Bab 76 : Tidak Bertenaga

91 11 0
                                    

Selama satu minggu Gei berkabung, dia tak makan apapun, namun tubuh nya tetap nampak sehat, karena tak ada cara lain Blarina selalu menyalurkan energinya pada putrinya, sedangkan Revenita sudah di makam kan di pemakaman bangsawan.
     
Gei tak keluar dari kamar nya selama tujuh hari, dia bahkan tak peduli dengan apapun lagi, bahkan keributan yg terjadi di luar istana, dia tak peduli.
    
"Apa yg kau lakukan di sini hah?" bentak seseorang dengan nada kesal
     
Gei yg mendengar nya hanya diam saja, dia sudah tau, itu adalah Meyza gurunya, siapa lagi yg berani membentak nya selain guru nya itu..
    
"Kau benar-benar tidak berguna, kau hanya menangisi orang yg sudah tiada? kau bodoh, untuk apa semua itu, apa kau akan lebih memilih seseorang yg sudah bersamamu selama 16 tahun, di banding seseorang yg sudah menyelamatkan mu dari maut?"   
     
Kata-kata pahit itu, tidak berguna lagi bagi Gei, hatinya sudah mengeras, bahkan tak ada siapapun yg dapat menyentuh nya, tubuh Gei selalu di lindungi oleh aura yg berganti-ganti, dan di saat aura air muncul, saat itulah Blarina mengalirkan kekuatan elemen nya agar bisa membantu Gei, selain itu bahkan Meyza saja tak bisa menyentuh Gei, karena saat tangan nya berada beberapa centi dari tubuh Gei, tangan nya langsung membeku.
    
"Aku ingin masuk, apakah boleh?" tanya seseorang dengan nada ragu
    
"Maaf yang mulia, kau sudah tau siapa dia, dan dia bukan seorang pangeran, tapi putri kerajaan, akan ada pemikiran yg tidak baik jika seorang raja klan bertemu dengan putri kerajaan klan lain, apalagi hanya berdua di ruangan tertutup, setidaknya kau harus masuk bersama seseorang yg lain" ucap Blarina sopan.
    
"Aku akan masuk dengan nya ibu" ucap Revan memohon
     
Blarina berpikir sejenak, "Baiklah, tapi tolong jangan membuat nya marah yg mulia" ucap Blarina.
     
Keduanya segera masuk, dan pintu di jaga ketat oleh Blarina, dan di hadapan nya menunggu pangeran Laskar dan pangeran Louis, penobatan Louis terhambat karena banyak nya kejadian-kejadian yg membuat dia menyamping kan keinginan menjadi raja.
    
"Gei.. Ini aku" seru Timothy
     
Gei yg masih duduk selesehan di kerpet lembut menghadap ke dinding hanya diam tak bergeming.
    
"Aku bersama Caven"
     
Gei masih diam, "Aku minta maaf, alu tidak bisa menepati janjiku, tapi aku sudah memastikan Anthony dan keluarga nya aman di dunia manusia" terang Caven
    
"Gei kau mendengar kami, apa kau tidak bisa berbicara sedikit saja, aku tau perasaan mu hancur saat ini, tapi setidaknya jangan seperti ini" lirih Revan cemas.
    
"Mereka benar, kau memang tidak berguna"
     
Gei terbelalak, kedua pupil nya melebar saat suara asing memasuki ruang telepati nya, Gei langsung menunduk kembali karena dia tau siapa orang itu.
    
"Jangan ikut campur urusan ku sekarang" balas Gei lewat telepati
    
"Yasudah, aku akan pergi, padahal aku ingin memberi tahu siapa orang berjubah hitam itu" Gei mengedipkan mata cepat, yah dia baru sadar kalau orang yg sedang berbicara dengan nya adalah Guana, "Siapa dia?" tanya Gei
    
"Dia selalu ada di belakang mu"
     
Gei menoleh kebelakang membuat Revan dan Caven sontak kaget, terlebih karena mereka langsung bisa melihat wajah Gei tanpa topeng.
    
"Apa maksud mu?"
    
"Kau akan tau, tapi sebelum itu, aku menyarankan kau makan dulu, karena mungkin otak mu tak akan bekerja jika kau tidak makan"
    
Gei berdesis kesal, "Apa yg kalian lakukan?" tanya Gei menatap datar.
   
"Hemm..kami hanya ingin melihat keadaan mu" jawab Caven gugup
    
"Apa kau tidak bisa pergi sebentar saja, aku jadi lupa ingin mengatakan apa, entah mengapa kalau ada orang lain aku bingung, kau keluar lah" Ketus Caven lewat telepati
     
Revan mendengus kesal, "Aku akan membunuh mu jika kau melakukan sesuatu"
     
Revan mmebuka pintu langsung menutup nya rapat, memasang formasi terkuat nya membuat Blarina dan kedua pangeran itu terkejut.
    
"Apa yg kau lakukan?" pekik Blarina
    
"Tidak ada" santai Revan segera duduk santai di kursi.
    
"Tapi mereka"
    
"Mereka akan baik-baik saja jika tidak ada yg buka mulut" jawab Revan langsung membuat Blarina tutup mulut.
     
Revan kembali duduk membelakangi Caven, sementara Caven yg sudah mendapatkan keberanian setelah Revan pergi, dia segera melangkah mendekat,
     
Gei cukup terkejut, karena aura panas yg dia keluarkan tidak terkontaminasi kepada Caven, Caven masih santai mencari posisi duduk yg nyaman, meniru posisi duduk Gei yg kini duduk bersila hingga kedua jubah mereka bertentuhan.
    
"Apa yg kau lakukan?" ketus Gei
    
"Tidak ada" jawab Caven datar
     
Gei menatap tajam, "Pergi!" suruh Gei tegas
     
Caven hanya diam saja, "Aku tidak akan pergi sebelum kau makan" balas Caven melirik beberapa buah yg di letak di kerjanjang buah tepat di atas meja.
    
"Aku tidak mau makan"
    
"Yasudah aku saja" Caven mengambil satu apel lalu memakan nya dengan santai di hadapan Gei
     
Gei sungguh tak mengerti dengan sikap Caven, tapi entah sikap ini membuat nya teringat dengan seseorang.   
     
Caven mengalihkan pandangannya, ekspresi nya tampak kesal, "Bersikap lembut dan kasar tidak akan berguna, kau hanya perlu menunjukkan sikap yg membuat nya beryanya-tanya ada apa dengan mu karena tidak terbiasa kau bersila seperti itu" mengingat perkataan Calvin, yah dia dengan terpaksa bertanya pada Calvin bagaimana cara membujuk Gei, dan sekarang pasti Gei tengah mengingat Calvin membuat Caven kesal.
    
"Jangan mengingat vampire sialan itu" ketus Caven kesal dengan tatapan Gei.
    
"Kau tidak sadar kalau kau juga vampire" jawab Gei datar lalu kembali menatap lurus ke depan.
    
"Apa yg kau lakukan?" pekik Gei terkejut saat Caven berdiri dan duduk bersila di hadapan nya. "Agar kau tidak melihat dinding itu lagi, aku heran apakah dinding itu lebih tampan dari ku?"
   
Gei menatap datar, "Kau bisa membantuku?" tanya Gei tiba-tiba
    
"Apa?" jawab Caven cepat
    
"Bisakah kau mengambil ingatan ku semuanya, aku ingin menjadi orang lain saja dari pada harus menjadi Gei"
     
Ucapan Gei membuat Caven berhenti mengunyah apel, matanya menatap Gei dalam, "Tidak akan" jawab nya cepat.
    
"Bukan kah kau kemari untuk membantu, yasudah lakukan saja"
    
"Apa aku bodoh, aku tidak ingin mengingat sesuatu yg membuat ku bahagia bersama orang lain, tapi orang itu tidak tau apa-apa"
    
"Apa maksud mu" heran Gei
    
"Kenangan ku dengan mu, begitu banyak, jadi aku tidak mau mengingat nya sendiri, setidaknya jika kau tidak suka, biarkan ingatan itu tetap di tempat nya" Caven bangkit dan kini duduk di sebelah Gei
   
Gei hening tak mengatakan apapun, dia masih berusaha mencerna setiap perkataan Caven.
    
"Kau tidak bisa membantuku sekali ini saja, apa kau tidak mengerti posisi ku sekarang, aku tidak ingin mengingat apapun lagi, semuanya, au benci diriku sendiri"
    
"Yasudah sana bunuh diri" ketus Caven acuh
     
Gei terbengong, rasanya dia termakan oleh kata-kata nya sendiri. "Apa maksud mu" geram Gei tak tahan
    
"Yah setelah kau mati, aku akan menggigit mu, dan kau akan menjadi vampire dengan begitu kau akan menjadi istriku"
    
"APPPAAA?"
    
"Ehhh.. Tidak aku tidak mengatakan apapun" Caven menggeleng dengan wajah pucat.
    
"Dan..itu, anu, yah.. bukan berarti jika kau mati masalah mu akan selesai, pikirkan orang-orang di sekitar mu" ucap Caven berusaha untuk tegas.
    
"Sudah aku bilang aku tidak peduli"
    
"Bisakah kau tidak egois sedikit saja, aku mengejar mu dari dulu, aku bertanya siapa namamu tapi kau sangat acuh, aku ingin bertanya di mana rumah mu, aku ingin menjagamu saat kau pergi ke klan Wolf, itu bukan permintaan siapapun, aku yg menawarkan diri, bisakah kau melihat kebelakang sebentar saja, aku tertinggal di belakang mu, kenapa kau tidak pernah memberiku kesempatan sekali saja, aku sudah menjaga perasaan ku dan menunggu mu kapan datang, dan aku sangat kecewa saat kau datang bersama pria lain"
    
"Dan kau mengatakan aku tidak peduli?" lirih Caven menatap nanar
    
"Lalu apa yg kau pikirkan selama ini, kau memintaku untuk mengambil ingatan mu, sementara aku ingin kau mengingat apa yg pernah aku lakukan padamu, apa kau tidak peduli saat aku mencium mu waktu itu"
     
Gei menatap Caven dengan tatapan lekat, "Aish... Ini membuat ku gila, aku berjuang mati-matian untuk mendapatkan hati ayah ku, agar aku menjadi raja, sementara ayahku menyukai Calvin, aku ingin menjadi raja agar aku memiliki keberanian untuk muncul lagi di hadapan mu, tapi apakah sampai detik ini juga kau masih memilih Calvin?"
    
"Jangan membahas dia" geram Gei menatap tajam
    
"Setelah aku menyebutkan namanya, kau mau berbicara?" Caven tersenyum hambar, segera membuang muka karena air matanya mengalir.
    
"Sedikit saja, aku tidak punya siapapun di sisiku lagi, sampai detik ini ayah ku masih saja mendukung Calvin, dan ibuku sudah meninggal kemarin lusa, dan sekarang aku ingin menghibur mu sementara aku juga dalam posisi berduka?"
     
Gei mematung, darah nya berdesir melihat wajah Caven yg sudah basah.
    
"Kau bodoh"
    
"Ya memang benar aku bodoh, aku benar-benar bodoh"
    
"Sudah aku katakan aku tidak ingin membahas dia lagi, tapi kenapa kau selalu membandingkannya dengan dirimu sendiri, kalian berdua sama saja"
     
Caven menatap Gei dalam, "Bughhh..!" tanpa Ijin Caven dengan cepat memeluk Gei dengan kuat-kuat. "Katakan sekali saja aku lebih baik dari nya" pinta Caven
    
"Kau lebih buruk dari nya, kau selalu bersikap kasar, dan kau-"
     
Caven melepaskan pelukan nya dengan tatapan tak percaya, "Dan kau tidak munafik seperti dia, bersikap baik di hadapan ku tapi di belakang sangat menjijikan" lanjut Gei
    
"Apa maksud mu?"
    
"Dasar bodoh, kau tak ingin bertanggungjawab, dasar vampire menyebalkan, tidak tau malu, kau..kau mesum"
     
Caven terbelalak, "Pergi sana keluar, kau membuat ku muak, semua laki-laki memang sama, setelah mendapatkan apa yg dia mau lalu pergi begitu saja"
    
"Cuppp. .!"
     
Kedua mata Gei terbelalak, darah nya berdesir ketika mendapatkan perlakukan yg tiba-tiba dari Caven,  Caven perlahan melumat bibir Gei dengan lembut, menghisap nya perlahan.
    
"Apa benar aku tidak bertanggungjawab, kalau begitu, ayo kita menikah saja"
    
"Ap..apa?"
    
"Aku masih mencintaimu" bisik Caven, meraih tengkuk Gei, kembali menyatukan bibirnya.
    
"Tidak..hentikan" Gei mendorong dada Caven, lagi-lagi tatapan Caven yg seperti ini sangat membuat Gei terhipnotis.
    
"Kenapa?" tanya Caven lembut
    
"Tidak..itu..!" Gei masih terlalu gugup, tubuh nya perlahan mundur hingga punggung nya terbentur dengan sisi tempat tidur
     
Caven tiba-tiba sudah muncul dan duduk di sebelah Gei dengan tangan yg sudah setia memeluk nya dari samping.
    
"Apa aku tampan?"
    
"Ahk...ya, Ehhh?" Gei mengedipkan mata nya cepat, senyuman Caven mengembang seketika. "Aku merindukan mu" bisik Caven membenamkan wajah nya di bahu Gei
    
"Kau semakin cantik" puji Caven lagi
    
"Ehmmm..itu, anu" Gei berusaha melepaskan tangan Caven, namun tangan nya begitu gemetar, Caven yg merasakan nya hanya tersenyum, "Cuppp.." satu kecupan melayang ke pipi Gei, "Manis, jangan pikirkan hal lain sekarang, anggap saja kita berdua sudah hidup bahagia menjadi sepasang kekasih"
     
Gei terbelalak, "Enak saja, aku-"
    
"Cupppp....!"
    
"Mmmphhh....!" Gei mendorong Caven pelan, "Kenapa di saat seperti ini kau seperti tidak bertenaga, hmmm..!" Caven kembali mendarat kan kecupan singkat di bibir Gei, seperti candu, dia kembali memulai nya dan entah kapan selesai.

QUEEN IMMORTAL WORLDWhere stories live. Discover now