Twenty Four

20.1K 2.4K 26
                                    

Setelah menempuh waktu dalam beberapa jam, akhirnya Falco sampai di sebuah rumah sederhana namun cukup besar bercat abu muda yang terlihat asri. Ia memarkirkan motornya di halaman lalu berjalan menuju pintu berwarna coklat kayu itu.

Sebelum ia benar-benar sampai di depan pintu, Falco menatap sekelilingnya. Ingatannya kembali pada saat dirinya tinggal berdua dengan kakeknya, tanpa sosok ibu dan ayah. Ia tak marah ataupun sedih, ia justru merasa bangga terhadap dirinya sendiri yang mampu tumbuh dengan kacau berkat ketidak hadiran mereka.

Falco telah membentuk kepribadiannya sendiri sejak ia masih kecil, jangan salahkan ia jika sikapnya cukup ekstrem dan begitu bebas.

Akhirnya setelah sampai di depan pintu, tangan besarnya mengetuk pintu itu beberapa kali, butuh waktu beberapa saat hingga pintu kayu itu terbuka lebar menampilkan seorang lelaki yang umurnya tak lagi muda. Senyuman lelaki tua itu membuat dada Falco berdesir hangat sebelum ia balas tersenyum manis.

"Falco pulang, kakek" ujarnya pelan lalu berhambur ke pelukan kakeknya itu.

"Dasar anak muda jaman sekarang, terlalu sibuk sampai lupa dengan kakeknya sendiri" omel kakeknya namun tetap membalas pelukan Falco.

Falco hanya menanggapinya dengan senyuman, ia benar-benar merindukan kakeknya. Satu-satunya yang ia anggap keluarga. Ia tak akan pernah lupa bagaimana ia dibesarkan dan betapa sabarnya lelaki tua itu mengurusi dirinya yang jauh dari kata baik dan patuh.

"Kakek, ada sesuatu yang mau Falco bicarain sama kakek"

Mereka kini sudah duduk santai di ruang tamu, sebelumnya Falco juga sudah menyimpan barang bawaannya ke kamar miliknya. Tentu saja ia memiliki kamarnya sendiri disana, bahkan kamar itu selalu rapi karena kakeknya tak pernah lupa untuk membersihkan kamar cucu tersayangnya.

Falco berniat untuk menginap di rumah kakeknya hingga urusannya selesai, dan tentunya kakeknya setuju bahkan membebaskan cucunya kapan pun ia mau tinggal.

"Kakek masih ingat, kejadian beberapa bulan lalu?" tanya Falco sedikit ragu, takut jika ingatan kakeknya yang sudah lanjut usia itu sedikit memudar.

Mata elangnya menatap lurus sebuah cangkir teh panas yang belum ia minum sama sekali, hingga ia mendongak cepat saat kakeknya menjawab "Kakek ingat" pemuda itu langsung bersyukur dengan keajaiban itu, karena biasanya orang tua berusia lanjut sering dengan mudah kehilangan ingatannya.

"Kakek tahu orang yang mungkin merubah pengulangan itu?" tanya Falco ditanggapi gelengan kecil oleh kakeknya.

"Itu Avellyn kek, pacar Falco yang selalu bikin Falco risih setiap hari" lanjut Falco dengan senyum nanarnya.

Ia sangat ingat dengan kejadian aneh beberapa bulan lalu, kejadian yang membuatnya hampir gila dan depresi berat. Saat itu, ia mengalami pengulangan waktu. Bisa disebut sebagai time loop, dan itu terjadi secara berturut-turut.

Flashback On

Pemuda tampan bermata elang itu kini sedang bermain dengan Kelvan, mereka tertawa lepas saat beberapa kelakuan konyol mereka keluar begitu saja. Lapangan basket yang luas itu ramai oleh tawa mereka berdua, mereka sedang berada di rumah Kelvan yang kebetulan pemuda berkacamata itu memiliki lapangan basket khusus di rumahnya.

"Udah sore, gue cabut duluan ya" ujar Falco yang sudah terengah kelelahan, keringat membanjiri seluruh tubuhnya.

Kelvan mengangguk singkat, lagi pula mereka sudah bermain selama berjam-jam. Kebetulan pada saat itu adalah hari libur, tentunya Falco akan lari ke rumah Kelvan disaat dirinya sedang kesepian. Mereka sudah berteman begitu lama, bahkan sudah saling menganggap saudara.

I Became the girlfriend of an Antagonist [END]Where stories live. Discover now