"Bibirmu kering, kau perlu minum." Liam berkata disertai gerakan tangan yang memperagakan maksud ucapannya.

Jillian tertawa dalam hati melihat kekonyolan Liam. Jillian mengangguk karena sebenarnya ia begitu haus.

Liam menekan tombol panel hospital bed tersebut, supaya posisi punggung Jillian sedikit naik.

Jillian meminum air yang di berikan oleh Liam dengan bantuan sedotan. Ia berpegangan erat pada seprei terlihat kesakitan ketika menelan air tersebut, matanya sampai berair merasakan kesakitan tersebut. Jillian menggeleng, tanda ia tidak ingin melanjutkan minumnya.

Tangan Liam terulur mengusap air mata Jillian yang keluar, menatap prihatin pada wajah pucat tersebut, di tambah dengan ruam yang berada di wajah Jillian. Hatinya berdenyut nyeri, mengingat Jillian yang biasanya tersenyum dan ceria kini tampak tidak berdaya.

Liam mengusap kepala Jillian, "kau akan kembali pulih setelah beberapa hari. Bersabarlah." Ucap Liam memberikan semangat.

Jillian hanya bisa mengangguk untuk menjawabnya.

Jillian melirik ke sekitar, berpikir apakah Liam tidak memberitahukan kepada papanya, karena papanya tidak terlihat di ruangan tersebut.

Liam mengamati Jillian, seperti mencari seseorang. "Papa?" Tanyanya singkat namun tepat sasaran.

Jillian mengangguk.

"Papa semalam disini, aku menyuruh papa pulang untuk beristirahat di rumah. Sebentar lagi pasti kesini, aku sudah mengabari papa jika kau sudah sadar." Jelas Liam supaya Jillian tidak penasaran.

Ana dan Mila terlihat masuk ke dalam ruang rawat inap Jillian. Liam sudah mengabari mereka supaya membawakan pakaian ganti dan keperluan lainnya untuk Jillian.

"Aku akan menunggu di luar." Ucap Liam karena Ana dan Mila akan membantu Jillian untuk membersihkan diri atau berganti pakaian.

Jillian mengangguk untuk menjawab ucapan Liam.

"Kasihan Nona Jill." Bisik Mila pada Ana.

"Namanya cobaan mau bagaimana lagi?"
Bisik Ana menimpali ucapan Mila.

Jillian saat ini sedang di dalam kamar mandi, Ana dan Mila sedang merapikan beberapa pakaian Jillian di ruang inap tersebut. Mereka juga membawa makanan dan minuman untuk Liam atau tamu yang datang kesana.

"Pantas saja Nona Jillian tidak pernah mau memakan olahan seafood, ternyata dampaknya separah itu." Bisik Mila sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ana memberi kode agar diam kepada Mila karena Jillian sudah keluar dari kamar mandi.

"Tidak perlu bersedih, Nona. Ruam ini pasti akan sembuh beberapa hari lagi." Ucap Ana ketika Jillian sedang bercermin meneliti wajah dan tubuh bagian atasnya.

Jillian hanya bisa tersenyum dengan bibir tetap tertutup menanggapi ucapan Ana.

Memang hanya tenggorokan dan ruam di tubuhnya yang menjadi permasalahan, tubuhnya sudah tidak lemas, ia bisa berjalan normal saat ini.

"Suamiku, kau akan ke rumah sakit sekarang?" Tanya Rosa pada Anson

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Suamiku, kau akan ke rumah sakit sekarang?" Tanya Rosa pada Anson.

Anson mengangguk. "Liam mengabariku jika Jill sudah sadar. Kau juga harus ikut." Ajak Anson kepada Rosa.

"Tentu, dari semalam aku tidak bisa tidur karena mencemaskan Jill." Ucapnya dengan wajah yang di buat sesedih mungkin. Rosa mendekat pada Anson, tadi suaminya terlihat tidak sabar ke rumah sakit, sekarang justru duduk di sofa memegang berkas. "Kenapa justru sibuk dengan pekerjaanmu?" Tanya Rosa penasaran.

Anson melirik sekilas pada Rosa. "Ini bukan masalah pekerjaan."

"Lalu?" Tanya Rosa semakin penasaran.

"Ini surat kepemilikan pulau atas nama Jill, aku hanya mengeceknya saja. Liam ingin membangun resort pribadi disana." Anson memandang Rosa dan tersenyum. "Bukankah Liam begitu romantis? Jika sedang libur mereka akan menghabiskan waktu disana." Anson senang Jillian mendapatkan suami seperti Liam, menantunya tersebut pasti akan membuat resort mewah untuk menyenangkan Jillian.

Wajah Rosa terlihat pias, ia mengetahui tentang pulau tersebut. Pulau yang di berikan Anson kepada mama Jillian, lalu sekarang menjadi hak Jillian. Bukan pulau luas dan berharga fantastis, itu hanya pulau kecil namun tetap saja...yang namanya pulau pasti harganya puluhan billion. Jika terus seperti ini lama-lama Rosa tidak akan mendapatkan sepeserpun karena kekayaan Anson sudah berpindah tangan pada anaknya. "Ini tidak bisa di biarkan!" Ucapnya dalam hati.

"Kenapa belum bersiap?" Tanya Anson melihat Rosa hanya terdiam.

"Ah, ya. Tunggu sebentar, aku akan bersiap terlebih dahulu." Rosa memaksakan senyumnya agar acting yang ia lakukan terlihat sempurna.

Second Life Changes EverythingWhere stories live. Discover now