Perasaan Harsa Yang Menang🏠

2.3K 275 37
                                    

Nana terus melirik pada Harsa yang sedang berdiri di sudut kamarnya, kali ini Harsa benar-benar marah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nana terus melirik pada Harsa yang sedang berdiri di sudut kamarnya, kali ini Harsa benar-benar marah. Nana ingin mengucapkan maaf, namun mulutnya sudah kelewat terkunci melihat bagaimana gurat wajah Harsa sekarang. Marahnya Harsa lebih baik mengomel, jika sudah diam seperti itu maka kesalahan Nana sudah benar-benar besar. Lagian dia sekarang baik-baik saja, meski tadi sempat diinfus selama beberapa jam. Itu tidak buruk, dari pada Harsa yang demam berhari-hari. Dia reflek mendecih saat wajah garang Harsa semakin dibuat-buat.

"Lo mau berdiri terus? Keluar aja, sana!"

Nana berbalik, tangannya meremat kuat selimut yang tertempel menutupi tubuhnya. Di kamar itu hanya ada mereka berdua, Nana yang memintanya. Dia sengaja melakukan itu biar Harsa bisa memarahinya sepuas mungkin, bukan mendiamkannya seperti ini. Bahkan saat semua orang mendekat kepadanya, bertanya apakah keadaannya sudah lebih baik, berusaha membujuk dirinya yang terus memaksa untuk pulang. Harsa tidak melakukan apapun, kembarannya itu terus saja diam memandanginya dari jauh.

Mau tak mau Harsa harus menurunkan egonya, kemarahannya sama sekali tidak benar. Andai Nana tahu seberapa khawatirnya Harsa, saat menunggu Nana membuka matanya. Andai Nana tahu seberapa kesalnya Harsa saat Nana terus memberontak ingin pulang, saat itu juga dia ingin menenangkan Nana dan berusaha membujuk sang Adik. Harsa berusaha untuk tidak menyalahkan siapapun, namun hatinya menolak itu. Harsa masih belum percaya, ternyata sang Ayah yang memberikan susu itu untuk Nana. Dan Harsa tak habis pikir dengan Nana yang tidak menolak saat sang Ayah membawakannya.

"Lain kalo kalo ada yang nawarin susu jangan main minum aja. Jangan pikirin perasaan orangnya, siapapun itu. Pikirin nyawa kamu sendiri, Na." Jika sudah bertutur lembut seperti itu, maka kini Harsa sedang mendalami perannya sebagai seorang Abang.

"Abang ngga bisa marahin orangnya, karena orang itu Ayah kita sendiri." Langkahnya berhenti, Harsa lantas menudukkan dirinya di tepi kasur.

"Perutnya masih sakit?" Akhirnya Harsa bertanya itu setelah hampir setengah hari, lidahnya begitu kelu untuk mengungkapkannya.

Nana menyunggingkan senyumnya, tubuhnya dia balik untuk menghadap pada Harsa. "Maaf, tapi jangan diem terus. Kalo mau marah, marah aja. Asal jangan diem kaya tadi." Ungkap Nana dengan jujur.

Harsa tertawa kecil, jika begini Nana benar-benar seperti seorang Adik. "Perutnya masih sakit?" Dia bertanya lagi, sebab Nana belum menjawab pertanyaannya itu. Tangannya tidak ragu untuk mengelus rambut berantakan sang kembaran sekaligus Adiknya. Dia menurunkan sedikit selimut tebal di tubuh Nana, agar tidak terlalu kepanasan.

"Masih sakit, tapi sakitnya cuma sedikit." Tangan Nana bergerak menunjukkan batas sakitnya, kedua jarinya seperti sedang memegang benda kecil.

"Ke Rumah sakit lagi ya? Bener kata Ayah, kita ngga tau kalo nanti perutnya tiba-tiba kambuh lagi. Kalo di Rumah sakit, 'kan enak tinggal panggil Dokternya."

"Lebay."

"Dih, dibilangin juga."

"Aku ngga papa, Abang. Kalo perutnya nakal lagi, aku bakal kasih tau ke Ayah atau Abang. Jangan khawatir, okey?"

Home || Nct Dream✔Where stories live. Discover now