BAB 56: Izin

117 24 0
                                    

Berpelesir berduaan dengan motor ninjanya milik Gilang. Terus ketawa riang sambil liatin jalan yang ramai. Kali ini, setelah reda, meski aspal masih basah oleh hujan dan airnya mengalir dari selokan yang kecil meluap air ke jalan hingga bikin aliran layaknya sungai.

Senjanya tak hadir hari ini, langitnya redum sedang murung dengan menangis menumpahkan isiannya ke bawah. Meninggalkan kesedihan dari berbagai wilayah. Seperti jalan aspal ini yang digilas ban motor ninja milik Gilang.

Gagah memang dan rasanya percaya diri dengan mengendarai motor itu. Hingga tak sadar dari balik tawaan Bintang, punggungnya kotor karena cipratan air yang tergilas ban.

Sebal memang untungnya menepi dan akhirnya Gilang menerima omelan dari prianya yang kesal dengan punggungnya yang kotor. Seraya beraut ngambek dan berdiri membelakangi Gilang yang sedang menepuk punggung bajunya yang kotor cokelat.

"Maaf, aku lupa pas-" Belum memberi penjelasan, Bintang menyelanya. "Kenapa enggak dipasang itunya. Jadi kotor, kan. Mana enggak bawa baju lagi." Kesalnya, tuhkan ngambeknya mirip cewek.

Gilang memasang wajah menyesal pun maaf dengan kejadian ini. Namun melihat prianya yang terus saja menggerutu bikin dia ketawa ngakak. Dia membersihkan dengan mengucur air dari botol mineral.

"Terus gimana? Aku dingin," Kata Bintang benar-benar sebal. Tak henti mengomeli Gilang terus.

Gilang menurunkan tawanya lalu celangak-celinguk melihat sekitar. Rupanya dia berhenti di pinggir jalan yang agak jauh dengan pusat toko untuk beli baju. Hanya ruko dan minimarket di pinggiran yang dia temukan di sini.

"Tahan dulu, ya, aku cariin toko baju," Imbuh Gilang lalu menunggangi motornya lagi.

Bintang mendengkus seraya duduk lagi di jok belakang. Dia pegang punggungnya yang basah dan saat menoleh kausnya kotor.

Motornya jalan lagi menyusur jalan yang ramai kendaraan. Bintang terus memegang punggungnya yang dirasa cipratan air dari ban mengenai punggung tangannya.

"Buruan!" Rengek Bintang di telinga Gilang yang mengiyakan seraya memacu motor.

***

Gilang menginap hari ini. Suara asik ramai dari meja makan dapur. Obrolan dari Lina dengan Gilang yang datang untuk menginap di rumah. Cerita Lina tentang putranya yang punya hobi aneh dengan menangkap kecoa sebagai hewan peliharaan lalu dikumpulkan ke dalam toples kecil.

Makannya telah selesai mereka melakukan bincang itu. Serasa ramai pun tak sunyi rumahnya. Tak seperti lalu yang sunyisenyap dari segala arah. Kini ada sosok baru di sini. Membuyarkan keheningan di meja makan.

"Bu, Bintang kemarin disuruh gombal malah nyerah," Adu Gilang pada Lina.

Bintang menyikut pinggangnya.

"Masa? Lah, payah sekali kamu. Masa gombal kecoa kamu bisa tapi cewek enggak," Ejek Lina sambung tawa.

Gilang nyengir puas sementara Bintang teringin mencekiknya sekarang juga. Tidak peduli di depan ibunya tapi ... Bintang urun, imannya masih tebal enggak boleh gitu pamali.

Dia lebih baik memilih diam menikmati buah apel yang manis sekali dibandingkan ikut bercengkrama dengan ibunya. Pun, Gilang tak akan membela kendati keduanya sekubu.

"Tidurnya di kamar samping jangan di kamar kamu yang sempit, ya." Tutur Lina pada Bintang yang menganguk lalu mengambil apel merah di wadah bening langsung menarik lengan Gilang menuju kamarnya.

Lina membereskan piring sehabis makan bersama dengan putranya pak Geri, iya, putra dari pelanggan setia yang selalu memborong sayurnya.

"Mending di sini," Gilang menghentikan langkah Bintang di ambang pintu saat dia memangku selimutnya hendak ke kamar sebelah.

Under Sunset In Skyline [BL]Where stories live. Discover now