia segera membalikkan badan menatap Baron Arathorn dengan menunduk takut. "A-ayah!"

Christopper yang melihat putrinya menunduk berkata dengan nada tak senang. "Angkat kepalamu!"

Felicha mendelik dengan cepat mengangkat kepalanya sampai netranya yang bulat indah itu bertubrukan dengan netra Christopper yang masih menatapnya tajam.

Melihat ketakutan putrinya, Christopper segera melembutkan tatapannya. "Jangan selalu takut padaku, ingat aku ini ayahmu! Jika kau ada masalah atau menginginkan sesuatu, katakan saja nanti!"

Setelah mengatakan itu, Christopper melanjutkan dengan nada tanyanya, "Sekarang, apakah kau ada masalah? Atau, ada sesuatu yang kau inginkan?"

"Benarkah?!" tanya Felicha memastikan. Matanya yang bulat berbinar indah. Membuat orang yang melihat seakan ingin mengemas gadis kecil itu.

"Ya."

Dalam hati, Felicha merasakan kegembiraan luar biasa. Benarkah ayahnya ini telah berubah kepadanya? Tidak lagi seperti di novel yang tampak membenci 'Felicha'?

"A-aku ingin berbisnis. Aku ingin mendirikan toko permenku sendiri. Bolehkah ayah?" ujar Felicha dengan puppy eyes-nya. Sebenarnya dia hanya ingin mengetes apakah baron dapat memenuhi keinginannya.

Christopper mengerutkan kening berpikir, "Apa kau benar-benar ingin membuka toko? Kau masih kecil, Nak. Lagipula ayah masih bisa memberimu banyak uang jika kau menginginkan uang."

Felicha menggeleng tidak mau. "Aku tak ingin banyak uang. Aku hanya ingin punya bisnis."

Sebenarnya, selain ingin memiliki sumber penghasilan sendiri. Gadis sepuluh tahun itu tentu saja ingin membuat banyak permen sebagai camilannya sendiri. Hehe.

"Baiklah, ayah akan mencarikanmu toko untukmu di tempat yang strategis."

"Yeayy!"

Felicha tanpa sadar menghentakkan tubuhnya dengan gembira. Lalu, teringat masih ada sang Baron disini, gadis itu segera menunduk meminta maaf, "Maaf...."

Christopper menyipit tak senang. "Kenapa kau meminta maaf?"

Felicha menatap Christopper dengan bingung. Kepalanya sedikit miring memikirkan mengapa Baron tak marah. "Ka-karena aku tak sopan di depan ayah."

"Ingat, aku ini ayahmu. Kau tak harus sopan di depan keluargamu. Berbeda jika itu di depan bangsawan lainnya. Mengerti?"

Felicha mengangguk paham. "Iya, aku mengerti ayah!"

"Bagus!"

*****

Don't forget to vote and comment guys:))

My Cutiepie Little LadyWhere stories live. Discover now