Rosa menghela napasnya, lupa akan hal tersebut. "Bagaimana jika kita berpura-pura menyesal dan beracting seperti dulu lagi." Rosa kembali menyampaikan usulannya.

Gabby menggeleng, "mereka tidak akan percaya. Tidak ada pilihan lain, mama cerai saja kemudian menuntut pembagian harta saat bercerai nanti."

"Apa tidak ada jalan lainnya?" Ekspresi Rosa terlihat kecewa dan putus asa.

"Tidak." Jawab Gabby singkat. Gabby melihat jam di pergelangan tangannya. "Mama pergilah ke kamar untuk tidur, klienku sebentar lagi akan sampai." Usir Gabby karena telah membuat janji dengan seseorang yang ingin menggunakan jasanya, hanya dengan ini ia memperoleh pendapatan. Mamanya tidak bisa di andalkan lagi, tidak membuat ulah dengan bertemu kekasih mudanya saja ia sudah merasa senang.

"Orang tuaku menitipkan salam untukmu, mereka juga berharap papa segera sadar

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Orang tuaku menitipkan salam untukmu, mereka juga berharap papa segera sadar." Ujar Liam ketika Jillian keluar dari kamar mandi.

Jillian mengangguk. "Bagaimana keadaan papa, Liam?" Jillian duduk di dekat suaminya. Papa Liam sedang menjalani pengobatan di luar negeri. Mereka hanya berkomunikasi melalui telepon selama ini.

"Berangsur membaik." Liam menoleh cepat pada Jillian. "Kau melupakan panggilanmu lagi, Jill?" Protes Liam.

Jillian tersenyum, Liam selalu mempermasalahkan hal tersebut. "Panggilan Suamiku terlalu panjang dan menggelikan, bagaimana jika lainnya?"

"Aku tidak suka kau memanggil namaku, itu terdengar tidak romantis." Liam memilin rambut Jillian dan menggulung-gulungnya.

"Kau juga memanggilku dengan nama, Jill..Jill...Jill?" Sindir Jillian.

"Istriku?? Kau ingin di panggil demikian?" Liam menaikkan sudut bibirnya.

"Tidak." Sahut Jillian dengan cepat. "Bagaimana jika aku memanggilmu sayang?" Menurut Jillian lebih singkat daripada panggilan untuk Liam sebelumnya.

Wajah Liam berbinar, "tidak buruk. Kau juga ingin di panggil sayang?"

"Terserah kau saja." Tidak begitu masalah menurut Jillian, Liam saja yang kekanakan karena mempermasalahkan panggilan.

"Sayang, peluk aku." Ujar Liam.

Jillian mengerutkan dahinya, bingung dengan permintaan Liam yang secara tiba-tiba.

"Aku hanya mengetes panggilan baruku padamu, ayo peluk aku." Liam berdecak karena Jillian tidak menghiraukan perintahnya. "Sayang, kau harus menuruti perintah suamimu."

Jillian mendengus. "Kau bisa memelukku, kenapa harus menyuruhku melakukannya?"

Jillian memeluk suaminya, mengusap punggung Liam. Hatinya menjadi nyaman berada dalam posisi ini. Kesedihan akan kondisi papanya sedikit teredam, kekesalannya setelah semalam berdebat dengan Rosa dan Gabby menguap selama berada dalam dekapan Liam.

Second Life Changes EverythingDonde viven las historias. Descúbrelo ahora