Chapter 20

179 24 2
                                    












Seperti apa yang di katakan Ny. Min tadi, malamnya Jiyang tinggal di kediaman keluarga Yoongi. Setelah hampir satu jam dia mendengarkan ceramah dari sang kakak ㅡmelalui sambungan telefon di ponsel Yoongiㅡ Jiyang meletakan ponsel Yoongi yang dia pinjam, ponselnya tertinggal di tas tadi siang.

Melangkah pelan menuju balkon, pandangannya terfokus pada rintik hujan yang belum juga berhenti. "Aku kangen bunda..."

Hening. Jiyang juga tidak mengharapkan ada yang menyahuti perkataannya, jika terjadi itu akan sedikit membuatnya bergidik ngeri.

"Bunda pasti wanita yang tangguh, Makasih sudah mempertahankan Jiyang, pasti berat. Jiyang tidak akan pernah bisa menjadi seperti bunda, j-jika Jiyang ada diposisi bunda, mungkin..." perkataannya menggantung.

Wajah lelah dan putus asa Irene sebelum meninggal kembali terputar di benaknya, andai Jiyang tadi dapat menemani gadis itu. Karena insiden itu pula, sekolahnya di liburkan satu minggu penuh, Hoseok yang memberi tahunya.

Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, Jiyang berada di kamar Yoongi saat ini. Sementara sang pemilik kamar pergi entah kemana, setelah meminjamkan ponselnya untuk Jiyang tadi dan sampai sekarang belum kembali.

Biasanya. Kalau Jiyang tidak bisa tidur seperti sekarang, dia akan mengambil buku lalu membacanya. Sekarang berbeda, dia tidak tahu harus apa, jadi dia putuskan untuk menatap rintik hujan sampai kantuknya datang.

Sedikit dingin memang. Dia hanya memakai kaos lengan panjang dan celana panjang milik Yoongi. Duduk di lantai tanpa alas dengan tangan memeluk lutut, pemikirannya masih berkelana entah kemana sampai tak menyadari jika seseorang sudah duduk di sampingnya.

"Ponsel lo,"

Jiyang menoleh, sedikit terkejut tapi sedetik kemudian dia tersenyum lembut, menerima ponselnya lalu mengucapkan kata Terimakasih. "Udah lama? Abis ketemu kak Hoseok ya?."

Mengangguk. Yoongi memakaikan sebuah hoodie yang dia pakai di bahu Jiyang, membenarkan lengan baju Jiyang sampai menenggelamkan tangannya. "Dingin, ngapain harus dilipat?"

Jiyang hanya menggeleng, dia pikir baju Yoongi terlalu besar jadi dia melipat sebagian lengan baju tersebut iseng. "Kamu sendiri pake kaus lengan pendek, gak dingin? Hoodienya dikasih ke aku."

Yoongi bungkam, bohong jika dia bilang tidak. Sekarang saja dia hampir menggigil, jadi dia memilih diam, enggan menjawab pertanyaan mudah Jiyang. Namun, detik berikutnya dia dibuat terkejut. Jiyang memeluknya, hal yang tidak pernah dia duga sebelumnya.

Yoongi berdehem, gugup. "Kenapa?"

Jiyang juga meringis atas kelancangannya, tapi tubuhnya merasa harus melakukan tindakan tersebut. Tangan dan rambut lelaki itu dingin, tidak mungkin Yoongi baik-baik saja saat ini.

"Gak papa. Kamu ternyata pinter bohong ya? Tiap hari bolos tapi saat mama kamu tanya tentang sekolah kamu, kamu jawab baik padahal kan enggak. " Jiyang mendongak, ingin melihat bagaimana raut wajah Yoongi, masih tetap datar ternyata. "Takut kena marah ya?."

"Gak. Cuma malas ngomong panjang aja, lagi makan juga." Bantahnya, jujur. Lagi pula sudah biasa untuknya yang setiap hari harus berurusan dengan guru BK, mendapatkan wejangan yang hanya masuk telinga kanan lalu keluar dari telinga kiri. Dia tak peduli.

"Bohong, padahal jujur aja. Toh! cuma ada aku di sini, aku bisa jaga rahasia." Jari itu memberi kode untuk tutup mulut, Jiyang terkekeh.

"Ternyata lo nyebelin juga ya? Berisik."

Jiyang menjauhkan tubuhnya dari Yoongi, dia jadi teringat sang kakak. "Emang iya? Kak Hoseok juga sering bilang gitu. Katanya aku bawel, nyebelin, tapi kadang juga pendiam. Apa segitu moody-nya?"

I Need You, Min! √Where stories live. Discover now