39. Persiapan Felinette de Terevias

5K 1.1K 177
                                    

"Saya ingin melihat senyuman Tuan Putri."

***

Sepanjang perjalanan pulang, Luna lebih banyak diam memperhatikan keluar jendela. Ada beberapa pemuda berkuda putih yang sedang mengiringinya kembali ke Istana Barat. Namun, ada satu di antara mereka tampak lebih muda dan memiliki atribut berbeda di antara yang lain. Mendadak, Luna teringat bahwa lelaki itu yang mengulurkan tangannya agar dapat membantunya naik dan turun dari kereta tadi.

Terence. Sepertinya, Luna memang pernah mendengar namanya. Namun, Luna jelas tidak tahu tentang ksatria pribadinya. Dua tahun menjadi Putri Felinette, Luna tidak pernah tahu bahwa Putri Felinette memiliki ksatria pribadi.

Setelah kereta kudanya sampai di depan Istana Barat yang megah, lelaki itu segera turun dari kudanya, lalu membukakan pintu untuk Luna dan kembali mengulurkan tangan untuk membantunya turun. Terkaan Luna pun mulai mendatangkan jawaban, sepertinya dia adalah Terence, ksatria pribadinya.

"Terence," panggil Luna dengan suara pelan, ketika mereka sedang berjalan masuk ke istana.

Seperti yang telah dipikirkan Luna, lelaki itu langsung menjawabnya dengan sigap, "Ya, Tuan Putri?"

Untungnya, terkaan Luna tidak meleset.

"Aku butuh jadwal terbarumu," ucap Luna yang membuat Terence berkedip bingung.

"Jadwal terbaru?" tanya Terence memastikan. Manik hitamnya tersirat kebingungan yang teramat besar.

Luna bisa menebak alasan kebingungan Terence. Putri Felinette tidak mungkin peduli dengan jadwal orang lain, karena jadwal Putri Felinette setelah ini saja sudah sangat padat dan sibuk. Luna hanya ingin tahu keseharian Terence agar dapat menjaganya dengan benar.

Ada sihir pelindung tingkat tinggi yang mengepungi seluruh Istana di Terevias, yang konon katanya akan mencegah siapapun yang berusaha menyusup diam-diam dengan teleportasi. Penjagaan seluruh sudut gerbang pun dilakukan dengan ketat. Tembok tinggi raksasa dibangun mengelilingi seluruh kawasan istana untuk menghindari penyusup yang berusaha memanjat masuk.

Awalnya, semua itu terdengar begitu aman dan nyaman. Meskipun ada banyak rumor tentang banyaknya kiriman pembunuh bayaran dari luar sana, Luna masih bisa tenang. Nyatanya, hal itulah yang membuat Luna lengah dan membunuhnya.

Sebenarnya, Luna benar-benar tidak ingin mengingat kejadian itu lagi. Namun, dia selalu mendapati mimpi yang sama setiap malamnya; di malam menunggu keputusan dari Kuil Agung ketika badai salju, tepat setelah Pangeran Felixence berjanji akan mengajaknya melihat Winter Moon, tepat setelah Luna berdoa kepada bulan.

Pemuda itu datang dari balkon kamarnya, memakai jubah dan bertudung warna gelap. Matanya merah menyerupai warna darah, menatapnya dengan tatapan yang amat merendahkan.

Sempat terkesima kagum sejenak karena itu pertama kalinya Luna melihat manik bermata merah, Luna langsung tersadarkan bahwa posisinya waktu itu sangat terancam bahaya. 

Semuanya makin menggerikan saat pemuda bermata merah itu mulai menurunkan tudungnya, menampakkan rambut perak yang samar-samar mengikuti warna api di perapian yang redup. Lalu, pemuda itu mengeluarkan pedang yang disembunyikannya dari balik jubahnya.

Di setiap mimpi buruknya, Luna selalu bisa melihat bibir pemuda itu bergerak seolah tengah mengucapkan sesuatu, tetapi Luna selalu gagal mendengarkan perkataannya. Hal itu dikarenakan kacaunya suara badai di luar sana setelah pemuda itu membobol paksa pintunya, yang kemudian membuat api di perapian pelan-pelan padam dan semua cahaya meredup hingga akhirnya gelap total.

"Tuan Putri?" Terence memanggilnya setelah menyadari Luna hanyut dalam pikirannya sendiri.

Luna bahkan tidak menyadari bahwa dirinya telah berjalan cukup jauh dari gerbang masuk. Terence masih mengikutinya, dan mungkin masih menunggu jawaban dari pertanyannya yang tidak dijawab oleh Luna.

In Order to Keep THE PRINCESS SurvivesWhere stories live. Discover now