"Aku hanya menyelamatkan nama baik papa. Tidak seharusnya papa menanggung malu atas perbuatan Gabby bukan?" Jawab Liam santai. "Sudah sewajarnya aku membantu istriku." Ucap Liam menambahkan.

"Memang aku sempat khawatir karena mempertaruhkan nama baik papa." Jujur Jillian. Ia tidak mempunyai pilihan lain untuk membungkam dan menghancurkan Gabby selain melakukan hal itu.

"Setidaknya aku sudah membantumu menanganinya. Masyarakat tidak akan menghubungkan perbuatan tidak bermoral Gabby pada papa." Ujar Liam menanggapi.

Keduanya saling bertatapan. Tidak berselang lama, Jillian mengecup pipi Liam, hal tersebut membuat Liam terhenyak. Biasanya Liam dululah yang aktif namun sekarang Jillian berani melakukannya. Walau hanya di pipi, cukup membuat hati Liam membuncah.

"Terima kasih, Liam. Karena kau sudah mendukungku. Semua ini aku lakukan karena mereka duluan yang menyerangku dan ingin menguasai harta papa." Jujur Jillian mengatakan kebenarannya.

"Aku tau. Melihat kepribadianmu, tidak mungkin kau menjahati seseorang jika orang tersebut tidak menyerangmu duluan. Kenapa tidak mencoba memperingatkannya pada papa?" Liam memberikan saran, mertuanya pasti akan memihak pada anak kandungnya.

"Mereka selalu terlihat baik di depan papa. Papa bukan tipe orang yang begitu saja percaya, jika aku meminta papa mengusir mereka, aku tidak yakin papa akan menurutiku karena aku tidak memiliki bukti perbuatan mereka." Ucap Jillian menjelaskan alasannya.

"Kau belum mencobanya, Jill." Liam memberikan sanggahan sembari matanya terus menatap wajah cantik Jillian.

Jillian menggeleng. "Papa selalu berpikir rasional, Liam. Papa memang akan yakin aku mengatakan kejujuran, tapi papa tidak mungkin bersikap tidak adil menuruti permintaanku tanpa ada bukti nyata tentang apa yang aku sampaikan."

Liam mengangguk, ada benarnya juga semua ucapan Jillian. "Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Jill?"

"Menunjukkan sedikit demi sedikit sikap asli mereka bahwa selama ini mereka hanya beracting di depan papa." Jillian menghela napas. "Aku tidak akan berhenti sebelum mereka menjauh dari papa."

"Saat Gabby menjatuhkan porselen ketika kakimu terkilir juga sengaja?" Tanya Liam penasaran.

Jillian terdiam sejenak karena tiba-tiba Liam menanyakan hal tersebut. "Bahkan yang membuat kakiku terkilir juga Gabby." Jillian tertawa kecil, entah apa yang membuatnya tertawa. "Aku tidak memintamu untuk percaya namun aku mengatakan kebenarannya, heelsku sengaja di rusak. Tidak ada tersangka lain di otakku selain Gabby."

Liam menyipitkan matanya. "Kenapa kau tidak pernah bercerita? Aku pikir itu hanya kecerobohanmu saja." Jika ia tau hal ini pasti ia akan memberikan pelajaran kepada Gabby yang sudah membuat Jillian tidak bisa berjalan 2 minggu.

"Aku tidak memiliki bukti, bagaimana jika kau justru beranggapan aku membual dan ingin menjelek-jelekkan Gabby semata?" Memang alasan Jillian tidak pernah bercerita adalah karena hal itu.

"Aku memahamimu, kau tidak mungkin berbohong, Jill." Liam meraih tangan Jillian dan mengecupnya. "Lain kali berceritalah padaku, sebisa mungkin aku akan membantumu."

Jillian mengangguk dan tersenyum.

"Tapi karena hal ini mereka akan membalas dendam padamu, sudah pasti mereka tidak terima bukan?" Ujar Liam menyampaikan pemikirannya. "Mereka tidak segan melukaimu, Jill." Setelah Jillian bercerita, ia bisa menarik kesimpulan jika Rosa dan Gabby akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka, Liam tidak ingin Jillian terluka kembali karena mereka.

"Hmm...dan aku tidak akan kalah begitu saja. Bukankah setelah mengetahui ini kau juga akan melindungiku?" Jillian mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali.

"Tentu saja aku akan berpihak pada istriku." Liam merengkuh tubuh Jillian dan memeluknya. "Berjanjilah kau akan menjaga dirimu dengan baik, aku tidak ingin terjadi hal buruk padamu." Selain menjaga Jillian, Liam juga harus memastikan agar Jillian lebih berhati-hati lagi kedepannya.

"Aku berjanji, Liam." Jillian menepuk-nepuk punggung suaminya, hatinya menghangat ketika Liam mengkhawatirkannya, ia harus berhati-hati supaya tidak menyulitkan Liam ke depannya.

Liam dan Jillian saling berpelukan, cukup lama bertahan dalam posisi tersebut. Rasa nyaman dan saling menyayangi melingkupi keduanya saat ini.

Mila berdehem sedikit keras untuk menganggu majikannya yang sedang bermesraan.

Keduanya melerai pelukan mereka dan menoleh pada Mila.

"Maafkan saya menganggu." Mila menunduk menahan senyum, melihat majikannya bermesraan entah kenapa ia merasa tersipu. Setelah menguasai diri Mila mengangkat wajahnya. "Tuan Anson menelepon anda, Nona."

Jillian meraih ponselnya, ternyata ponselnya mati mungkin karena lowbat. Pantas saja papanya menghubungi ke telepon rumah.

"Aku akan mengangkat telepon papa dulu, Liam." Pamit Jillian.

Liam mengangguk, ia juga harus ke kamar untuk membersihkan diri.

☘️☘️☘️

Dapat salam dari Liam dan Jillian 👇🏻

Dapat salam dari Liam dan Jillian 👇🏻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hai...hai 🥰
Terima kasih untuk kalian yang selalu menantikan kelanjutan "Second Life Changes Everything."

Tidak bosan mengingatkan, jangan lupa vote dan coment ya....

Cerita ini murni hasil pemikiran sendiri, biar otak eike makin encer mikirnya jangan lupa berikan dukungannya. Kalau malas coment, vote saja cukup.

Vote gak butuh waktu lama. Gak lebih dari 5 detik kok, bukan hal sulit bukan?? jadi jangan hanya menikmatinya tapi hargai juga jerih payah penulisnya ya....

Second Life Changes EverythingWhere stories live. Discover now