BAB 23: Murung

207 32 0
                                    

Habis berkeliling, keduanya ke tenda lagi. Langsung merebahkan diri saling tidur bersama juga tak berpisah.

"Biar hangat. Udaranya dingin, apalagi besok. Bikin menggigil." Gilang menutupi badan Bintang seperut.

Dia merebah diri di sisinya seraya melempar senyum terakhir untuk adik kelasnya, tidur dengan telentang.

Keadaan mulai sunyisenyap. Tak ada suara juga tenang. Meski ribut dari tenda tetangga masih saja bergerilya. Tak ada kantuknya. Mereka main gitar juga menyalakan api unggun besar sekali hingga apinya membumbung tinggi.

Agak lama keduanya tidur, lalu Bintang bangun membuka matanya, lekas menatap Gilang yang tidur. Entah kenapa dia merasa nyaman dengan orang itu. Orang baik dan bikin hatinya senang. Orang itu, Gilang kakak kelasnya.

Bintang duduk, lalu menatap sekitar yang sunyi juga temannya sudah tidur. Tinggal dirinya yang entah kenapa tak mengantuk. Dia putuskan menuju luar, berkeliling jalan juga melihat-lihat tenda orang yang nampak masih ramai terutama cowoknya yang tak segan melempar tawa juga cerita di halaman tenda mereka.

Halaman utama juga danau tadi. Bintang melihat sebuah panggung di depan juga dia alihkan langsung pada gunung yang dekat di sini. Dia mendekati danau, lalu mencelupkan jari telunjuknya ke dalam. Rasanya dingin layaknya air es di kulkas. Bintang lirik sekitar masih ramai peserta yang tak bisa tidur dengan menghabiskan waktunya ber-selfie juga ada yang ber-vlog.

Bintang menuju jalan lagi, melanjutkan acara keliling seorang diri. Dia melihat lampu Tumblr menghias tepian juga sisinya sebuah restoran outdoor yang entah menjajakan apa.

"Makasih," Ucap Bintang saat mie hijau nampak lezat di piring saat berlabuh di restoran outdoor itu.

Ramai bahkan ada yang tak kebagian meja, mereka membawanya ke tenda. Bintang mulai menikmatinya. Rasanya lezat. Pedas juga gurih.

Telur gulung dan bikin bosan sering menikmatinya di sekolah. Dia cari objek lain yang membahagiakan hati. Ialah 'kacang rebus atau wedang jahe kesukaan dia.' hingga tak menemuinya sepanjang jalan. Dia mengerang frustasi akan kesalnya tak ada pedagang yang jualan kacang rebus!

Garuk kasar kepalanya juga cemberut. Bintang menepi lalu duduk di tepian memandang peserta yang lalu lalang dengan temannya. Bintang duduk seraya dagunya di topang telapak tangan bertaut. Jengkel memang. Kacang rebusnya tak ada. Tahu begini, dia akan membawanya dari rumah.

Hingga, kepalanya tertudung sesuatu yang hangat. Sebuah topi namuydia salah. Sebuah kupluk.

Bintang mencongak menatap orang yang memasang kupluk padanya. Dia senyum riang. Ternyata Gilang.

"Kamu ini, jangan jalan sendiri, ya, harus ada yang jagain. Entar kamu kesesat," Tegur Gilang padanya seraya duduk di sisinya.

Bintang ketawa kecil, "Aku cari kacang rebus. Tak ada yang jual."

"Kacang rebus?" Kata Gilang menatapnya tanya.

Bintang menganguk.

"Tak ada. Tapi kalau buah mungkin ada buat buah tangan nanti pas pulang," Imbuhnya bikin Bintang kian cemberut.

"Kakak enggak tidur?" Kata Bintang.

"Kakak liat kamu keluar, terus aku ikutin. Takutnya kamu diculik gimana? Bisa-bisa Ibu kamu ngamuk,"

Bintang terkekeh dangkal lalu, "Maaf,"

"Tak apa ...,"

Keduanya jalan lagi sekarang menuju jalan di danau tadi. Keduanya di tepi melihat gunung yang gagah di depan.

"Pernah ke sana?" Tanya Bintang matanya menikmati pemandangan itu.

"... Belum. Entar kalau ada kesempatan,"

Under Sunset In Skyline [BL]Where stories live. Discover now