CHAP 13 🍭İnstinct

Start from the beginning
                                    

Aluna mengedikkan pundak, berjalan menuju orang yang masih berdiri di sana, hendak menuju swalayan. Sampai Aluna melewati orang itu, dia tetap diam mematung, lantas Aluna mengerutkan kening.

"Eh, itu ... kedainya tutup, bukanya bakalan hari rabu." Aluna memutar setengah tubuhnya, guna memperjelas suara agar terdengar orang bertudung hoodie itu.

Namun orang itu masih diam mematung, tidak mempedulikan Aluna. Tanpa berpikir panjang lagi, Aluna berbalik dan melanjutkan langkah. Menurut dugaan Aluna, orang itu terlalu terkejut sampai-sampai terdiam seperti itu. Dalam hati Aluna berharap semoga mental orang itu tidak terguncang hanya karena kedainya tutup.

"So, this is the girl?"

*(Jadi, ini gadisnya?)

Jantung Aluna terasa berhenti sepersekian detik sebelum akhirnya berdetak amat cepat. Dia merasakan sesuatu yang dingin memegang erat pergelangan tangannya, dan begitu sadar, Aluna tahu itu adalah tangan. Saat berbalik, Aluna bisa melihat lelaki bertudung hoodie itu tengah menahan pergerakannya, terlihat jelas seringainya dibalik remang lampu. Mendadak Aluna merinding.

"Why don't you prepare like the others, Big baby girl?"

*(Kenapa kamu tidak mempersiapkan diri seperti yang lain, bayi perempuan besar?)

Apa? Ada apa?! Aluna menatap kosong orang yang berbicara itu. Masih dalam keterkejutan tingkat dewa, Aluna dibuat bingung dengan pertanyaannya. Memangnya Aluna harus mempersiapkan apa? Dan siapa Big baby girl yang dia maksud? Apa itu Aluna? Bukan berarti Aluna mengenakan piyama bergambar teddy bear, dia itu bayi! Tidak seperti itu konsepnya.

"Hah? Ini lo kenal gue? Lo siapa?" Aluna menunjuk dirinya sendiri dengan tangan satunya yang bebas, sementara tangan yang dicekal oleh orang itu berusaha memberontak. Tapi tidak bisa, cengkeramannya malah semakin mengerat.

"Are you kidding?"

*(Kamu bercanda?)

"Lo ngerti gue ngomong apa nggak, sih?" Aluna mengernyit. Sedari tadi orang itu mengeluarkan suara serak dengan bahasa asing. Bahasa Inggris. Aluna tidak tahu apakah orang itu mengerti bahasa Indonesia atau tidak. "Can you speak Indonesian?"

*(Bisakah kamu berbahasa Indonesia?)

"No, I can't." Orang itu mengedikkan pundaknya. "But I'm understand. Let's go, we're late."

*(Tidak, saya tidak bisa.)

**(Tapi saya mengerti. Ayo berangkat, kita terlambat.)

Aluna melotot begitu tangannya ditarik keluar dari gang. Orang yang Aluna duga berjenis kelamin laki-laki itu menariknya paksa, tidak membiarkan Aluna terlepas. Bahkan saat menyebrang, lelaki itu mengelilingkan tangannya di sekitar pinggang Aluna.

Aluna langsung berpikir jika ini adalah kasus penculikan remaja. Tidak mungkin orang asing membawanya seperti ini tanpa maksud 'kan? Masih dengan suara hatinya yang bergemuruh, Aluna berusaha berpikir jernih untuk meminta bantuan orang lain.

Aluna mencari kesempatan dalam situasi membingungan ini. Dia melirik ke sekitar, masih banyak orang berkeliaran. Aluna bersiap-siap untuk berteriak meminta tolong, namun sesuatu yang dia rasakan di pinggangnya membuat dia bungkam seribu bahasa.

"Are you wanna die, girl? Shut up and follow me."

*(Kamu ingin mati? Diam dan ikuti saya.)

Aluna merasakan perih di sisi pinggangnya, dia yakin barusan itu sayatan pisau yang tidak terlalu dalam. Lelaki di sampingnya ternyata bukanlah orang yang kebingungan karena kedai tutup, tetapi lelaki itu orang jahat! Sepertinya dia tahanan yang kabur dari penjara, dan sekarang hendak mengancam Aluna. Bagaimana ini?! Aluna memejamkan matanya erat untuk sejenak, kakinya yang digunakan untuk terus berjalan mulai gemetar. Entah situasi apa yang akan dia alami nanti. Lelaki itu akan membawanya ke mana? Aluna tidak bisa melakukan apapun saat pisau yang dibawa lelaki itu masih tetap berada di samping pinggangnya.

Di tengah perjalanan yang semakin lama semakin menuju jalanan yang sepi, Aluna hanya bisa merapal doa semoga dirinya bisa selamat. Dan sepertinya Tuhan memang berbaik hati padanya, satu buah Alphard berhenti tepat di samping Aluna dan lelaki tadi.

"Luna?"

Aluna menoleh ke samping kiri, matanya membola begitu Luis terlihat saat kaca mobil diturunkan. Percayalah, Aluna sekarang sangat ingin berteriak meminta bantuan jika saja pisau itu sudah turun di samping pinggangnya.

"Om." Aluna menganggukkan kepala, dia terus menatap Luis berharap pria itu mengerti. "Pulangnya malam banget, Om."

"Iya, lagi sibuk." Luis tersenyum, lalu melirik lelaki yang terhalang tubuh Aluna. "Dia siapa? Kalian lagi pacaran? Ya ampun, Luna, ini sudah larut lho."

Aluna terkekeh hambar. "I-iya, Om. Sekarang Luna mau pulang, kok. Lagi ... lagi nyari itu, lagi ... mau nyari angkutan u-umum." Aluna bisa merasakan pinggangnya semakin dicengkeram erat, dia menahan napasnya sejenak, mencari ide agar Luis mau memberinya tumpangan.

"Angkutan umum?" Luis mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Sudah malam, Luna. Kalian sebaiknya naik mobil om sekarang, Om antar. Bahaya juga kalau kalian cuman berdua malam-malam kayak gini."

"Oh, iya juga, Om! Luna juga mau tanya soal Ayah!" Aluna berseru, bernapas lega begitu Luis bisa membantu keadaannya. Begitu Luis membuka pintu mobil dan menyuruh keduanya untuk masuk, lelaki tadi langsung menyeberang, namun masih berjalan dengan santai seolah tidak takut apapun. Sontak itu semua menjadi perhatian Aluna, juga Luis.

"Eh, itu pacar kamu--"

"Katanya dia malu, Om. Mau pulang jalan kaki aja soalnya rumahnya udah deket."

Luis mengernyit, terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya tertawa. "Anak muda jaman sekarang memang gitu, ya?"

Aluna berpura-pura tertawa menanggapi Luis, padahal dalam hatinya dia ingin menangis lega. Beruntung sekali ada pertolongan untuknya. Jika tidak, Aluna tidak tahu apakah dia akan kembali dengan selamat atau tidak.

----🍭

Selamat, kalian udah ketemu tokoh baru. Kira-kira siapa, ya? Mau tahu namanya? Identitasnya? Mari baca chapter berikutnya!

Tungguin İo juga, yaa!

Baby İoWhere stories live. Discover now