Back off

297 40 2
                                    

AUTHOR'S POV.

Namjoon mondar-mandir di depan ruang operasi. Ara dibawa masuk ke dalam ruangan operasi bersama dengan baby Bobby. Appa dan eomma Jin Hyung yang tak lagi saling bicara, hanya bisa menunggu sama sepertiku.

Namjoon hanya bertanya-tanya dalam hati, apa yang terjadi di dalam sana hingga Ara dan Bobby dibawa masuk.

Di saat perasaannya tak tentu itulah ponsel di sakunya berdering. Tony menelponnya.

"Bro, kamu harus cepat berangkat ke Nepal. Kalau mengikuti jadwal kita yang biasa maka kita akan berhadapan dengan cuaca yang buruk jadi kita harus memajukannya.  Himalayan experience di Nepal menyarankan kita secepatnya persiapan lalu naik secepatnya karena kalau tidak, maka summit' ke 7 kita akan tertunda untuk waktu yang lama"

Ya Tuhan, ini lagi. Kenapa harus secepat ini ??

"Okey......Tony beri aku waktu sampai besok"

"Okey. Bro are you okay ??"

"Yeah i'm okay. Kenapa kau bertanya begitu ??"

"Tidak apa-apa, kamu hanya....terdengar sedang bingung"

Iya aku sedang bingung Tony. Bingung dan tak tahu harus berbicara dengan siapa.

"Tidak, aku baik-baik saja Tony. Besok aku akan menelponmu"

"Okey bro, kita ketemu secepatnya di Kathmandu okay ??"

"Okay"

"Hei dude !!semangat lah !! Sebentar lagi kita akan bersenang-senang di puncak Everest''

"Yeah !!"

Saat menutup telpon dari Tony maka Namjoon melihat seorang dokter yang memakai seragam keluar dari ruangan dan langsung diserbu oleh apa dan eomma Jin Hyung.

"Dokter....ba-bagiamana anak saya ??"

"Terlambat lima menit saja maka akan sangat fatal...."

Jin Hyung selamat ?? Pertanyaan itu berpendar di dalam hati seorang Namjoon.

"...untung saja ada yang sigap menolongnya. Beliau bisa diselamatkan..."

Wajah Namjoon otomatis seperti ada aliran darah lagi. Kembali memerah. Bahagia. Hanya ini yang dia inginkan saat ini. Jin Hyung nya selamat, hanya itu doa terpanjang  yang dia minta. Dan mendengar berita bahagia itu dadanya yang rasanya sesak menjadi longgar kembali namun kembali sesak mengingat bahwa ia tak boleh berharap bisa berada di dekat orang-orang yang disayanginya, terutama Jin hyungnya.

"...tapi maaf sementara biarkan dia istirahat dahulu, dia juga masih dalam pengaruh bius juga. Tadi hanya menyebut-nyebut istri dan anaknya makanya kami memperbolehkan anak dan istrinya masuk dulu. Tapi maaf sepenuhnya beliau belum sadar. Jadi tolong hindarkan pada hal-hal yang menjadi pemicu niatnya bunuh diri karena tuan Seokjin kejiwaannya belum stabil jadi mohon kesadarannya..."

Dari jauh Namjoon mendengar semuanya. Bahwa dia orang yang sangat tidak dibutuhkan disini.

Tapi perasaannya lega tak terperi di dalam hatinya. Hanya itu yang ingin di dengarnya saat ini. Jin Hyung nya terselamatkan. Walaupun sakit ketika dokter menyebutkan hal yang membuat pemicu niat bunuh dirinya harus dijauhkan darinya.

Itu dirinya. Namjoon. Dia yang harus dijauhkan dari Seokjin. Kekasih hatinya.

Dengan langkah lunglai dan hati hancur, Seokjin keluar dari ruang tunggu. Dia tak boleh egois. Dia harus mengikuti semua yang dianjurkan dokter untuk kebaikan orang yang dikasihinya itu.

"Mr Giant.....!!"

Tiba-tiba Namjoon mendengar seseorang memanggil dari belakang tubuhnya. Dengan cepat dia berbalik untuk mendapati appa dari Seokjin.

"Iya abonim ??''

"Mau kemana ??"

"Saya...saya...entah saya mau kemana....sepertinya saya tidak dibutuhkan disini..."

Namjoon terlihat lelah sekali. Dengan frustasi tangan kanannya terangkat untuk menekan-nekan pelipisnya.

Dan rupanya pria yang lebih tua darinya di depannya itu memahami apa yang dirasakan oleh Namjoon.

"Mr Giant, kamu harus memahami keadaan ini...."

Dengan dua tangan yang dimasukkan dalam sakunya. Pria di depan Namjoon itu berusaha memberi pengertian pada Namjoon. Jika itu pria lainnya mungkin tak akan berlelah-lelah menjelaskan semuanya karena orang yang paham masalah ini juga akan paham bahwa akar dari masalah ini ada pada sosok Namjoon.

Tapi pria di depannya ini rupanya punya sikap yang berbeda. Hal itu membuat Namjoon semakin hormat padanya.

"Saya paham abonim. Sangat paham. Saya lah akar dari masalah ini. Saya sangat merasa bersalah pada semuanya. Jin Hyung, Ara, baby Bobby....saya...saya..."

Sekali lagi pria itu mengangguk.

"Appa juga belum bertemu dengan Jinnie. Berharap semoga dia baik-baik saja, bukan hanya saat ini tapi ke depannya. Appa tidak bisa mutuskan bagaimana kalian ke depannya. Kalian sendiri yang harus memutuskan. Untuk sementara....mari kita menyadari posisi masing-masing dan melakukan yang terbaik buat semua. Tak akan mudah....tapi kita semua harus mencoba..."

Namjoon sangat paham apa yang dimaksud oleh appa Seokjin.

"Abonim....yang terpenting Hyung selamat itu sudah cukup bagi saya. Apapun...apapun yang dia mau setelah ini akan saya turuti. Jika dia tak menginginkan saya lagi, saya akan pergi. Saya sadar saya tak cukup pantas untuk dirinya lagi. Sementara Ara dan baby Bobby....jika Hyung menginginkan mereka tetap menjadi miliknya...saya...saya juga tak akan keberatan...."

Appa Seokjin terus memandangi pemuda di depannya dengan perasaan tak menentu. Dia sadar bahwa anak seumuran Namjoon seharusnya belum saatnya masuk pada dunia yang kacau seperti ini. Dulu dia pernah membiarkan putranya bertarung sendirian menghadapi kejamnya keluarga yang broken home. Tapi melihat seorang Namjoon, pemuda yang terlahir sebagai pemimpin tapi harus menghadapi ini sendirian rasanya dia tak terima. Pemuda penakluk puncak-puncak gunung dan sebentar lagi akan menjadi World Seven summiteer itu terlihat sendirian dan kesepian.

"Mr Giant....apapun itu, setelah ini...lanjutkan hidupmu. Kamu anak baik maka teruslah seperti itu. Jadilah kebanggaan keluarga dan lebih berhati-hati lah setelah ini...."

Tak ada kata yang lebih menenangkan dan menyejukkan hatinya daripada kata yang keluar dari appa Seokjin. Air mata yang ditahannya sejak tadi menetes tak terasa.

"Appa....saya tak pantas lagi menggunakan uang Jin Hyung kemudian dibanggakan negara saya serta dielukan banyak orang sebagai world seven summiteer. Saya pantas membunuh mimpi saya sendiri selama ini..."

"Apa maksudmu ??"

"Lebih baik saya mundur dari ekspedisi ini...."

                          *****

Dear Namjoon...Onde as histórias ganham vida. Descobre agora