𝟎𝟕𝟒. tanaka - contrast

3.5K 489 29
                                    

KONTRAS, itulah kata yang cocok untuk menggambarkan kepribadian Tanaka dengan teman kecilnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

KONTRAS, itulah kata yang cocok untuk menggambarkan kepribadian Tanaka dengan teman kecilnya. Tanaka yang tidak mempunyai semangat hidup, sangat berbeda dengan [Name] yang hiperaktif.

"Tanaka!!" Mendengar teriakan yang memanggil namanya, laki-laki itu justru dengan sengaja menulikan telinganya. Tanaka terus melangkahkan kaki jenjangnya tanpa memperdulikan hal di belakangnya.

"Kau tidak mau membantu ku, hah?!" teriaknya sekali lagi. Memiliki teman yang sama sekali tidak bisa di andalkan seperti Tanaka membuat [Name] sering merasa frustasi.

"Aku tidak mungkin berjalan setengah meter ke belakang hanya untuk menolongmu," ucap Tanaka, kemudian kembali melanjutkan perjalanannya menuju rumah.

[Name] yang sudah frustasi karena mau melompat seribu kalipun, ia tidak akan berhasil meraih lembar kertas dari atas pohon, akhirnya merelakan lembar kertas dengan nilai 100 itu dan berlari menyusul Tanaka.

Niat hati ingin pamer nilai, tetapi ujung-ujungnya justru kertas miliknya terbang terbawa angin hingga tersangkut di pohon. Memang benar; tidak boleh pamer!

Tanpa meminta izin lebih dulu, [Name] langsung mengambil tas Tanaka dan berjalan seolah tidak terjadi apa-apa. Tanaka yang selalu pulang bersama Ohta pasti tidak terbiasa berjalan pulang sendiri, apalagi membawa beban berupa tas. Sayang sekali, laki-laki jangkung itu tidak berangkat sekolah hari ini.

Tetapi disisi lain [Name] merasa senang, sebab sudah lama ia tidak jalan berdua dengan teman kecil pemalasnya itu.

"[Name], aku—" Tanaka memotong ucapannya karena merasa tidak enak hati, atau mungkin terlalu malas berbicara?

[Name] memiringkan kepalanya. Dengan kondisi Tanaka saat ini—tatapan mata sayup-sayup, tangan kanan yang diletakkan di leher, juga bibirnya yang terlihat kering, sudah di pastikan laki-laki itu sedang di landa kehausan.

"Tunggu sebentar!"

Melihat gadis itu yang langsung berlari ke Jepangmaret di seberang jalan membuat Tanaka sedikit merasa bersalah. Padahal saat [Name] meminta tolong tadi, ia justru bersikap acuh. Ah—andai saja ia tidak mempunyai sifat pemalas yang mendarah daging.

Setelah mengulurkan satu minuman kaleng, [Name] kembali melangkahkan kaki jenjangnya menapak jalanan sepi di tepian kota. Sesekali, gadis itu mencuri pandang ekspresi lesu laki-laki yang berjalan di sampingnya.

"Sepertinya menyenangkan jika kau menggendongku," celetuk Tanaka tanpa mengalihkan arah pandangnya. Padahal beberapa menit lalu ia merasa sedikit bersalah juga tidak berguna, tetapi kenapa sekarang seperti itu?

[Name] menjentikkan jari telunjuknya tepat di dahi Tanaka. "Seharusnya kau yang menggendongku." Benar, seharusnya Tanaka yang menggendong [Name], mengingat jika gadis itu sempat terkilir saat pelajaran olahraga pagi tadi.

Tanaka mengambil tas miliknya dari tangan [Name]. "Aku tidak mungkin kuat mengangkat tubuhmu."

[Name] mendengus kesal. Padahal ia yakin jika berat badannya tidak lebih dari empat puluh lima. Tetapi ia harus bersabar, bagaimanapun manusia di sampingnya itu adalah seorang Tanaka.

"[Name]?" panggil Tanaka membuat gadis itu menoleh ke arahnya. "Aku belum mencatat—"

"Nanti aku ke apartemen mu," potong [Name]. Pelajaran siang tadi lebih banyak dihabiskan untuk mencatat materi, tentu saja gadis itu tahu seribu persen jika Tanaka belum mencatatnya.

Karena apartemen keduanya bersebelahan, [Name] memutuskan untuk langsung ke apartemen Tanaka tanpa pulang lebih dulu. Toh, di apartemennya juga tidak ada orang yang perlu dimintai izin.

"Aku akan mengambil minum." Melihat Tanaka yang berjalan ke dapur, [Name] dengan segera menahan pergelangan tangannya. Akan merepotkan jika Tanaka tiba-tiba tertidur saat membawa segelas air.

"Bagian mana yang belum kau catat?" tanya [Name], walaupun sebenarnya ia tahu jika Tanaka belum mencatat sama sekali. "Kalau soal matematika pagi tadi, soal nomor berapa yang belum kau pahami?" Mendadak gadis itu menjadi guru les privat.

"Jika ku jawab semuanya, apa kau—" Tanaka menatap ngeri gadis di depannya. Ia menghela nafas panjang, kemudian menunjuk asal-asalan nomor yang ada pada lembar kertas soal matematika. Toh, paham satu soal juga sudah termasuk hal membanggakan bagi dirinya. "Ini."

Ketika gadis itu sibuk menjelaskan, Tanaka justru berpikir hal konyol. "Bagaimana jika kita bertukar otak saja? dengan hal itu, kau tidak perlu repot-repot mengajariku lagi."

Tangan [Name] reflek langsung memukul lengan Tanaka hingga membuat sang empu mengaduh.

Selesai menjelaskan, [Name] mengamati Tanaka yang tengah mengerjakan satu persatu soal matematika nya. Tetapi entah kenapa, lama-kelamaan ia benar-benar mengantuk. Apakah karena sejak pagi bersama Tanaka, rasa malas hidup itu pindah ke tubuhnya?

"Aku juga tidak paham yang ini." Tanaka menunjuk soal nomor sebelas. Karena tidak mendapat sahutan dari lawan bicara, Tanaka menolehkan kepala dan mendapati gadis itu tengah tertidur dengan damai nya.

"Aku pulang, onii—" Apakah Rino tidak salah lihat? Kakaknya yang merupakan manusia super malas tengah mencoba meletakkan kepala seorang gadis di pahanya dengan perlahan?

Melihat adik perempuannya pulang, Tanaka langsung meletakkan jari telunjuk di bibirnya dengan maksud agar Rino tidak membuat suara bising yang mampu mengganggu tidur [Name].

Rino mengacungkan ibu jari nya, kemudian berjalan hati-hati ke kamarnya dan berusaha tidak menimbulkan derap langkah kaki. Diam-diam ia menyunggingkan senyum mengingat interaksi antara sang kakak dengan [Name] beberapa detik lalu.

Walaupun awalnya merasa ragu, tetapi akhirnya Tanaka memberanikan diri untuk menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah cantik [Name] ke belakang telinga, kemudian mengelus pucuk kepalanya.

"Jatuh cinta itu merepotkan, tapi jika denganmu..."

---
Tanaka-kun wa Itsumo Kedaruge © Nozomi Uda
26/12/2021

𝐀𝐍𝐈𝐌𝐄 𝐗 𝐑𝐄𝐀𝐃𝐄𝐑 !! Where stories live. Discover now