7 : Alasan bertahan

32.1K 2.4K 125
                                    

Menyalahkan orang memang hal yang mudah. —Cillanera.

• • •

Setelah tiga hari libur, SMA Cendana kembali melangsungkan pembelajaran. Cilla berjalan di koridor, tatapan murid-murid sedikit aneh ketika melihat kedatangan Cilla. Apa yang mereka lakukan? Tentu saja menggunjing Cilla.

Tiba-tiba, Cilla dilempari telur yang mengenai seragamnya. Lalu, puluhan telur serta lemparan tepung menghantam tubuhnya. Murid-murid yang ada di koridor menertawainya.

Seorang lelaki datang, dia memeluk tubuh Cilla sambil melindungi Cilla dengan almamater. Lelaki itu, King. Suara yang tawa kini berubah jadi bisik-bisik melihat itu.

King menggiring Cilla berjalan ke toilet. Setelah sampai di toilet, dia menghubungi teman sekelasnya.

“Lepas baju lo,” kata King santai.

Cilla melotot. “Kok?”

“Temen gue bakal kesini, dia bawain seragam baru buat lo dan.. parfum..” King menelitik Cilla. “Bersihin di toilet sambil nunggu temen gue ya.”

Cilla masuk ke toilet. Mereka semua sudah keterlaluan, seharusnya dia melaporkan kepada BK tentang kejadian pembullyan ini. Namun, jika dipikir lebih dalam, itu juga percuma. Dia hanya sendiri, tidak memiliki teman. Melapor kepada BK juga hanya membuang waktu.

Seorang gadis masuk ke dalam toilet, membuat Cilla terkejut bukan main. Dia tahu siapa yang masuk ke dalam toilet, Jeane, putri sekolah tahun ini. Dengan senyum manis, dia mengulurkan tangannya.

“Jeane, panggil Jeje biar lebih dekat ya?” Kata Jeane.

Cilla kaget, benarkah ada yang mengajaknya berkenalan?. Buru-buru gadis itu mencuci tangannya lalu menyalami tangan Jeane. “Cilla. Terserah mau panggil apa, panggil Cia juga boleh.”

“Oke Cia.” Jeane kemudian menunjukkan seragam baru juga tas kecil berisi make up. “Ayo ganti seragam lo sama yang baru.”

“Tapi, Je.. Gu—gue nggak punya uang buat beli seragam ini.”

“Tenang aja, itu udah di urus sama King. Lo nggak tahu ya, kalau King anak kepala sekolah disini?” Jeane mendorong Cilla masuk ke dalam bilik. “Cepet ganti, terus gue dandanin.”

Sepuluh menit kemudian, Jeane dan Cilla keluar dari toilet dengan rambut Cilla yang basah, karena dibasuh dengan air, selain seragamnya, rambutnya pun ikut jadi korban. King menatap keduanya, tidak salah jika dia memanggil Jeane untuk mengurus Cilla.

Jeane menyemprotkan parfum miliknya ke seragam Cilla dengan banyak, begitu juga rambutnya ikut di semprotkan juga oleh Jeane, katanya biar wangi.. tidak amis. Tidak hanya itu, Jeane juga memoles wajah Cilla dengan make up tipis supaya aura kecantikan Cilla lebih terlihat.

“Wow.. You look so beautiful, Cia.” Jeane kagum.

Cilla jadi malu, lalu dia mengalihkan topik. “Ini seragam gue gimana?”

“Buang aja,” kata King dengan raut tidak berdosanya.

Mata Cilla melebar. “Kok lo gampang banget ngomongnya?”

King mengangkat bahunya. “Ya, gimana ya. Bukannya apa, Cil, itu seragam walau lo cuci sama air tujuh kembang berbeda rupa juga nggak bakal ilang amisnya, eh nggak tau lagi sih. Saran gue mending buang aja, pakai yang baru itu.”

Jeane mengangguk setuju. “Lagian seragam lo yang lama juga udah.. bulak.

Ada rasa enggan ketika Cilla disuruh membuang seragam itu.

ValcanoWhere stories live. Discover now