57 : Pembebasan

13.1K 907 42
                                    

Belum hilang rasa cemburunya, Valcano mendapatkan telefon dari nomor tidak dikenal lagi, parahnya orang tersebut mengatakan jika kekasihnya disandera olehnya.

“Udah gue bilang, cewek lo cantik. Gue ajak main boleh lah ya, hahaha,” Tawa Giano yang mengejek itu dapat di dengar oleh Valcano, membuat lelaki itu naik pitam.

“Bangsat!” Maki Valcano. “Lo sentuh cewek gue, lo mati!”

“Waw, takut nih hahaha. Ini salah lo, ngapain lo bawa-bawa Vetunus?”

“Oh, jadi lo kalang kabut sama geng bayaran gue,” kali ini Valcano yang tertawa.

“Hosh, lo mau cewek lo mati ditangan gue? Lo tahu, rambutnya halus banget, pipinya juga. Oh iya, air matanya mungkin bisa satu ember kalau lo nggak kesini.”

Tut.

Valcano segera mengambil jaketnya lalu keluar dari apartemennya.

Di lain sisi, Cilla yang disekap hanya mampu menangis sambil menatap Giano dengan melas. Namun rupanya Giano tidak menggubris tatapan itu. Dia sudah terlanjur dikuasai oleh dendamnya.

“Manis..” Giano mendekati Cilla sambil mengusap rambutnya. “Kalau Valcano nggak datang, lo marah nggak?”

“Gimana kalau Valcano malah mesraan sama cewek lain?” Giano kemudian membuka penutup mulut Cilla.

“Lepasin gue.. Please.. Gue nggak kenal lo siapa,” kata Cilla memohon dengan sesegukan. “Kenapa lo ikat gue kayak gini..”

“Karena lo ceweknya Valcano,” jawab Giano singkat.. Terkesan dingin.

Cilla menundukkan kepalanya. “Kenapa..”

“Kenapa?!” Suara Giano yang berat menjadi meninggi. “Valcano udah punya kesalahan besar sama gue! Suka banget dia cari masalah sama gue, itu sebabnya gue balas perbuatan dia.”

“Lo tahu nggak sih, alasan lo itu nggak masuk akal!”

Giano menarik rambut Cilla dengan kencang hingga membuat gadis itu meringis kesakitan sampai menitikkan air matanya. “Lo mau mulut lo gue gunting? Lo nggak pernah ngerasain jadi gue jadi lo nggak usah banyak omong,” katanya penuh penekanan sambil melepaskan rambut Cilla dengan kasar.

Cilla hanya bisa menangis dan pasrah. Entah apa yang terjadi dirinya nanti.

•••

Ruangan gudang kosong itu sunyi, suara hanya di dominasi dengan suara jangkrik. Cilla masih ada disana, diikat, mulutnya dibekap dengan kain. Dia ketakutan.

Seandainya Cilla tidak marah, mungkin sekarang dia berada dirumah dengan tenang. Tidak di gudang lusuh seperti ini. Dia kedinginan karena angin malam yang menerpa, dia juga masih menggunakan seragamnya itu.

Ada suara gaduh yang membuat kepala Cilla yang semula tertunduk kini terangkat. Lalu, ada suara dentuman keras sampai menimbulkan suara bising di tengah sunyinya malam.

Pintu besi terbuka, mata Cilla menatap siapa yang masuk. Tampak dua orang lelaki dengan postur tubuh gemuk dengan membawa kayu dan juga tongkat baseball.

Gadis itu meneguk ludahnya susah payah. Dia takut dengan orang itu. Namun, dia bisa bernafas lega saat melihat Valcano di belakang orang-orang itu.

“Cilla!” Panggilnya.

Lelaki itu kemudian melepaskan ikatan yang ada ditangan, kaki dan juga tubuh Cilla.

ValcanoWhere stories live. Discover now