Jillian meraih ponselnya, ia terlihat sedang berbicara pada seseorang dengan ponselnya dan memberikan serentetan perintah pada orang tersebut.

"Pembalasanku kali ini akan lebih menyakitkan dari apa yang sudah kau lakukan padaku!" Jillian mencebikkan bibirnya, ia memang emosi pada Gabby. Namun, jika menampilkan wajah antagonis yang tersenyum jahat setelah merencanakan sesuatu, dirinya tidak ahli melakukannya.

Jillian menoleh ke arah pintu, melihat Liam disana. "Sudah selesai? Cepat sekali?" Tanya Jillian karena Liam sudah kembali ke kamar usai makan malamnya.

Liam mengangguk. "Tidak ada yang menemaniku makan."

"Tadi aku temani kau tidak mau?" Gerutu Jillian.

"Bercanda, aku memang sudah selesai." Liam duduk di pinggir ranjang menatap Jillian.

"Kenapa?" Tanya Jillian yang melihat Liam meneliti wajahnya.

"Wajahmu sudah kembali seperti semula." Ucap Liam karena sebelumnya wajah Jillian juga terdapat ruam.

"Apa aku sudah kembali cantik?" Tangannya menepuk pipinya sendiri, matanya terlihat berkedip berkali-kali.

Liam terkekeh atas kecentilan Jillian. "Dari dulu kau sudah cantik."

Jillian menyipitkan matanya. "Kau berbohong." Ucap Jillian karena orang berkata jika dahulu ia buruk rupa.

"Bagiku dulu atau sekarang kau sama saja, Jill. Pertama kali aku mengenalmu, aku mengagumi kecantikan hatimu, sekarang tidak hanya hatimu yang cantik namun fisikmu juga." Jujur Liam pada Jillian.

Selain tidak ingin mengecewakan orang tuanya, ia menyetujui perjodohan tersebut setelah memahami kepribadian Jillian. Seandainya Jillian memiliki kepribadian buruk, lebih baik ia melawan orang tuanya untuk tidak menyetujui perjodohannya. Maka dari itu Liam tidak pernah mempermasalahkan penampilan Jillian yang dulu. Menurut Liam, wajah cantik bisa di dapat dengan mudah namun kepribadian baik dan murni sangat langka.

"Liam, kau pintar berkata-kata sekarang. Aku hampir meleleh karenamu." Jillian berucap dengan ekspresi yang di dramatisir.

Liam mencubit pipi Jillian karena gemas. "Aku berkata yang sebenarnya."

"Liam...." gerutu Jillian sambil mengusap pipinya. "Sakit." Keluhnya.

Liam mencium sekilas bibir Jillian.
"Kau sangat menggemaskan."

"Kau sangat menyebalkan." Kesal Jillian.

"Kau sungguh emosian." Liam mengecup pipi kanan Jillian.

"Itu karena kau." Jillian mendelikkan matanya.

"Apa salahnya jika seorang suami gemas pada istrinya?" Liam mengecup pipi kiri Jillian.

"Terserah kau saja." Ketus Jillian.

"Baiklah aku minta maaf." Liam mencium bibir Jillian sekali lagi.

Jillian hanya mencebikkan bibirnya. Ia sudah terbiasa jika Liam tiba-tiba menciumnya seperti barusan. Hal tersebut sering Liam lakukan akhir-akhir ini.

Liam tersenyum dan menyibakkan rambut Jillian ke belakang telinga. "Sekarang aku lebih sering tersenyum karenamu."

"Jadi?" Tanya Jillian singkat namun tidak jelas.

Liam menaikkan satu alisnya.

"Jadi pertanda apa jika sering tersenyum karenaku?" Jillian menjelaskan maksud ucapannya.

Liam menatap kedua bola mata Jillian. "Pertanda jika kehidupanku lebih berwarna karena dirimu."

"Wahh...itu terdengar romantis." Jawab Jillian setengah bercanda. "Lalu apa lagi?" Tanyanya kemudian.

Liam terdiam, terlihat sedang berpikir.

Jillian terus mengamati dan menunggu apa yang selanjutnya Liam katakan.

"Tidak ada." Jawab Liam.

Jillian memukul Liam dengan guling. "Lalu kenapa kau terlihat berpikir!" Ketus Jillian.

"Jill, kau tidak boleh menyerang suamimu seperti ini." Ucap Liam karena Jillian masih memukulinya dengan guling. Sekarang tubuhnya sudah berbaring di ranjang.

"Kau berlebihan, ini hanya guling bukan pedang!" Jillian tertawa kecil, terlihat puas telah menyiksa Liam yang begitu menyebalkan.

Liam melempar guling yang Jillian pegang, kemudian mengunci kedua tangan Jillian, memaksa tubuh Jillian agar berbaring.

"Kau curang." Jillian mencoba melepaskan tangannya. "Mau apa?" Tanya Jillian ketika Liam mendekatkan wajahnya.

"Menciummu." Ucap Liam dengan mata terus menatap bibir Jillian.

"Tidak bo...." suaranya teredam karena bibir Liam sudah membungkam bibirnya.

Liam tidak bisa menahannya, bibir istrinya tersebut selalu membangkitkan hasratnya, hasrat ingin mencecap setiap inchi bibir seksi tersebut. "Balas, Jill." Liam berkata tepat di depan bibir Jillian. Meminta Jillian agar membalas ciumannya.

 Meminta Jillian agar membalas ciumannya

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

Hai readers...

Tidak bosan mengingatkan, jangan lupa vote dan coment ya....

Cerita ini murni hasil pemikiran sendiri, biar otak eike makin encer mikirnya jangan lupa berikan dukungannya. Kalau malas coment, vote saja cukup.

Vote gak butuh waktu lama. Gak lebih dari 5 detik kok, bukan hal sulit bukan??? jadi jangan hanya menikmatinya tapi hargai juga jerih payah penulisnya ya....

SPAM NEXT DISINI 👉🏻👉🏻

Terus ikuti kelanjutan cerita "Second Life Changes Everything."

Terima kasih. Sehat selalu untuk kalian.... 😉

Second Life Changes Everythingजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें