Twelve

39.5K 4.3K 92
                                    

Avellyn's pov

Dua minggu sudah berlalu sejak hari itu, dan sudah tiga hari pula pemuda yang menggangguku beberapa hari ini tak terlihat. Entah kemana, ia menghilang tanpa kabar. Dan aku tidak terlalu memikirkan hal itu, untuk apa aku memikirkannya jika ia bahkan tiba-tiba menghilang tanpa memberi tahuku.

Beberapa hari ini juga aku memiliki teman baru, seorang gadis cantik yang cukup periang bernama Lily. Namanya cantik seperti wajahnya, namun aku masih tak tahu isi hatinya. Aku berteman dengannya karena ia terus menerus mendekatiku dan mengajakku bicara.

"Avel!" panggil gadis itu membuatku seketika menoleh.

Gadis itu berjalan mendekat menghampiriku lalu mendudukan dirinya dihadapanku, saat ini aku tengah berada di meja kantin. Senyumannya terbit begitu lebar "Kamu mau aku kenalin ke sepupuku engga?" ia bertanya, membuatku sedikit bingung.

"Sepupu lo siapa?"

"Ituu!" ia menunjuk seorang pemuda yang baru saja memasuki wilayah kantin.

Pandangan para siswi tertuju padanya dengan tatapan memuja dan juga penuh pujian "Yang itu?" tanyaku memastikan, menunjuk pemuda yang kini sudah menjadi pusat perhatian dalam waktu singkat.

Namun Lily menggeleng "Ituu yang di belakangnya loh, Avel" ujarnya membuatku menajamkan penglihatanku.

Seorang pemuda gemuk berkacamata tebal berjalan menunduk di belakang pemuda yang tadi menjadi pusat perhatian, sepertinya ia dijadikan babu oleh pemuda tampan tersebut. Aku hampir tersedak kaget, namun sebisa mungkin aku kembali mengontrol ekspresiku.

"O-oh itu" ujarku sambil mengangguk-angguk pelan.

"Mau kan?" Lily bertanya dengan wajah yang sangat antusias membuatku tak enak untuk menolaknya.

Dengan pasrah, aku mengangguk perlahan. Senyuman gadis di hadapanku langsung terbit dengan sangat cerah "Dik! Sini!" panggilnya membuat pemuda berkacamata itu menoleh.

Pemuda itu langsung menghampiri meja kami, namun ada satu tamu lagi yang datang tanpa diundang.

"Maaf kak, aku engga manggil kak Devan juga" ujar Lily, saat pemuda yang menjadi sorotan itu ikut menghampiri meja kami.

Oh ini yang namanya Devan.

"Lo manggil babu gue, sama aja lo manggil gue"

Aku hanya berdecak malas mendengar kata-kata yang ia lontarkan, memilih tetap diam dan melanjutkan acara makanku. Akhirnya Lily terlihat menyerah, dan mempersilahkan mereka duduk di meja kami.

Hal yang menyebalkan adalah, pemuda bernama Devan itu malah menempatkan posisi duduk di sampingku. Sedangkan pemuda berkacamata itu ia usir menjadi duduk di sebelah Lily, padahal pemuda berkacamata itu yang akan dikenalkan padaku.

"Jadi?" tanyaku setelah menghabiskan makanan milikku.

"Oh iya,  kenalin nih dia Diki. Avel pasti suka, dia anaknya baik loh" ujar Lily.

Bisa kulihat dari sudut mataku bahwa Devan menampilkan raut kesalnya sekilas, aku terkekeh pelan lalu mengulurkan tanganku pada pemuda berkacamata itu "Gue Avellyn, panggil aja gue Avel" ujarku yang langsung dibalas gugup oleh pemuda itu.

"G-gue Diki, salam kenal Avel"

Aku mengangguk singkat, lalu kembali menatap Lily "Udah kenalan, terus apa?" tanyaku santai, gadis itu sedikit tersentak kaget. Mungkin tak akan mengira bahwa aku akan bertanya hal itu padanya.

"Y-ya temenan hehe"

Temenan doang kan?

Aku kembali mengangguk, pandanganku beralih pada Devan. Aku menatap pemuda itu dengan sangat teliti, bisa kutebak ia adalah most wanted di sekolah ini. Terlihat dari penampilan dan wajah tampannya, sayangnya tak terlihat begitu silau.

I Became the girlfriend of an Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang