Perihal Cemburu Berujung Benci🏠

2K 256 20
                                    

Ada banyak hal yang ternyata tidak Jibran ketahui

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada banyak hal yang ternyata tidak Jibran ketahui. Terutama menjadi dewasa yang kata orang-orang itu bukanlah hal yang menyenangkan. Semenjak sang Abang sakit, Jibran semakin menyadari sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Jibran benci melihat Abangnya itu sakit, namun Jibran lebih benci saat dirinya diabaikan. Sejak kecil Jibran sudah biasa merasa tak dianggap, namun sekarang Jibran baru bisa merasakan sakitnya.

"Buna bisa bikinin bekal buat Adek ngga?"

"Bikin sendiri ya, sayang. Buna harus ngasih obat buat Abang kamu."

"Mas, ayo ajarin Adek main basket."

"Sendiri dulu ya, Dek. Mas mau nebus obatnya Bang Asa."

"Adek mau tidur sama Ayah."

"Adek sama Bang Mahen dulu ya, Ayah ngga bisa ninggalin Bang Asa."

"Kak Na, perut Adek sakit."

"Di dapur ada obat, Adek bisa ambil sendiri 'kan? Kakak disuruh jagain Bang Asa sama buna."

Kejadian minggu lalu benar-benar membuat semua orang berubah. Semua orang selalu mengutamakan Harsa, Jibran bukannya tidak suka namun dia sedikit iri melihatnya. Sejak dulu Jibran selalu kalah dengan Abangnya itu, bahkan bisa dibilang Harsa itu selalu menjadi kesayangan Buna dan Ayahnya. Semakin Jibran menahan, ternyata rasa sakitnya semakin terasa. Jibran juga tidak mau merasakan hal buruk itu, namun dia tidak bisa mengusirnya sekarang.

"Adek ngapain di situ? Sini masuk."

Lamunannya seketika buyar tadkala suara lemah sang Abang menyapanya, Jibran tidak tahu pasti bagaimana dia bisa berdiri di depan kamar Abangnya itu. Pintunya pun terbuka sangat lebar, yang membuat Jibran langsung terlihat walau dia tidak bermaksud untuk berhenti di sana. Perasaan tadi dia ingin cepat-cepat sampai di kamar miliknya, setelah sudah hampir seharian dia belajar di sekolah. Namun entah mengapa, kakinya malah terdiam kaku di depan kamar itu.

"Sini, Dek."

Jibran tak bergeming, matanya hanya fokus menatap ke depan yang ternyata Abangnya itu tengah sendirian di dalam sana. Di mana Buna dan Ayahnya itu? Katanya Abangnya itu tidak boleh ditinggal sendirian? Lantas bagaimana dengan permintannya yang selalu ditolak hanya karena satu nama itu. Harsa, Harsa, Harsa, terkadang Jibran muak mendengarnya.

"Kenapa diam aja, Dek?"

Jibran bisa melihat wajah yang kini selalu terlihat pucat itu, tengah berusaha tersenyum ke arahnya. Sudah berapa lama Jibran tidak menemui Abangnya itu? Rasanya sudah cukup lama dia mengabaikan Abangnya itu. Entahlah, mungkin lebih baik begini dari pada dia ikut bergabung namun selalu diabaikan keberadaannya.

Jibran tetap diam di tempatnya, bahkan saat Harsa sudah mulai turun dari ranjang. Lihat, Abangnya tidak separah itu sampai-sampai harus diperhatikan dengan berlebihan. Kakinya juga tidak lumpuh, sampai-sampai harus digendong sana-sini oleh sang Ayah. Cukup, Jibran rasa itu terlalu jahat saat pemikiran itu terlintas. Namun tetap saja, Jibran merasa enggan mendekat dan membiarkan Abangnya itu berjalan pelan ke arahnya.

Home || Nct Dream✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang