Bab 52 : Kakek Andalan

100 13 0
                                    

Acara kebersihan kembali di lanjut, semuanya sibuk dengan tugas nya masing-masing, apalagi di tengah Gei yg masih mengamuk.
     
Entahlah, saat ini juga Gei nampak begitu kesal. Entah mengapa pikiran nya selalu di penuhi dengan Caven, Caven dan Caven.
    
"Kau tidak ingin melanjutkan misi mu?" tanya Mr. Carius sambil membenahi beberapa buku di dalam rak.
     
Semuanya berhenti sejak, entah dengan siapa pria tua itu berbicara.
    
"Aku akan pergi ke sana lagi" jawab Gei singkat
    
"Kau tidak ingin tau reaksi nya bagaimana setelah dia mendapatkan surat yg terus kau kirim?"
     
Gei berhenti sejenak, "Aku tau, pasti kedua matanya melotot, jantung nya berdebar, pikirannya kacau, dan dia pasti sangat khawatir dengan putra putri nya" balas Gei datar
    
"Misi apa?" tanya Xavier tiba-tiba
     
Keduanya menatap Xavier dengan tatapan dingin.
    
"Kau tak ingin menjadikan seseorang sebagai umpan?" Mr. Carius tersenyum geli, yah beberapa hari ini Gei menitip surat kepada kakek nya ini, untuk di berikan pada Vania, ibunda dari Xavier, jelas memang surat itu akan di letakkan di tempat-tempat yg biasanya di lihat oleh wanita itu, itu adalah semacam ancaman dari Gei, dan Mr. Carius sangat setuju karena dia juga sebenarnya tak suka dengan menantunya yg selalu saja meracuni pikiran putra, cucu dan bahkan istrinya.
    
"Aku rasa dia butuh cicak yg memiliki ekor bercabang dua, agar dia tambah kalut" balas Gei mengepal tingkat sapu dengan kuat-kuat.
    
"Kau benar-benar ingin membuat nya menyesal sudah menyakiti orang yg salah" Mr. Carius tertawa, "Tapi apa kau berpikir tentang seseorang di sekitarmu, mungkin kau membenci nya, tapi bagaimana dengan dia yg sudah kau anggap teman mu? apa kau pernah berpikir kalau dia akan kecewa dan sakit hati?"
     
Gei melirik Xavier dari ekor matanya, "Biarkan saja dia tau, nanti dia juga sadar, dan dia juga bisa merasakan apa yg aku alami"
    
"Itu terserah mu, dan kau mengurus ijin dengan Mr. Jo? kau mau kemana?"
    
"Mau ke-"
    
"Krekk...!" pintu terbuka, semua yg ada di dalam kuil segera menoleh ke arah pintu masuk.
    
"Ma..maaf" ucap nya hendak pergi namun segera di tahan oleh pertanyaan dari Louis.
    
"Kau ingin memberikan minuman kepada saudara mu? aku pikir dia kehausan" seru Louis melirik Laskar.
    
"Yah..!" jawab Elga mantap
    
"Tapi aku tidak haus" sambar Laskar tak peduli.
     
Elga hanya diam saja, menatap Laskar sekilas, tapi setelah itu segera berjalan menuju ke arah Gei. "Ini, kau pasti haus" tawar Elga tersenyum
    
"Terimakasih"
    
"Kau sedang marah?" heran Elga yg melihat ekspresi Gei yg datar, padahal baru tadi pagi mereka tersenyum bersama.
    
"Hmm..aku tidak akan membacanya lagi kalau begitu"
    
"Tidak, bukan karena itu, tapi karena hal lain, kau kembali saja dan istirahat, besok kita akan pergi"
     
Elga mengangguk, menunduk sedikit ke arah Mr. Carius untuk berpamitan lalu pergi.
    
"Kau pikir, hanya kau saudara nya" sindir Revan menatap Laskar datar, Laskar sendiri masih melongo, bukan hanya dia saja, bahkan Xavier, Louis dan Mr. Carius juga heran.
    
"Maksud mu saudara?"
    
"Saudara kandung?" lanjut Louis bertanya
     
Gei terdiam, "Mungkin?" jawab Gei kembali lagi menyapu dengan ekspresi datar.
    
"Saudara yg bagaimana?" pelik Laskar menatap Revan dan Caven yg nampak biasa-biasa saja.
    
"Jangan bertanya lagi, aku saja tidak di jawab, apalagi kau" ketus Revan tak peduli.
    
"Jadi karena itu kalian mengikuti nya dari tadi?" tanya Xavier membuka suara
     
Keduanya mengangguk, sama-sama melirik ke arah Gei yg sama sekali tidak peduli dengan apapun.
   
                             ***

     
Jendela mulai terbuka, sedari tadi Vania terus mendengar suara grasak-grusuk di taman, setelah dia membuka jendela, namun tak menemukan apapun.
    
"Surat lagi?" gumam nya mendapati sebuah surat tergeletak di dekat jendela.

     
BERIKAN JAWABAN MU SEKARANG
    
GA

    
Hanya itu kaliman yg tertulis di kertas tersebut, Vania mencoba tenang, dia sudah takut, di pikiran nya hayalah, pasti ini ulah gadis iblis itu, siapa lagi kalau bukan Gei.
     
Karena hanya melihat inisial nama di sudut kertas itu pasti Geinero Aurora
    
"Kau sudah menemukan jawaban nya?"
    
"Ehhh?"
    
"Ahkkk-mmbbb...!" mulut Vania segera tertutup, dia tak akan mengeluarkan suara teriakan karena melihat gadis iblis itu muncul di belakang nya dengan menggunakan jubah hitam, "Bagaimana kau bisa masuk ke kamar ku?" pekik nya segera bangkit
   
Gei menatap datar, "Aku hanya menunggu jawaban Ya dan Tidak" balas Gei dingin tak lupa memasang warna ungu pada pupil nya.
    
"Kalau tidak bagaimana, kalau ya bagaimana?" tanya Vania gemetar.
    
"Kalau Ya, putra mu akan menjadi raja, di samping itu kau akan menjadi budak ku, kalau tidak, aku akan pergi, tapi setelah itu, mungkin putra atau putri mu akan mati besok"
    
"Tidak...jangan, jangan sentuh kedua anakku" pekik nya refleks
    
"Sebenarnya apa mau mu?"
     
Gei menatap Vania dari atas sampai bawah, "Aku butuh jiwa seseorang yg memiliki elemen terkuat, dan salah satu nya adalah putra mu, jika kau tidak mau, pilihan kedua adalah mencari anak dari istri pertama raja, karena sama saja, kekuatan raja akan menurun pada anak nya"
    
"Ba..baiklah, aku akan menuruti perintah mu, tapi tolong jangan menyakiti putra dan putri ku" mohon nya dengan tubuh berlutut.
    
Gei menatap wanita ini dengan tatapan heran, ini seperti bukan Vania si ular medusa yg dia tau, ular medusa yg dia tau sesuai penjelasan ibu nya adalah wanita licik yg akan melakukan segala hal untuk kesenangan nya sendiri.
   
"Baiklah perintah pertama, kau berani membunuh dirimu sendiri?"
    
"Apaaaa?" Vania sontak berdiri kaget
     
Gei mengeluarkan senyum miring nya, respon yg begitu cepat, dengan tatapan tajam dan melotot, tidak terima, tidak menunjukkan ketakutan, bisa di simpulkan bahwa wanita ini tengah menyusun rencana untuk mengetahui siapa sebenarnya dirinya. Kemungkinan kedua, dia ingin mengambil keuntungan disisi ini.
    
"Aku memberimu satu informasi, jangan memberitahu ini pada orang lain, karna kalau tidak, aku tidak akan memaafkan mu"
     
Vania mengangguk, "Istri pertama raja dan putra nya berada di dunia manusia"
     
Kedua mata Vania melotot, "Ka..kau tidak sedang bercanda?"
    
"Dia sudah berusia 16 tahun, di umur 18 tahun, potensi nya akan meningkat, keturunan dari raja klan selalu memiliki potensi besar, apalagi anak itu memiliki semua elemen di tubuh nya, jika dia datang ke sini lagi, maka raja dengan mudah akan dia kalah kan, apalagi putra mu, dia akan merebut apa yg sudah menjadi hak nya sejak dulu" papar Gei dengan tatapan tajam.
     
Sambil berjalan kesana kemari, Gei tersenyum miring, matanya tak sengaja menangkap ular medusa itu tengah meraih sebuah pisau di atas meja.
     
Yg benar saja, apa dia ingin menusuk nya dari belakang?
    
"Brak...!"
    
"Ahk...!" Vania meringis saat tangan nya di tepis kasar dengan menggunakan aura es membuat tangan nya hampir membeku.
     
Tatapan Gei berubah menjadi tajam, "Kau ingin membunuh ku? kau punya otak? kalau saja aku sedang marah hari ini, akan ku robek mulut mu" gertak Gei dengan suara menggema
    
"Ma..maaf aku..aku" Vania segera terhuyung jatuh ke bawah karena takut.
     
Pintu terbuka tiba-tiba, Vania melihat secercah harapan, dia berhasil, dia berhasil, Gei masuk dalam perangkap nya.
     
Castor berdiri di ambang pintu menatap istrinya yg bersujud di lantai dengan tatapan aneh.   
     
Gei menoleh ke belakang, ekspresi nya masih sama,
   
"Sedang apa kau?" tanya Castor
     
Vania melongo, dia melihat Castor melalui Gei, seakan tak melihat anak itu?
    
Gei tersenyum miring, berkat jubah hitam ini, dia tidak akan terlihat. Ini adalah jubah pemberian kakek andalan nya.
     
Gei mendekat tepat berdiri di sebelah Castor, tersenyum remeh sambil mengeluarkan sebuah pisau kecil dari kantong nya, dan menodongkan pisau itu ke leher Castor, jelas pisau itu hanya ilusi saja.
    
"Ti..tidak, awas" teriak Vania histeris
     
Gei tersenyum, "Jangan berisik, ini yg kau mau? dia cepat mati agar kau menguasai klan Demon!!" ungkap Gei
    
"Kau kenapa?" tanya Castor sekali lagi.
    
Vania ingin berhamburan memeluk Castor namun tak sampai, tubuh nya berhenti karena pisau itu sudah mengarah pada leher nya.
    
"Jangan dekat dengan nya, dia bisa mempengaruhi mu, aku curiga kau akan mengadu padanya"
     
Vania menggeleng cepat,
    
"Tidak..tidak..aku mohon, aku tidak akan membantah" mohon Vania mengatupkan kedua tangan nya.
     
Gei mengangguk, "Baiklah" Gei menghilangkan pisau nya, "Jika kau tidak tau, aku bisa membunuh nya kapan pun aku mau, lalu bagaimana dengan putramu, hanya sebuah kotoran yg menempel di sepatuku, jadi jangan berani untuk melawan ku, apalgi membantah" peringat Gei dengan santai membuka pintu dan menutup nya lalu keluar.    
     
Dia bisa berjalan santai tanpa ada yg bisa melihat nya, dan dia tak peduli. Kakek nya sudah menunggu di taman, sebenarnya mereka sudah merencanakan ini, Mr. Carius akan membuat suara ribut di luar, memungkinkan Gei untuk masuk tanpa suara dan berdiri tepat di belakang wanita itu.
     
Sebelum nya surat itu sudah ada sebelum Gei masuk, karena di selipkan dari bawah jendela.
     
Mr. Carius sudah memikirkan semua kemungkinan yg bisa terjadi, hingga dia memberikan Gei jubah itu, agar jika seseorang tiba-tiba masuk, Gei tidak perlu khawatir.
  

QUEEN IMMORTAL WORLDOnde as histórias ganham vida. Descobre agora