29. Tangisan Fyneen

2.3K 321 2
                                    

Maaf guys part kali ini pendek banget :'
____________________________________________

Hari ini, Bumi sudah sadar dari komanya. Fyneen, Sydeen, Raden, Zayn dan Abimanyu senantiasa menjaga ketua Geng GALAXY itu.

Raden dan Zayn tengah pergi ke kantin untuk membeli makanan, sedangkan Abimanyu tengah bermain dengan handphone nya. Sedangkan Bumi, pemuda itu tengah beristirahat.

Sydeen duduk diantara Abimanyu dan Fyneen, sesekali pemuda itu melirik kearah adik kembarnya. Sejak tadi malam, Fyneen menjadi lebih pendiam.

Deringan ponsel milik Abimanyu memecah kesunyian ruangan. Dengan segera, Abimanyu mengangkat panggilan dari seseorang.

Setelah sambungan terputus, Abimanyu menaruh handphonenya ke dalam saku dan menatap kearah Fyneen dan Sydeen.

"Emak gue telephone, dia nyuruh gue buat pulang. Ngga apa-apa kan kalau gue pulang?" tanya Abimanyu.

"Ngga apa-apa, pulang aja sono! Lagipula disini lu juga cuma jadi beban," balas Sydeen.

Terdengar suara decakan dari mulut Abimanyu. Pemuda itu mengambil sebuah bantal lalu melemparkannya pada wajah Sydeen.

"Kampret lo!" Umpat Sydeen.

Abimanyu menghiraukan umpatan Sydeen. Ia bangkit dari duduknya lalu menepuk-nepuk celana bagian belakang.

"Neen, gue duluan ya?" Pamit Abimanyu pada Fyneen.

Fyneen menoleh lalu menganggukkan kepala. Tak ada kalimat bacotan ataupun cibiran yang keluar dari mulut gadis itu.

"Kesambet lo? Tumben jadi kalem," cibir Abimanyu kemudian melenggang meninggalkan ruangan.

Selepas kepergian Abimanyu, Fyneen kembali melamun sedangkan Sydeen menatap Fyneen dengan aneh.

"Kenapa sih lu? Tumben jadi kalem?" Tanya Sydeen sembari menyandarkan tubuhnya pada sofa.

Jika biasanya Fyneen akan menjawab disertai omelan, kini gadis itu hanya diam saja tak menjawab.

Sydeen semakin yakin jika ada sesuatu yang terjadi pada Fyneen.

"Lo lagi ada masalah? Kalau mau cerita, cerita aja ..., Ngga usah malu-malu, orang udah biasa malu-maluin juga." Sydeen terkekeh mendengar candaannya sendiri. Namun, Fyneen hanya diam saja.

"Neen, jangan diem gini dong! Lo serem kalau diem gini, apa jangan-jangan lo beneran kesurupan, ya?" Ucap Sydeen semakin menjadi.

Bukannya menjawab, Fyneen justru malah memalingkan wajah. Meski gadis itu berusaha menutupi, namun Sydeen tahu jika gadis itu tengah menahan tangis.

Menghela napas panjang, Sydeen lalu mengikis jarak antara keduanya dan memeluk tubuh Fyneen dari samping.

Tak menolak, Fyneen justru malah membalas pelukan dari Kakak kembarnya itu.

Sydeen dapat mendengar isakan tangis dari bibir Fyneen. Bahkan tubuh gadis itu bergetar.

"Semuanya salah gue, Deen ..., Kematian Nyokap Bang Bumi, kematian Nyokap Mentari, Rein yang selalu berusaha bunuh diri, dan Bang Bumi kecelakaan. Semua salah gue, Deen. Gue yang bikin novel sialan ini!" Ucapnya dalam dekapan Sydeen.

Ini merupakan kali pertama Fyneen mengutarakan isi hatinya pada Sydeen.

"Semua orang menyalahkan takdir padahal sebenarnya ..., Gue lah yang membuat takdir ini," lanjutnya.

Fyneen mengeratkan pelukannya. Gadis itu tak mempedulikan air matanya yang sudah membasahi pakaian Sydeen.

Sydeen memejamkan mata. Ini adalah pertama kalinya ia melihat Fyneen menangis. Mengapa rasanya sangat sesak melihat kembarannya ini menangis?

Sydeen dan Fyneen terlalu sering bertengkar dan menganggap satu sama lain musuh. Mereka melupakan satu hal jika ..., mereka ini kembar.

"Rein punya mental ilnees, dia depresi dan mengalami self harm. Dia ..., Dia tahu kalau dia cuma tokoh fiksi. Dia pasti bakalan benci banget sama gue kalau tau gue lah yang udah nulis novel ini." Fyneen kembali bersuara.

Sedikit terkejut, Sydeen berusaha menormalkan ekspresi nya. Saat ini bukanlah saat yang tepat untuk menanyakan bagaimana mungkin Rein bisa tahu tentang dunia novel ini.

Fyneen melepaskan pelukannya lalu menatap Sydeen dengan wajah yang sudah dipenuhi air mata. Hidung dan mata gadis itu tampak merah.

"Bukan hanya Rein tapi semuanya pasti bakalan benci banget sama gue kalau tahu gue lah penulis novel ini. Bahkan mungkin aja ..., Gue juga bakalan benci sama diri sendiri kalau hal itu sampai terjadi. Ini semua salah gue, Deen."

"Iya ini emang salah lo. Lo tahu kalau lo salah itu artinya lo juga harus memperbaiki semuanya," tutur Sydeen.

"Maksud lo?" Tanya Fyneen bingung. Suaranya terdengar serak.

"Kita harus kembali ke dunia nyata dan mengubah alur novel ini," jawab Sydeen.

"Tapi gimana caranya? Bahkan gue ngga tau alasan kita bisa masuk ke dunia ini dan sekarang? Kita harus cari tahu gimana caranya kita bisa kembali ke dunia nyata?" Fyneen berucap dengan suara parau.

"Lo lupa? Lo waktu itu pernah bilang ke gue kalau sebelum kita masuk ke dunia novel ini, kita berantem dan saling berharap supaya gue dan lo enyah dari Bumi."

Kalimat yang Sydeen ucapkan membuat Fyneen menghentikan tangisnya yang mulai mereda.

Gadis itu menatap Sydeen. "Dan saat masuk ke dunia novel ini, kita tiba-tiba aja berada didekat danau?"

Menganggukkan kepala, Sydeen lalu menatap Bumi yang tampak masih tertidur lelap.

"Kayaknya gue tahu apa yang harus kita lakukan untuk kembali ke dunia nyata," ucap Sydeen.

Fyneen menatap Sydeen penasaran. Dengan suaranya yang parau, ia bertanya, "Apa?"

"Danau. Kita harus ke danau. Kita sama-sama berharap untuk kembali lagi ke dunia nyata didekat danau," jawab Sydeen.

"Tapi apa itu bakalan berhasil?" Fyneen kembali bertanya. Ia seakan tak percaya dengan ide yang Sydeen ucapkan.

"Gue juga ngga tau, tapi apa salahnya mencoba?" Balas Sydeen sembari mengangkat sebelah alisnya.

"Tapi kalau cara ini ngga berhasil?" Fyneen mengajukan pertanyaan lagi.

"Kita bakal coba cari cara lain supaya bisa kembali ke dunia nyata. Gue yakin setiap akibat pasti ada sebabnya, setiap masalah pasti ada cara penyelesaiannya. Bener kan?"

Fyneen kembali menatap Sydeen.  "Tapi kalau semua cara yang kita lakukan gagal?"

Sydeen memandang Fyneen sekejap. Ia lalu mengalihkan pandangan kearah lain.

"Maka kita akan terjebak di dunia ini selamanya. Dan lo ..., Ngga akan pernah bisa memperbaiki takdir Rein, Bang Bumi dan tokoh-tokoh lainnya."

Another World (End)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt