Sepertinya peringatan dr. Brown benar-benar mempengaruhinya, karena saat melakukan semua gerakan itu, rona wajahnya memerah tanpa bisa dicegah. Ia benar-benar merasa ada yang mengawasinya. Namun beberapa jeda setelah ia menenggelamkan tubuhnya ke dalam air, sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman puas.

Sepertinya memang hanya bualan.

Akibat kegiatan malam itu, Elsie terlambat menghadap Julius. Pria pendiam itu sudah menunggunya, Lucunya tak terlukis raut kesal di wajahnya. Pria itu memang hampir tidak pernah menunjukkan ekspresi.

Elsie menerima telefon genggam darinya. Seperti biasa, ia akan mengawali selayaknya sebuah panggilan normal sebelum akhirnya berpanjang lebar.

"Halo..," Tak pernah ada yang menggubris sapaannya itu selama ini.

Tetapi seketika Elsie harus menjauhkan telefon. Suara melengking dr. Brown di seberang telefon sungguh menyakiti pendengarannya.

"Apa kau gila?! Mengapa kau tak mendengarkanku?!"

Ketika pria itu sedang sibuk memaki, Elsie mendengar suara vokal lain melebur diantara suara dr.Brown. Sebuah tawa asing itu melintas samar di pendengarannya. Elsie sendiri masih bingung mencerna semuanya.

Rupanya waktu tidak berhasil merubah karakter dr. Brown. Dia memang tidak akan bercanda untuk hal-hal demikian. Seperti yang dikenal Elsie selama ini.

Malam itu ketika Ia sadar bahwa dirinya dan Naya sungguh diawasi, ia merasa bersyukur. Sejak awal merawat Naya, ia selalu mengindahkan ucapan dr. Brown meski tak cukup yakin atas kebenarannya. Ia selalu menyalin pakaian dibalik pintu dan mengajarkan hal serupa kepada Naya.

Setelah kejadian malam itu, Elsie sempat mempertanyakan.

"Naya.. apa menurutmu kita ini diawasi?"

"Mungkin saja.." Gadis itu menjawab begitu santai.

"Bagaimana mungkin? Aku sudah memeriksa semuanya dan tak menemukan apapun."

"Apa kau juga memeriksa lampu?"

Oh sial.. Bagaimana mungkin Elsie tak terfikirkan hal itu. Lagipula, langit-langit rumah memang bukan sesuatu yang bisa ia raih dengan mudah.

Dan saat itu Elsie juga menyadari. Bukan hanya rumahnya yang menyimpan banyak rahasia, Naya juga seolah-olah menutupi sesuatu.

Elsie ingin tahu.. bagaimana dia bisa menjadi seorang tawanan di rumah itu? kejahatan apa yang pernah Naya lakukan sampai-sampai ia menerima hukuman pengasingan seperti ini? ada hubungan apa antara Naya dengan dr. Brown? Dimana mereka berada? dan mungkin masih ada seribu macam pertanyaan lain.

Berhubung Elsie sudah sepenuhnya sadar, bahwa tembok-tembok rumah itu punya mata dan telinga. Ia pun belajar bersiasat. Ia tak bisa menginterogasi Naya sesukanya.

Oleh karenanya, hari ini akan menjadi hari yang cukup istimewa. Elsie berniat memanfaatkan hari ini sebaik-baiknya.

Usai mandi, dia langsung mengajak Naya sarapan. Setelah itu, keduanya mengarah ke bagian taman belakang rumah. Julius mengekori keduanya dengan menggendong sebuah maneken wanita tanpa kepala. Maneken itu mengenakan sebuah gaun putih panjang sehingga ketika meletakkannya di tanah pun Julius begitu berhati-hati.

Hari ini, untuk pertama kalinya mereka diizinkan melakukan kegiatan di luar rumah. Elsie berhasil meyakinkan dr. Brown dengan mudah untuk melakukan pemotretan di luar rumah.

Elsie tak punya bakat fotografi, pun begitu halnya dengan Naya. Tapi ia berlagak layaknya seorang professional saat pengambilan gambar. Tubuhnya memasang ancang-ancang dengan begitu meyakinkan. Naya menghampirinya setelah beberapa kali jepretan.

"Backlight.."

"Kalau begitu kau saja."

"Tapi kau masih jauh lebih baik dariku. Kau saja.." Ujar Naya mendorong camera itu dengan cengiran lebar.

Sejak awal menceritakan kegiatannya dengan Naya dalam merancang busana, dr. Brown mendukung penuh. Bahkan saat Elsie menunjukkan hal itu lebih serius dan menanyakan pendapat dr. Brown untuk menjual gaun itu melalui e-Commerce, dr. Brown berinisiatif menyumbang camera untuk hasil yang terbaik. Ia juga memasok apapun yang mereka butuhkan—Maneken, alat-alat menjahit sampai lusinan tissue toilet.

Elsie melirik sepintas kearah Julius yang tengah mengamati mereka dalam jarak aman.

"Naya... Apa kau punya hubungan khusus dengan Eric?"

"maksudmu dr. Brown?"

Elsie pun mengamininya dengan anggukan.

Kemudian Naya menjawabnya dengan gelengan. "Dia dokter kenalan pemilik tempat ini."

"Lalu hubunganmu dengan pemilik tempat ini?"

Wajah Naya tampak diliputi keraguan. Elsie memutar otak untuk meyakinkannya dengan mengatakan. "Apa kau sadar tidak ada yang mengawasi kita? Kita bisa berbicara mengenai apapun tanpa khawatir. Kita sedang diluar rumah.."

Selama semenit Naya menimbang untuk menjawabnya.

"Dia suamiku."

"Aku tak pernah melihatnya, kau bahkan tidak sekalipun terlihat pernah menghubunginya. Memangnya dia berada dimana?"

Naya kembali menatap Elsie penuh selidik. "Kau sungguh bertanya? Apa kau benar-benar tidak tahu? Bukan kah kau disini atas perintahnya?"

Jangankan Elsie. Sampai detik inipun Naya memang tak pernah tahu keberadaan Ken.

"Aku hanya berhubungan dengan dr. Brown, aku tak pernah mengenal suamimu. Pasti dia orang yang sangat berpengaruh ya?"

Naya menyimpulkan dengan cepat. Ken pastilah punya maksud tertentu sehingga sengaja tak pernah menunjukkan dirinya kepada Elsie. Artinya ketika tiba waktunya untuk kembali nanti, Elsie juga pasti sudah dibebastugaskan dari sisinya.

Berbulan-bulan hidup tanpa Ken, bukan hanya penyembuhan yang Naya dapatkan, tetapi juga sebuah rencana baru.

KANAYAWhere stories live. Discover now