BAB 09: Pengakuan

417 48 1
                                    

Dentuman bola volly mengujam dinding dari salah satu kamar yang gayanya laki-laki. Perempuan dengan rambutnya diikat juga bersetelan training. Dia terus melambungkan bolanya ke dinding beberapa kali hingga memantul. Ketukan itu terus terlantun tertangkap pendengaran Gilang yang masuk tanpa permisi. Dia menuju rak dinding terpajang buku novel berjejer. Dia ambil satu tanpa sepengetahuan perempuan yang tak lain kakaknya sendiri tenggelam akan permainan itu.

Gilang rebahan di sofa panjang empuk seraya memegang sebuah buku yang dia tak tahu asal tarik saja. Dahinya mengernyit saat melihat judul juga dua cowok saling berhadapan juga berpegang tangan.

Lenguhan frustasi dari kakaknya terdengar saat bolanya terhindar tak terkena kepalan tangan. Bolanya menggelinding ke arah sofa panjang yang di rebahi Gilang.

Kakaknya mengatur napas juga jongkok menggerakan kanan kiri lehernya hingga bunyi. Dia memejam mata lalu sekejap membuka mata amat cepat seraya menoleh ke arah suara libakan kertas di sofa panjang.

"Lagi apa?" Tanya kakaknya seraya garuk leher lalu di hirup bekasnya tanpa sepengetahuan Gilang.

Gilang rebahan seraya melibak lembar halaman buku novel kakaknya yang mencurigakan.

"Baca novel," Sahut Gilang seraya menutup bukunya lalu diputar ke belakang melihat ringkasan ceritanya.

Kakaknya membelalak mata, dengan sekelebat langkah, menarik buku itu dari tangan Gilang adiknya. Dia benar-benar terkejut saat melihat cover bukunya.

Gilang diam lalu bangun keheranan. "Kenapa?"

"Enggak apa-apa. Baca yang lain aja, jangan yang ini!" Ujar kakaknya menyembunyikan sesuatu juga mencekeram bukunya kuat-kuat.

Gilang heran lalu beranjak menuju rak tadi untuk mengambil novel lain. Kakaknya lagi-lagi membelalak mata dengan seribu langkah menghalangi rak bukunya dengan dirinya bikin Gilang terdiam heran.

"Jangan yang ini," Larangnya juga dahinya basah keringat.

"Kenapa sih? Enggak biasanya kek gini." Komen Gilang lalu duduk di kursi putar memainkan sebuah mouse di meja komputer. Dia nampak jengkel kakaknya pelit.

Perempuan itu nampak pucat pasi juga tangan di belakang meraih sebuah buku lain lalu dia selipkan ke balik pantat celana.

"Kamu enggak sopan masuk kamar cewek tanpa ijin. Lain ka-"

"Biasanya juga enggak larang," Gilang memotong.

Kakaknya nampak mengerang frustasi, lalu segera menarik tangan adiknya hingga keluar kamar. Dia tutup rapat menyisakan bunyi ribut di lubang kunci.

Gilang membuka setengah mulutnya heran melihat tingkah kakaknya yang aneh tadi. Dia garuk lehernya amat membingungkan lekas jalan menjauh menapak lantai vinyl.

Dia menoleh ke belakang saat rasa penasarannya mencuat. Tentu, kakaknya yang tomboi itu jarang demikian. Gilang bebas masuk tanpa ijin bahkan dia sering membersihkan kamar kakaknya yang pagi-pagi sering semrawut layaknya terkena badai kamarnya. Baju di lantai juga kakaknya yang tidur telungkup bersambung dengkuran juga bikin pulau di bantalnya.

Gilang penasaran, dia masih di sana lalu jalan jinjit menuju pintu kakaknya itu. Dia mendekatkan kupingnya ke pintu kamar kakaknya untuk merekam suara yang muncul. Sunyisenyap, lalu terdengar bunyi ribut kayak barang jatuh.

Gilang mengernyit lagi. Dia mengintip dari lubang kunci menuju kamar kakaknya yang bertingkah aneh. Tak ada orang dalamnya sunyi sesekali sekelebat kakaknya nampak mondar-mandir bikin Gilang penasaran.

Ceklek ...

Pintunya membuka menampakan kaki kakaknya di ambang pintu bikin Gilang menengadah kepala menatap kakaknya dengan nyengir yang disambut mimik datar kakaknya seraya menyilang kedua tangan.

Under Sunset In Skyline [BL]Where stories live. Discover now