O

327 44 4
                                    

NAMJOON'S POV.

Penantian ini sangat panjang. Indikator operasi masih menyala. Kedua tanganku tremor tiada henti, jantungku berdetak tak menentu.

Tak pernah seumur hidupku aku berdoa sepanjang ini untuk orang lain. Baru kali ini, kupanjatkan doa yang teramat panjang agar Tuhan segera mendengarnya. Agar seseorang itu bisa selamat dalam percobaan bunuh dirinya kali ini.

Jin hyung. Aku memang bersalah padanya tapi aku tak bisa memungkiri bahwa aku tetap marah pada tindakan bodohnya kali ini.

Percayalah apapun yang terjadi dalam hidupku. Kebodohan apapun yang kulakukan, aku tak akan sanggup meninggalkannya. Kecuali dia sendiri yang memintanya. Aku hanya ingin dia bahagia. Dia harus tahu itu. Dan seharusnya dia tak perlu melakukan tindakan bodoh ini. Aku mungkin sudah mengecewakannya tapi aku tak pantas dijadikan alasannya untuk mengakhiri hidupnya.

Tapi sekarang dia kembali meregang nyawa. Karena tindakannya sendiri. Mungkin karena aku penyebabnya. Hanya Tuhan yang lebih tahu apakah ini murni salahku atau dia sendiri yang memang tak punya ketahanan diri. Tapi aku tahu aku datang padanya dalam kondisi dia memang seperti ini, labil. Tapi aku sudah berhasil menguatkannya tapi aku juga yang telah membuatnya labil kembali.

P*bo !!!

Lalu apa yang harus kulakukan setelah ini ?? Apa yang akan dipikirkan ya setelah ini tentang aku ??

Lalu bagaimana denganku jika ternyata dia tak bisa diselamatkan ??

Oh tidak. Jangan sampai itu terjadi. Aku tak tahu lagi bagaimana hidupku setelah ini jika sampai dia tak tertolong. Tidak, jangan sampai itu terjadi.

Tuhan. Tolong selamatkan dia. Sekali lagi.

Disudut lain di ruang tunggu ini berdiri perempuan yang telah melahirkan Jin Hyung. Aku sadar seberat apapun masalah mereka berdua selama ini, mereka tetaplah punya ikatan kuat yang tak akan putus oleh apapun. Dan seberat apapun pula masalahku dengan wanita yang telah melahirkan Jin Hyung itu, aku harus mengesampingkan untuk sementara ini. Yang penting dia tak mengusirku dari sini saja itu sudah cukup.

Dan dia tak akan berani mengusirku karena aku juga punya sesuatu agar dia tak mengusirku. Terdengar kurang ajar tapi aku terpaksa melakukannya.

Eomma Jin Hyung bersama dengan pria, sepertinya itu suami barunya. Pria yang sepertinya jauh lebih muda darinya.

Sedangkan aku disini sendirian. Dada berdegup kencang dan tangan Tremor. Perasaanku kacau sekali. Kacau dan kebingungan.

Saat kebingungan itulah aku melihat sosok pria masuk dan berjalan ke arahku.

Appa Jin Hyung.

"Abonim disini ??"

Tiba-tiba saja laki-laki paruh baya yang tinggi dan sangat tampan ini sudah ada di depanku.

Dengan tubuh bergetar dan tangan yang masih tremor karena shock aku berdiri terkejut.

"Iya...."

Jawaban singkat yang menyayat hatiku dengan dalam. Aku yakin pria ini sudah tahu apa yang terjadi sebenarnya. Maka aku harus bersiap-siap lagi kehilangan simpati dari pria yang aku hormati ini.

Aku tahu akan di caci maki lagi sebentar lagi. Kali ini oleh ayah Jin Hyung.

"Abonim....saya...."

Laki-laki ini sekali lagi hanya diam. Aku tahu dia terluka sama sepertiku.

"Abonim, maafkan saya...saya penyebab semua ini...Hyung tak akan melakukan ini kalau bukan karena saya...."

"Sudahlah...mungkin ini bukan salahmu...atau salah salah siapapun...tapi bisa jadi ini salahku..sebagai orang tuanya..."

Appa Jin Hyung terduduk di kursi sambil menunduk

"Oh abonim...."

Aku menuntun pria ini kearah kursi panjang yang aku duduki.

"Duduklah abonim. Marahilah saya kalau anda ingin marah. Saya akan terima semuanya"

Appa Jin Hyung memandangiku tanpa berkedip. Lalu dia menggelengkan kepala.

"Kalian ini....aahh appa tidak paham lagi harus bagaimana pada kalian...."

"Abonim..."

"Sudahlah. Lain kali saja kita bicara lagi. Sekarang fokus saja pada Jinnie"

Aku tahu pria ini sudah tahu semuanya. Pasti dia tahu bagaimana brengseknya aku hingga membuat putranya seperti ini.

Lalu kami berdua terdiam terpaku di tempat duduk masing-masing. Sampai akhirnya eomma jin Hyung melihat kehadiran appa Jin Hyung dan wanita itu langsung menghampiri kami berdua.

*****

"Kami butuh darah AB, segera karena persediaan darah sedang kosong"

Itu kata pertama yang keluar dari seorang suster. Hanya itu.

Artinya, Jin Hyung masih bisa tertolong. Dia hanya butuh darah AB. Maka dengan cepat aku mengontak teman-teman di kampus dan dalam waktu singkat aku mendapatkan 15 orang dengan golongan darah yang sama. Padahal cuma butuh 2-3 kantong darah. Tapi dengan memaksa ke lima belas temanku memaksa untuk standby diambil darahnya untuk Jin Hyung.

Dalam 10 menit kemudian ke lima belas temanku sudah dalam proses pengambilan darah. Dan hal itu membuat kekhawatiran ku berkurang. Setidaknya ketika Jin Hyung butuh darah maka darahnya ready.

Tuhaaaann, kenapa penantian ini panjang sekali ??

Ditengah penantian dan doaku yang panjang ini, tiba-tiba saja Ara muncul di rumah sakit. Bersama bayiku dalam gendongan pengasuhnya.

Wajah Ara terlihat pias dan pucat. Berlari-lari ke arahku. Lalu tiba-tiba berhenti ketika sudah berjarak sekian meter dariku dan appa Jin Hyung.

Aku ingin sekali memeluknya dan menenangkannya. Aku tahu kebingungan yang dia rasakan.

Aku tahu dia juga ingin memelukku tapi tiba-tiba teringat dengan posisi kami berdua.

"Appa......."

Akhirnya dia hanya bisa mengalihkan perhatian pada pria disebelahku. Tapi seperti dugaan ku, sikap appa Jin Hyung tak sehangat dulu. Dia tak terlihat menolak tapi juga tak berusaha hangat atau dekat seperti kemarin-kemarin.

"Ara yah....Bobby baik-baik saja kan ??"

Tanyanya pelan sambil menoleh pada 'cucu'nya.

"I-iya dia sedang tidur appa"

Aku benar-benar tak ditoleh lagi oleh Ara. Aku paham sikapnya sekarang tidak dalam kondisi untuk bisa dekat denganku.

"Bagaimana keadaan Joonie ?? Appa, apa sudah ada kabar dari dokter"

''Belum, hanya saja sekarang dia butuh darah AB...."

"Appa golongan darahku AB...ambillah darahku sebanyak yang tuan Seokjin butuhkan...."

Dengan langkah panjang Ara mendekati appa dan langsung memegang tangannya. Ara tampak bahagia mengetahui Jin Hyung butuh darah yang sama dengan darahnya.

"Jinnie dan kamu golongan darahnya sama, lalu golongan darah baby Bobby O bukan ??"

Tanya appa lagi.

O ?? Golongan darah baby Bobby O ??Itu berarti sama dengan golongan darahku. Dan aku baru mengetahuinya sekarang. Dan itu seperti menyentil hatiku. Ingin rasanya aku menghampiri bayi yang sedang tidur itu tapi aku tak bisa melakukannya untuk saat ini.

"Itu sama dengan golongan darah saya abonim"

Jawabku pelan.

Golongan darah yang dipercaya punya sifat alami sebagai pemimpin dan punya kepercayaan diri tinggi.

"Okey, itu tidak aneh"

Jawab appa jin Hyung setengah bergumam.

Gumaman itu bertepatan dengan lampu indikator operasi mati lalu keluarlah seorang suster. Dan debaran jantungku semakin menjadi.

"Maaf, apa istri tuan Seokjin disini ??"

                          *****

Dear Namjoon...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang