6 : Apartemen

30.6K 2.1K 157
                                    

Puluhan luka dibalas satu kebahagiaan dan seterusnya.

• • •

Kacau. Keluarga besar Johan datang kerumahnya, membuat Cilla begitu tersiksa didalam kamar karena takut untuk keluar rumah. Mereka semua begitu bahagia tanpa tahu seorang gadis dikamar sedang gundah.

“Kepingin keluar tapi takut di hardik,” gumam Cilla.

Cilla menghubungi Valcano.

Valcano

Val
Yuk keluar

Ha
Kmn?

Terserah kamu

Hmm
Oke
Tnggu gw jmpt y

Cilla segera bersiap-siap dengan pakaiannya, dari pada didalam kamar yang membuatnya suntuk, mending dia keluar bersama Valcano menghabiskan waktunya dengan Valcano.

Sepuluh menit kemudian, Cilla keluar dati kamarnya, tidak lupa juga dia mengunci pintu kamarnya. Dengan santainya dia berjalan melewati ruang tamu yang ramai, saat dia lewat, ruang tamu itu sepi.

“Tidak punya sopan santu sekali anak ini, sudah membawa pengaruh buruk tidak punya etika juga,” kata Neneknya yang begitu membencinya.

“Anak itu tampak suram, membawa pengaruh buruk dan juga hidupnya tidak akan terarah,” kata sepupunya tajam, Rafina—yang duduk disamping Silla. “Silla, untungnya muka kamu nggak sama kayak kembar biasanya ya? Nggak kembar identik.”

“Nggak pantas bagi anak yang membawa pengaruh buruk itu memakai pakaian yang bewarna,” imbuh sang Nenek. Neneknya begitu percaya dengan kepercayaan jaman dahulu.

Cilla memegang dadanya yang terasa nyeri.

“Johan! Kenapa kamu masih mengurus anak ini? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk membawanya ke Panti asuhan?” Neneknya berucap lagi, kali ini ucapannya mengenai hati Cilla.

“Cukup, Nek!” Teriak Cilla yang sudah tidak kuat. “Aku tahu kalian semua membenci aku, jika kalian benci aku.. cukup diam saja! Jangan banyak bicara! Kalian semua yang tidak punya etika!”

“CILLANERA!” Bentak Renata. Renata yang sedari tadi berada di dekat mertuanya langsung berjalan ke arah Cilla dan menamparnya. “JAGA UCAPANMU!”

“Ma.. Cia capek..” kata Cilla lirih, tangannya memegang pipinya.

“Mati aja lo, Cil! Bikin malu orang tua lo aja,” kata Rafina.

Cilla mendengus sebal lalu keluar dari rumahnya. Renata memandang anaknya, tangannya bergetar juga hatinya terasa nyeri. Kenapa bisa dia melakukan itu? Sedikit ada rasa khawatir dengan kondisi anaknya yang tampak kacau itu.

Valcano yang sedang menunggu Cilla terkejut melihat Cilla yang keluar dengan muka yang memerah. “Cilla, lo kenapa?”

“Gapapa,” jawab Cilla singkat dan langsung naik ke jok motor Valcano. Memeluknya dan menyandarkan kepalanya. “Ayo, aku udah nggak betah.”

Valcano menuruti saja ucapan kekasihnya, dia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi—sengaja agar Cilla memeluknya lebih erat dan itu memang terjadi. Cilla menikmati posisinya ini, memejamkan matanya sambil menghirup aroma parfum Valcano.

Valcano membawa Cilla ke apartemen miliknya, karena dia tahu kalau Cilla sedang tidak baik-baik saja.

• • •

ValcanoWhere stories live. Discover now