E N A M P U L U H S A T U

375 14 0
                                    

Hatimu terlalu baik untuk semua orang, tapi kenapa semuanya selalu melukaimu secara diam-diam.
~Koko~

Hari ini semuanya nampak berubah. Kania yang baru saja kembali lagi untuk bersekolah seakan-akan sekolah ini menjadi berbeda seperti sebelum-belumnya. Entah kenapa hatinya seakan guncah kala mengijakkan kakinya disini.

Tapi ia masuk ke sekolah ada hal yang ingin ia selidiki. Yah dalam beberapa hari ini ia izin untuk tidak sekolah karena ingin memecahkan kasus yang menimpa Marsha. Dalam beberapa minggu ini Kania sudah memiliki beberapa bukti, tapi ada satu orang yang bisa meyakinkan bahwa bukti ini benar adanya.

Di taman belakang sekolah ini lah ia bertemu dengan seorang laki-laki berpawakan tinggi di hadapannya, matanya seakan kontras dengan cahaya matahari yang mengarah ke retinanya. Coklat terang.

"Ada hal yang gue mau bicarain sama lo," ucapnya membuka keheningan saat itu. Laki-laki itu menatap wajah gadis di hadapannya begitu serius.

"Tentang?"

"Marsha." Satu kata yang membuat hatinya seolah ikut hancur dalam ucapannya. Bak sebilah pisau yang pas mengenai jantungnya detik itu juga.

"Gue udah tau Dil, kalau lo udah tau semuanya tentang apa yang Marsha alami beberapa waktu yang lalu," tuturnya membuat laki-laki di hadapannya bungkam seribu bahasa. Ia tidak bisa berkutik, kakinya yang seakan tegak seolah lemas oleh pernyataan.

"Jadi lo-  "

"Iya gue udah tau semuanya. Tentang lo yang selalu jahatin Marsha dan lo juga yang selalu membuat hari-harinya menjadi hancur." Fadil menundukkan kepalanya lemah. Kania menghela nafas panjang, melihatnya seperti ini seakan dia tidak pantas untuk apa yang ia sudah perbuat kepada Marsha.

Sempat ia mengira bahwa bukan dia pelakunya, tapi kenyataan tetaplah kenyataan. Seberapa kita berusaha untuk menolak tetap saja bahwa semuanya sudah berakhir seperti sebelumnya, tidak bisa di ganti hanya bisa untuk di nikmati.

"Gue emang salah. Lo boleh maki gue, caci maki gue, bilang gue jahat atau pun sebagainya buat gue. Dan yah gue yang udah buat hari-hari Marsha di sekolah menjadi hancur, mengejeknya yang nggak-nggak dan selalu membullynya." Fadil menghela nafas panjang, meredam sebuah sakit yang amat mendalam di hatinya beberapa waktu yang lalu. Ia tidak melakukan ini tanpa alasan, jika bukan ibunya Marsha yang membuat perusahaan ayahnya bangkrut ia tidak akan melakukan hal sekeji ini.

"Harusnya gue sadar bahwa apa yang gue lakuin salah, gue tersulut emosi saat itu Kan. Saat tahu bahwa ibu dari Marsha lah yang membuat perusahaan bokap gue menjadi bangkrut. Nyokap gue stress saat tau bahwa bokap mengalami kebangkrutan dan banyak melilit hutang kesana kemari, di situ gue nggak tau lagi harus gimana. Gue cuman bisa sedih saat tau keluarga gue hancur saat itu, disitu gue cuman pengen balas dendam ke orang yang udah buat keluarga gue hancur. Dan saat  gue nggak sengaja bertabrakan dengan Marsha di ruang guru saat itu. Gue tahu yang sebenarnya bahwa Marsha adalah anak dari Devi aruni, orang yang udah buat perusahaan bokap gue menjadi hancur karenanya. Dan saat gue tau dia anak dari Devi aruni gue bertekad untuk balas dendam ke anaknya, dan gue ngelakuin itu buat hancurin kehidupan ibunya bukan ngarah ke Marsha."

Plak...

Satu tamparan keras mengenai pipinya yang tirus, membuat sedikit kepalanya tertoleh ke samping. Fadil memang pantas untuk mendapatkan tamparan, memang dirinya salah. Salah sudah menilai Marsha selama ini.

"Lo tau gara-gara balas dendam lo itu, kehidupan Marsha menjadi hancur nggak punya teman, hidup sendirian. Lo tau nggak itu!" Bentaknya dengan muka yang merah padam menahan emosi. Kania berdecih pelan mengepal kedua tangannya kuat di samping roknya. Kania sedih karena tidak bisa berteman dan mengenal Marsha lebih awal, jika ia berteman dengannya awal itu ia tidak akan pernah membiarkan satu orang pun untuk menyakitinya.

MarshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang