Bab 22 : Daur Ulang

101 14 0
                                    

Pintu aula terbuka, ekspresi dingin yg sudah biasa tidak lagi membuat Revan heran dengan sosok makhluk yg bernama perempuan ini di sebelah nya, kemarin Revan sudah memutuskan untuk memanggil nya dengan beruang kutub.
    
Gei tak peduli, yg dia pikirkan sekarang, bagaimana caranya agar dia bisa cepat-cepat keluar dari sini.
    
"Bagaimana perjalan kalian berdua?" tanya Victory dengan nada santai
     
Yah keduanya sudah sampai di istana yg di pimpin oleh raja Victory Valicarua, ayahanda dari Revan, Rina juga ada disana, dia sudah tau semuanya makanya dia tidak terlalu memaksa untuk menanyai Gei banyak hal.
  
"Sangat lancar" jawab Revan dengan wajah datar
    
"Heiii..apa ekspresi datar itu menular, kenapa sejak kau berteman dengan sepupu mu itu, kau juga ikut bersikap datar seperti itu?" seru Reiman dengan nada santai nya, yah setiap saat dia memang selalu santai.
    
"Tidak tapi aku merasa kalau aku bukan apa-apa disini, aku rasa aku masih terlihat bodoh disini, lalu untuk apa aku harus belajar di Academy Demon yg di sebut-sebut sebagai Academy terbaik itu" sinis Revan
     
Semuanya terdiam hening, kenapa sikap Revan tiba-tiba berubah seperti ini?
    
Gei bahkan merasa aneh dan menatap Revan dengan tatapan rumit.
    
"Kau kenapa?" tanya Gei pelan
     
Revan tersenyum kecil, "Apa aku bisa bertanya sekarang, kemarin kau tak ingin menjawab nya"
     
Gei terbungkam, sorot matanya tiba-tiba berubah menjadi kelam, pupil nya sudah terlihat biru cerah.
    
"Ada apa pangeran?" tanya Ranguna, sosok ibunda dari Revan
     
Revan tersenyum kecil pada sang ibunda, lalu beralih menatap sang ayah yg ikut bingung dengan sikap putra nya ini, "Aku tidak tau, tapi entah lah aku merasa sepertinya aku bukan anggota keluarga ini"
   
Keadaan hening sejenak, "Bicara yg benar pangeran" bentak Victory dengan tatapan tajam
    
"Kalau aku benar-benar anggota keluarga di sini, lalu kenapa tak satupun mengatakan kepadaku tentang siapa ayah nya Gei"
    
Hening, lagi-lagi hening, semua orang disana mencoba mencari arah pandang agar tidak melihat wajah kecewa dari Revan.
    
"Tidak sekarang kau tau" ucap Gei dengan tatapan dingin
    
"Lalu kapan, kemarin kau mengatakan kalau aku bisa bertanya pada mereka"
    
Gei meraih tangan Revan hendak membawanya pergi namun Revan buru-buru menepis tangan Gei.
    
"Aku tidak mau pergi, kita masih punya urusan disini, dan tentang kau ingin menghancurkan klan yg kau maksud hari itu"
   
"Hahhh?" Rina tersendak, wajah nya melongo
    
"Itu urusan pribadi ku kau paham"
    
"Tidak, aku tidak terima, jika pun kau bisa menghancurkan satu klan, aku tidak akan mengijinkan nya kau tau, aku seorang pangeran, aku tidak mungkin membiarkan mu berbuat masalah pada satu klan, jika karna satu orang kau melakukan semua ini, sama saja kau egois"
    
"Kau bilang apa?" emosi Gei meledak, warna matanya berubah menjadi merah
    
"Kau bilang hanya karena satu orang, dia bunda ku, siapapun yg sudah membunuh nya aku akan mencari nya di mana pun itu kau mengerti, dan jangan pernah menghalangi jalan ku"
   
"Aku tidak akan membiarkan mu"
   
"Lagi pula kau tak akan berhasil, jadi berhenti berurusan dengan nya"
    
"Kau meragukan ku, kau camkan kata-kata dengan baik, aku Geinero Aurora Vederick, bersumpah akan menghancurkan dia yg sudah membunuh bunda ku, jika Caven tidak menepati janji nya, maka ku musnahkan seluruh klan nya kau dengar itu" teriak Gei dengan aura mengepul.
     
Rambut nya lagi-lagi berubah menjadi merah terang.
     
Revan sejenak terbungkam akan ucapan Gei.
    
"Kalian semua disini, menjadi saksi sumpah ku, jika Caven menepati janji nya, dan membawa orang itu ke hadapan ku, maka aku akan menghancurkan semua yg berhubungan dengan nya, entah itu kawanan nya atau atasan nya"
    
"Kenapa kau begitu yakin, bagaimana kalau raja klan nya tidak menyetujui kalau kau akan membunuh mereka semua"
    
"Maka orang pertama yg akan aku habisi adalah raja itu sendiri" ucap Gei dengan nada menggema, dia segera pergi dengan raut wajah emosi.
    
"Apa itu, Geinero Aurora Vederick?" pekik Revan dengan wajah rumit
     
Kadaan aula semakin panas, mereka semuanya terbungkam,
   
"Aku akan memeriksa nya, siapa tau dia berbuat kerusakan nanti" Reiman segera pergi dengan tergesa-gesa.
     
Dia sebenarnya hanya ingin menghindar dari Revan.
   
"Kau dengar itu?" seru Victory menatap Rina dengan tatapan rumit,
    
"Dia bersumpah dan menjadikan kita semua saksi sumpah nya? apa kau tau konsekuensi melanggar sumpah di hadapan pemimpin?"
     
Rina menatap Victory dengan tatapan dalam, "Aku tau, dan aku yakin, dia mampu melakukan itu, bahkan untuk mengancungkan semua klan dia bisa, itu tergantung pada keinginan hatinya" jawab Rina yakin
    
"Kakek akan menjelaskan nya padamu" ajak Dannil segera membawa Revan pergi dari aula.
    
"Kita tidak akan membiarkan klan kita bermasalah dengan klan lain bukan, hubungan yg sudah di jalin oleh ke lima klan tak harus nya rusak" seru Ranguna
    
"Kau tau tentang kematian bunda nya itu?" tanya Catna menatap putri nya
     
Rina terdiam, "Aku tidak yakin, dia menyebut kan nama pangeran Caven, bukan kah dia dari klan Vampire" jawab Rina seadanya.
    
"Aku akan menemui raja klan Vampire untuk membicarakan ini"
    
"Tidak" tahan Rina cepat
    
"Kenapa?"
    
"Tidak perlu, biarkan dia menyelesaikan masalah nya sendiri, jika kita mengikut campuri, dia bisa mengira kalau kita adalah penghalang nya, aku tidak mau Gei semakin membenci keluarga ini" lirih Rina
   
Victory terdiam lama, "Kalau begitu awasi dia agar tidak gegabah"
     
Rina mengangguk sebagai balasan, dia segera pamit untuk segera keluar dari menemui Gei
   
Gei menatap bola air yg berputar di atas telapak tangan nya, untuk menenangkan pikiran, ini satu-satunya cara yg di ajarkan oleh kakek nya agar bisa mengendalikan emosi nya.
     
Mr. Carius sudah mengatakan beberapa hal untuk nya, "Satu-satunya cara agar emosi elemen mu patuh padamu, maka terus mengajak nya untuk berlatih dan menjalin hubungan yg baik, jangan malah melampiaskan emosi mu, pada elemen mu" begitu katanya.
    
Reiman yg melihat Gei dari kejauhan cukup takjub, ternyata gadis itu bisa mengendalikan diri nya sendiri.
    
Di lihat dari rambut nya yg kembali hitam, dan juga pupil nya kini menjadi biru samar, karena dia tengah mengendalikan bola air di tangan nya.

                              ***

     
Tak ada gunanya berlama-lama di istana itu, Gei memilih untuk segera kembali ke Academy, dia juga tak mau menghabiskan waktu dengan ibu nya, bisa-bisa dia kembali ingat dengan bunda nya nanti.    
    
"Selama urusan mu belum selesai dengan Gei, jangan pernah berbicara dengan ku" ancaman dari Revan terus terngiang-ngiang di kepala Caven, dia benar-benar frustasi karena dia belum menemukan siapa pelaku nya.
    
Sementara mereka masih di dalam grup yg sama, yah ke lima pangeran itu masih dekat, meski yg kurang, Revan tak akan berbicara pada Caven.
     
Itu membuat ke tiga pangeran lain menjadi heran, setelah bertanya pun, tidak ada yg menjawab, jadi mereka membiarkan mereka saja.
    
"Aku belum melihat Gei, tadi dia sudah keluar dari kamar nya, tapi tidak menyapaku" balas Hely
    
"Mungkin dia sedang tidak mau di ganggu"
    
"Kalian juga masuk kelas Mr. Veru?" tanya Laskar menyapa
     
Mira mengangguk singkat, mereka mulai memasuki aula secara bersama-sama.
   
"Lohh Gei?" pekik Hely yg menyadari Gei sudah duduk di tempat biasa mereka duduk bersila untuk mendengar kan penjelasan dari Mr. Veru
     
Gei hanya memainkan pisau kecil di tangan nya.
     
Caven menunduk lemas, dia tak berani melihat wajah Gei.
    
"Pagi sekali!" sapa Mira langsung duduk di sebelah Gei "Bagaimana liburan mu?"
    
"Agar tidak terlambat"
    
"Liburan ku lancar" Gei memberikan dua jawaban.
    
"Oh ya selama kau pergi, aku mencatat materi penjelasan, kau bisa menyalin nya dari ku, sesuai saran mu waktu itu"
    
"Terimakasih, nanti akan ku salin"
     
Hely tersenyum cerah, "Aku berencana untuk jalan-jalan ke pusat kota minggu depan, apa kalian mau ikut?"
    
"Aku mau" sambar Mira
    
"Bagaimana dengan mu Gei?" tanya Mira.
    
"Hmmm..!" Gei bedehem lalu mengangguk seadanya membuat kedua gadis itu ber tos ria.
  
"Oh ya, aku juga akan membeli beberapa baju baru nanti, kalian juga kan?". 
     
Mira mengangguk, "Tentu saja, seperti nya juga sepatuku sudah kusam"
    
"Kau ingin membeli apa?"
    
"Buku" jawab Gei singkat
   
"Bukan nya di kamar mu sudah banyak sekali buku, bahkan semua buku dari kamar ku, Hely dan kamar Fara sudah kau angkut ke kamar mu, kau masih mau mencari buku apa?"
    
"Entah lah, aku sudah membaca semua nya, aku rasa masih kurang"
     
Keduanya tersenyum kecil,
    
"Ya..ya..aku rasa minggu depan Gei akan langsung melangkah masuk ke kelas A karena dia sangat pintar"
    
"Kalian juga"
   
"Kami ada di kelas D seumur hidup juga tidak apa-apa, yg penting pelajaran yg kita masih sama heheh..!" Hely terkekeh pelan.
  
"Setelah membaca banyak buku, kalau bukunya sudah rusak, lalu mau kau apa kan?" tanya Hely penasaran
    
"Tentu saja buang, untuk apa lagi kalau semua materi itu sudah di simpan dalam otak"
    
"Jangan di buang"
    
"Lalu mau kau apa kan?"
    
"Di daur ulang" jawab Gei dengan singkat.
   
"Daur ulang?"
    
"Yah kita bisa menciptakan kertas baru yg masih kosong dari kertas lama yg sudah tidak terpakai"
    
"Bagaimana caranya?"
    
"Aku lihat semua buku-buku yg tidak berguna di Academy akan di bakar, atau kalau tidak di tanam, agar tidak menjadi sampah yg merusak pemandangan" papar Hely
   
"Masalah itu bukan urusan ku"
    
"Tadi kau bilang ingin mendaur ulang, sekarang bukan urusan mu"
    
"Yg aku daur ulang itu kertas milikku yg sudah tidak terpakai, aku bisa men daur ulang nya sendiri, jadi aku tak perlu membeli buku lagi"
   
"Bagaima-"
   
"Sudah lah, kau bertanya juga akan berputar-putar disini saja" tahan Mira membuat Hely mengurungkan niat nya untuk bertanya.
 

QUEEN IMMORTAL WORLDWhere stories live. Discover now