Sisi Buruk Ayah Mereka🏠

1.9K 242 33
                                    

Ada tiga hal yang menjadi favorit bagi seorang Jovan Caesar Abhivandya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ada tiga hal yang menjadi favorit bagi seorang Jovan Caesar Abhivandya. Pertama itu Leo, kemudian buku, dan yang terakhir adalah senyum tawa dari orang-orang tersayangnya. Lagi-lagi masih terkait dengan buku, pagi ini Jovan menuliskan kembali kisah kemarin di sebuah tumpukan kertas. Jovan menyebutnya sebagai catatan harian milik si cengeng. Pada dasarnya, tidak ada satupun Putra Yoona dan Johnny yang tidak cengeng. Kata sang Ayah dulu, nangis itu bukan aib yang harus ditutupi, jadi kalo mau menangis silahkan saja, tidak ada larangan buat cowo untuk menahan air matanya. Jovan membenarkannya, hanya saja dia lebih tenang saat menangis sendirian.

Lebih dari ratusan kata, Jovan akhirnya memilih untuk menyudahi sesi curhatnya. Rumah mana yang akan hancur? Kalimat akhir itu membuat air mata Jovan mulai sedikit keluar. Di meja belajarnya, Jovan mengambil sebuah bingkai foto yang selalu menjadi penyemangatnya. Indah sekali potret gambar di bingkai itu, Jovan seolah ikut tertarik di masanya saat memandangi foto kisah lalu tersebut.

"Bisa ngga ya, foto kaya gini lagi?" Jovan berguman pelan, tangannya mengusap lembut bingkai kecil itu. Mungkin berfoto kembali dengan versi mereka yang sekarang, akan menjadi hal paling indah untuk Jovan kenang nantinya.

Hampir lima menit Jovan tak melepaskan pandangannya dari foto itu, rasanya sangat nyaman dan sakit dalam satu waktu. Ke mana keluarga lengkapnya dulu? Kenapa takdir indah itu tidak bisa terus bersamanya? Di kehidupan sebelumnya, kesalahan besar apa yang sudah Jovan perbuat sebenarnya, sampai-sampai dia harus memiliki alur kehidupan seperti sekarang ini.

"Sebenarnya apa mau kalian?"

Bagi Jovan, menjadi diam seoalah tak tahu apapun adalah topeng terbaik untuk menjadi sedikit lebih kuat. Sama seperti yang lain, Jovan juga bisa menangis, marah, dan memukul orang. Semua penghuni sekolah berkata, hidup Jovan terlampau sempurna dengan apa yang dia miliki  sekarang. Sampai-sampai mereka lupa dengan kebenaran yang dirasakan oleh sang ketua osis mereka. Jovan terkadang ingin lari sejauh mungkin, dia ingin hidup tanpa ada rasa khawatir untuk keesokannya.

Tidak mau larut dalam kesedihannya, Jovan memilih untuk keluar dari kamarnya. Semalam dia menelpon Harsa, bertanya bagaimana kabar sang Adik, apakah dia perlu menemaninya atau tidak. Sebenarnya Jovan ingin ikut saat sang Buna membawa Harsa pergi, namun mata tajam sang Ayah membuatnya tidak bisa bergerak sedikitpun. Seolah sebuah ancaman sekaligus permohonan agar Jovan tetap di samping Ayahnya tersebut.

Kalian di sini aja, biar Asa yang ikut sama Buna.

Sebenarnya Jovan ingin bertanya, apa yang ada di pikiran Harsa saat itu. Seperti dia yang baru paham dengan satu hal, apakah sang Adik sudah mengetahuinya lebih dulu? Lantas siapa yang sudah menguatkannya? Menutupi sesuatu bukanlah solusi, dan tidak ada yang perlu ditutupi seharusnya.

Niat Jovan yang ingin ke kamar si bungsu untuk menengok kucing kesayangannya, dihentikan oleh kedatangan sang Ayah yang tak jauh dari hadapannya. Langkah Ayahnya terlihat gontai, bahkan sesekali akan terjatuh jika tangannya tidak berpegangan pada tembok. Jam sudah menunjuk jarumnya di angka tujuh, Jovan yakin sang Ayah baru pulang dari urusannnya. Namun kali ini Ayahnya terlihat sangat berbeda, sosok hebatnya itu seperti orang yang sedang mabuk.

Home || Nct Dream✔Where stories live. Discover now