Dear Namjoon...

760 65 5
                                    

SEOKJIN'S POV.

Pasti dia mengira aku tak tahu dia ada dimana.

Dimana, jam berapa dan bersama siapa, aku tahu semuanya.

Dia tidur berpindah-pindah dirumah teman-temannya. Ditempat beberapa gadis pemujanya. Hebatnya, dia tak pernah kekurangan tempat untuk sembunyi dariku. Padahal aku tahu tapi aku diam.

Kalau menuruti amarahku, aku akan menyeret pemuda itu kembali ke rumah dan bercinta dengannya di depan ibuku langsung. Agar ibu tahu betapa berartinya pemuda itu buatku.

Tapi itu tidak kulakukan, karena aku sadar dia masih muda. Masa depannya masih panjang. Dia berhak menentukan pilihan hidupnya. Mungkin saja sekarang dia berpikir bahwa apa yang kami lakukan salah dan dia memutuskan menghentikan semuanya.

Sudah 2 minggu dia kembali ke apartemennya. Tapi aku tetap meneguhkan hati untuk tidak menemui. Berarti sudah sebulan penuh kami tak bertemu.

3 hari yang lalu aku mengirimi pesan dan sampai saat ini tidak ada tanda-tanda dia membukanya. Saat keluar dari rumah dia mematikan nomornya hingga aku tak bisa menghubungi lagi.

Dia benar-benar keterlaluan padaku. Aku marah, tapi aku juga tak menyalahkan anak itu. Dia masih muda, masalah seperti ini pasti baru baginya. Dan aku memutuskan membiarkannya melarikan diri dulu dariku. Karena aku mencintainya.

Setiap malam aku terbaring susah tidur, mataku penuh dengan bayang-bayang dimpel di pipinya ketika tersenyum. Ketika aku sangat merindukannya aku hanya bisa memandangi Boulder dibelakang rumah. Tapi sekarang, setelah aku pindah ke apartemenku sendiri meninggalkan eomma bersama bibi Sooyun, aku tak bisa melihat Boulder itu lagi.

*****

NAMJOON'S POV.

Tuhaaaan, aku rindu sekali padanya. Bayangan wajahnya selalu bermain dipelupuk mataku. Gadis-gadis itu, kesibukan itu, tebing-tebing itu, tanjakan-tanjakan itu tak bisa lagi membendung perasaan rinduku padanya.

Satu hal yang sangat kusadari sekarang. Aku sudah resmi memasuki dunia baru itu. Dan aku ketakutan sekali. Aku pikir waktu akan mengubur namanya, waktu akan menghapus namanya. Tapi tidak. Tak ada obat mujarab bisa menyembuhkan ku.

Sudah sebulanan aku melepas nomerku yang lama dan tiba-tiba saja aku ingin sekali membukanya.

Dengan tangan gemetar aku memasang kembali nomer itu ke dalam ponselku. Aku gemetar, mengantisipasi apa yang ada di dalam ponselnya.

Banyak sekali pesan masuk. Dan mataku langsung menangkap satu nama yang berada diantara tumpukan pesan yang aku terima.

Embun Pagi.

__ _ _

Dear Namjoon....

Sayang, Hyung tak akan pernah menyalahkanmu kenapa pergi. Hyung memahami itu.

Maafkan Hyung tak ada disampingmu saat kamu sendirian menghadapi eomma.

Hyung sudah tidak dirumah itu lagi. Sekarang Hyung di Galleria Park, lantai 6, no. 702.

Datanglah kalau mau. Kalau tidak juga tidak apa-apa.

Joonie.....

Hyung tidak berniat memaksakan apapun padamu. Lakukanlah yang menurutmu benar.
Jika kamu tak ingin menjadi kekasih Hyung maka jadilah adik Hyung. Kita bisa memperbaiki hubungan kita bersama.

Dear Namjoon....

Tapi jika kamu berniat menghilang dari hidup Hyung.

Menghilanglah.

Tapi pelan-pelan. Jangan sekaligus. Hyung tak akan sanggup menahannya.

Selamat tidur Mr. Adventurer.

I Miss you.

                                    *Hyung*
__ _ _

Sialan !! Sialaaaan !!

Kenapa aku harus membaca pesan darinya sekarang ?? Saat aku memantapkan hatiku untuk tak berhubungan dengannya dulu ??

Ini pesan Jin Hyung 3 hari yang lalu.

Dia mengundangku ke apartemennya. Dan dia tinggal sendirian. Aku juga sendirian disini, kedinginan dan kesepian, sementara ada banyak sekali kehangatan diluar sana tapi aku hanya mendambakan satu kehangatan ditubuhku.

Kehangatan tubuh seorang Kim Seokjin.

Dekapan tangannya yang kuat, tekanan tubuhnya yang kuat, lembutnya perutnya saat kupegang, dan bibirnya, ciumannya. Lembutnya jari-jarinya saat memuja tubuhku.

Dan dia menawarkan aku menjadi adiknya ?? Bisakah ??

Bisakah aku menjadi adiknya setelah beberapa kali aku telah membuatnya terengah-engah dibawahku ??

Kupaksa mataku terpejam. Ragaku lelah setelah seharian sibuk di kampus. Sekarang jiwaku lelah memikirkannya, merindukannya. Lembutnya kulitnya di bawah jari-jariku selalu kuingat. Aku ingat saat kakinya kuangkat  agar membelit pinggangku dengan erat. Dan dia menuruti semua mauku.

Dengan gemas, aku bangkit dari tempat tidur. Ganti baju, memakai jaket dan helm.

Baiklah, aku akan menjemput takdirku. Jika dia adalah takdir ku, maka akan kujalani seberat apapun nantinya.

Tapi jika bukan, aku akan juga menjalaninya.

Tapi aku harus tahu dulu, apakah laki-laki yang lebih tua dariku itu adalah belahan jiwaku yang telah di siapkan Tuhan untukku.

*****

Ragu-ragu aku berdiri di depan pintunya.

Ini sudah tengah malam dan aku berdiri di depan pintu apartemennya. Gugup dan jantung berdegup kencang.

Tanganku seolah tak sanggup memencet bel di depanku.

Tapi kemudian aku ingat sebuah ucapan bahwa 'apa yang kau mau semua ada dalam dirimu'.

Semua keputusan aku yang punya dan aku yang bisa mengendalikannya. Sepenuhnya.

Dan hidup hanya sekali. Buatlah berarti lalu setelah itu mati.

Pria yang  berada di dalam itu yang telah membuat akhir-akhir ini hidupku berarti. Lalu kenapa aku tak mencoba melihatnya sekali lagi ?? Menimbang rasaku....sekali lagi. Mumpung aku masih muda. Hari ini.

Ding dong !!

Tak ada gerakan.

Ding dong !!
_
_

Klik !!

Dia muncul di depanku, dengan segala pesonanya. Dengan kimono handuk, dan rambutnya yg basah.

Dia mandi ditengah malam.

Matanya menatapku dengan teduh, tak ada kemarahan sama sekali.

Lalu aku menjulurkan sesuatu padanya. Sebuah helm.

"Mau naik motor bersamaku ??"

                           *****


Dear Namjoon...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang