37. Kembali Menjadi Felinette de Terevias

6.2K 1.3K 190
                                    

"Kumohon, tetaplah bermimpi indah,
walaupun setelah aku pergi."

***

Semuanya berawal ketika akhir musim panas tahun lalu, sewaktu Luna menemukan dirinya terbangun kembali di sebuah ruangan mewah yang familier. Sama seperti malam-malam sebelumnya, Luna juga baru selesai bermimpi buruk.

Kali ini bukan bermimpi sebagai Putri Felinette yang dibunuh oleh seseorang, tetapi Luna memimpikan kematiannya sendiri di tempat tidurnya di rumah sakit, setelah dia berbicara panjang lebar dengan kakaknya.

Luna pun akhirnya tersadar bahwa dirinya ada di dalam kamar megah Tuan Putri Felinette Annelisia de Terevias dan kembali terbangun sebagai Sang Putri naas yang akan menjumpai kematian yang tragis. Orang-orang akan kembali menatapnya dengan tatapan mengasihani betapa malangnya hidup di fisik lemah sakit-sakitan yang bahkan tak bisa menegakan kakinya untuk menopang tubuhnya sendiri. Kali ini pun, dia akan kembali mendapat tatapan itu, sebagai seorang putri yang rendah dan tidak memiliki kekuatan.

Awalnya, Luna kembali mengira bahwa ini adalah Nirvana setelah dirinya beberapa kali telah menghadapi kematian di depan mata. Namun, rasa sakit masih bisa dirasakannya ketika dia mencubit tangannya sendiri, atau mencoba mengeluarkan sedikit suara untuk memastikan bahwa itu memang suara Felinette. 

Lalu, ketika menyadari bahwa itu nyata, Luna langsung merinding ngeri. Luna memeluk tubuhnya sendiri, berharap dapat mencegah tubuhnya mengingat akhir apa yang akan menemuinya.

Satu-satunya hal yang dipikirkan Luna di detik itu hanyalah, aku harus pergi, secepatnya.

Maka di waktu yang sama, Luna beranjak naik dari tempat tidurnya dan langsung berlari keluar dari kamarnya. Luna masih ingat jalan untuk keluar dari Istana Barat. Namun, perjalanan akan mulai panjang setelah dia berhasil keluar dari kastel itu dan berlari menuju tembok perbatasan istana.

Ini kehidupan Putri Felinette. Kemanapun Luna pergi, tidak akan ada seorang pun yang akan mempedulikannya.

"Tu-Tuan Putri mengapa keluar dengan penampilan seperti itu?" Nyonya Taylor--kepala pelayan di Istana Barat--tiba-tiba menegurnya dan menghalanginya untuk menuruni tangga.

Luna tidak menyadarinya, tetapi setelahnya dia langsung menyadari bahwa ada banyak pasang mata pelayan yang sedang memperhatikannya. Namun, di saat itu juga, Luna menyadari sesuatu yang amat fatal. Ekspresi mereka semua tidak menunjukkan ekspresi yang tampak kaget, bukan tatapan aneh merendahkannya.

Luna kembali mengalihkan pandangannya ke arah Nyonya Taylor yang mendekatinya dan membujuknya untuk kembali masuk ke kamarnya.

"Tuan Putri harus bersiap-siap untuk pergi ke Istana Utara. Yang Mulia Raja dan Pangeran Mahkota telah menunggu untuk sarapan. Ayo, Tuan Putri."

Ada tiga hal yang membuat pikiran Luna langsung campur aduk. Pertama, Nyonya Taylor tidak akan mau repot-repot menegurnya karena seingat Luna, wanita tua itu selalu masa bodoh dengan segala tindakan yang dilakukannya. Kedua, pelayan-pelayan di sekitarnya menatapnya segan dan rasanya itu memanglah pertama kalinya Luna melihat mereka seperti itu. Dan ketiga yang paling penting; sarapan bersama di Istana Utara telah dinyatakan jeda untuk beberapa saat sampai keputusan Kuil Agung diumumkan.

Apa yang sebenarnya terjadi di sini?

Meskipun dilanda kebingungan yang berkepanjangan, pada akhirnya Luna memutuskan untuk menurut dan kembali ke kamarnya. Banyak pelayan yang mengikutinya dari belakang, membuat Luna diam-diam merasa risih. Sejauh ingatannya, Putri Felinette tidak pernah diperlakukan dengan hormat seperti itu.

In Order to Keep THE PRINCESS SurvivesWhere stories live. Discover now