BAB 49: Suram

132 23 1
                                    

Tiduran itu enak apalagi saat malam dan sudah melakukan aktivitas menguras tenaga. Ya, meskipun bukan tenaga fisik melainkan pikiran namun sama saja bikin lelah. Bintang menghela napas lega. Dia telentang badan di kasurnya empuk sembari menatap langit-langit atap. Dia sendiri di sini dan ibunya tak pulang sedang ada kepentingan dengan mang Jajang adik dari ibunya untuk keperluan ke Jakarta biasa mengantar pesanan kacangkapri dan sayuran lain yang diangkut menggunakan mobil pikap.

Sunyi hanya alunan musik sayup dari earphone yang tergeletak di kasurnya tak dia pakai karena terlalu lama membuat telinganya berdenging.

Dia merasa resah dan entahlah Bintang tak paham. Rasanya aneh dan terasa jejal terutama jantungnya cenat-cenut. Bikin dadanya dipegang lalu merasakan detakan jantung itu di dalam. Dia melihat serangga yang terbang lalu hinggap di dinding. Bintang memicingkan mata lalu bangun dengan pelan jarinya mendekati serangamga itu yang pasti bikin orang meremang.

Serangga itu kecoa dan tahu kalau serangga itu kalau terbang bagaimana perasaannya. Bintang biasa saja tak pun merasa geli ataupun kabur. Dia tenang dan menangkapnya menggunakan pinset khusus yang sering dia gunakan untuk menjepit berbagai serangga di rumahnya.

Sayapnya dijepit bikin kecoaknya tak berkutik, Bintang senyum kemenangan segera menuju samping sebelum ruang tamu. Ada akuarium berisi serangga itu. Dan dia masih menjepit kecoaknya pakai pingset. Penutup akuarium dari kaca dia geser sedikit lalu memasukan kecoaknya ke dalam.

Dia senter dari gawai. Dan sudah tampak deretan kecoaknya yang hinggap dari batang pohon yang sengaja Bintang taruh di sana sebagai tempat bermain dan tempat yang sering digunakan telur dia taruh di dalam. Agar nyaman.

Dia setengah jongkok merhatikan mereka di sana. Tanpa ekspresi namun kepuasan tersurat tanpa terlihat.

Dia menuju luar menatap langit biru yang berhampar bintang kedip-kedip. Dia melengak lalu duduk di tepi teras sembari menopang dagunya yang tampak mirip seseorang dilanda galau akut.

Lampu neon itu menerangi pelataran rumah Gilang yang tampak tak berpenghuni hanya berisikan alunan jangkrik di sana. Dengingan nyamuk berseliweran terbang berhinggap di pipi seorang Bintang yang malam ini terpegun di luar gerbangnya. Memandang sendu akan rindu yang ketuanya tak kunjung pulang dari liburannya.

Terbersit rasa takut kalau dia pindah rumah terus tidak pulang dulu untuk memberitahu pada adik kelasnya. Dan itu yakin kalau perkiraannya benar. Sadar kalau mungkin dia sakit hati dengan Bintang akibat dia menceramahinya membuatnya berlinang airmata. Hingga berlandaskan liburan namun sebenarnya meninggalkan. Bintang jadi tak tenang.

Memandanginya rumah itu dengan tatapan sendu di pupil hitam pekatnya. Tatapan polos dari Bintang untuk mendeskripsikan sebuah kerinduan juga pengungkapan soal penyesalan.

Pria itu tak ada di rumah. Dia sedang liburan dan entah sampai kapan akan pulang lagi. Bintang merasa kesepian sungguh hatinya kosong dan badannya tersimpan dosa dari lisan jika waktu lalu. Bermohon jika ada anggota keluarga dari sana keluar lalu mengajaknya masuk seperti dulu dia memijak perdana di sini saat mengantar kacangkapri.

Terlalu berhalu, rumah itu jelas kosong hanya tergamang yang menciptanya. Bintang terpegun kuat dengan tatapan mata pada pintu rumah kediaman Gilang.

"Aku kangen ... boleh aku tarik ucapan lalu?" Bisik Bintang senyum getir.

Entah keberapa lama terpegun, akhirnya dia menunduk kepala lalu memutar badannya ke belakang. Dia hendak melangkah untuk pulang namun langkah maju tak digapai hanya mundur dua langkah hingga punggungnya menyentuh besi pagar. Dia memerosot badannya hingga pantatnya merasakan lantai batu yang dicampur semen. Dia tak sanggup pulang tanpa bertemu orang itu, untuk meminta maaf.

Under Sunset In Skyline [BL]Where stories live. Discover now