66. Penyelidikan Felinette de Terevias (2)

4.3K 865 183
                                    

"Simpatimu tidak akan membantuku mengubah masa lalu atau nasibku."

***

Itu malam yang kacau, Luna dapat menyimpulkannya seperti itu.

Untuk pertama kalinya, Luna melihat rembulan biru itu bersama dengan orang lain selain keluarga Felinette. Setiap tahunnya, mereka memang selalu menyaksikan pemandangan itu bersama-sama. Bisa melihat bagaimana reaksi orang lain ketika menyaksikan pemandangan itu di tengah musim dingin yang membekukan, membuat hati Luna ikut merasa tenang.

Aurorasia tidak terlihat seantusias itu. Matanya mungkin memang memandangi rembulan, tetapi Luna sadar bahwa dia tidak terlalu fokus.

Luna menebak, Aurorasia masih dibayang-bayangi oleh hal yang disampaikan Luna tentang apa yang akan terjadi dengan keluarga Whistler. Aurorasia tidak meminta bukti atas kata-katanya, tetapi gadis itu hanya terdiam sejenak dan mengatakan akan mengawasi keluarga Whistler. Sepertinya, tanpa harus menjelaskan bukti kecurigaannya pun, Aurorasia sudah percaya kepadanya.

Namun, yang menjadi fokus utama hari itu adalah kekacauan yang terjadi di kota. Kelompok Death Wave menyerang secara terang-terangan, untuk yang pertama kalinya.

Pihak kerajaan sendiri baru mengetahui rencana itu di siang hari. Ada kabar bahwa Death Wave akan melakukan penyerangan di dekat area pasar yang ramai. Sebelum mengonfirmasi berita itu lebih dalam, Pangeran Felixence bersiap-siap untuk langsung menuju lokasi untuk berjaga-jaga. Kereta kuda berlambang kerajaan yang mencolok telah disebar di beberapa titik yang dianggap tidak terlalu ramai. Tampaknya rencana itu akhirnya berjalan dengan baik, meskipun tetap ada korban jiwa dalam kejadian ini.

Ada puluhan kepala para pemberontak digantung di gerbang utama kerajaan, memberikan peringatan pada pemberontak lain di luar sana. Luna yakin, memperlihatkan wajah para pemberontak akan memberikan efek kepada anggota keluarga yang masih hidup, salah atau tidak salah. Mereka akan dikucilkan. Menyedihkan.

"Aku tetap merasa bahwa keputusan Kakak untuk turun tangan langsung di lokasi kejadian adalah hal yang salah," ucap Luna dengan tegas.

Memang sudah beberapa hari sejak kejadian itu terjadi, tetapi Luna baru bisa bersitatap muka dengan Pangeran Felixence yang sibuk tak menentu dalam menginvestigasikan kejadian itu lebih dalam.

"Mengapa begitu?" tanya Pangeran Felixence tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas yang tengah diperiksanya.

"Kapan terakhir kali Kakak tidur?" tanya Luna.

Ada kantong mata yang samar di bawah mata amethyst sang pangeran. Cukup jarang ada hal yang membuatnya terganggu sedemikian besar dan itu cukup menjelaskan seberapa besar dedikasi Pangeran Felixence untuk melibatkan diri dalam penyelesaian masalah Death Wave.

"Tadi, sebelum kau datang, aku sudah tidur," balasnya.

"Berapa lama?"

Pangeran Felixence menghela napas, lalu pena bulu di tangannya berhenti bergerak. "Felinette, aku sedang sibuk. Kalau sudah selesai, aku akan mengunjungi istanamu."

"Bukankah informasi tentang organisasi itu sudah cukup? Para wartawan bahkan sudah meringkasnya dengan sangat jelas." Luna mengerutkan keningnya, tidak mengerti mengapa Pangeran Felixence harus bersikap seperti itu. "Apa yang membuatmu terganggu?"

Pangeran Felixence berdiri dari duduknya, lalu pelan-pelan menuntun Luna untuk keluar dari ruang kerjanya. "Aku akan mengantarmu kembali."

"Itu tidak menjawab pertanyaanku."

"Kita bisa bicarakan ini, selama di perjalanan," balas Pangeran Felixence.

Luna tidak punya opsi lain selain menuruti sang pangeran. Mereka keluar ruangan, menelusuri koridor panjang dalam diam, kemudian menaiki kereta kuda yang memang menunggu Putri Felinette di istana Timur.

In Order to Keep THE PRINCESS SurvivesWhere stories live. Discover now