BAB 50: Rindu

140 21 2
                                    

Harus lakukan sesuatu dan itu bentuk nyata kalau dia benar-benar sayang juga. Apapun itu dia akan lakukan demi ketemu Gilang. Sungguh berat hati kalau dia tidak datang lagi ke sekolah. Terasa ingin mengguncang badannya dan mengujam dengan kata-kata sosweet.

Bintang melenguh capai saat mengguncang pagar rumah Gilang pun dia tak peduli dengan penilaian sekitar soal kewarasan dia mengadang rumah orang apalagi tidak punya kaitan hubungan keluarga. Dia tekan beberapa kali bellnya hingga tombolnya jadi tak kenyal lagi menjadi keras saat diketuk telunjuknya. Baru tahu rasa kalau aksinya membuahkan kriminal.

Bintang lirik sekitar takut ada yang memergokinya. Dia bersikap biasa dengan gaya ala kurir menjinjing kaki melihat sekitar rumah yang masih sama dan lampunya nyala tidak dimatikan. Bintang memicingkan mata benar-benar muak.

"Pak satpam, hello," Panggil Bintang pada pos jaga di sisinya. Tak ada yang menyahut pos satpamnya sunyi pun lampunya masih nyala.

Bintang putus asa. Dia berkacak pinggang lalu jalan terpaksa membawa rindu berat ke rumah lagi. Dia malas-malasan dengan telungkup badan di kasur dengan raut wajah galau seperti putus cinta.

Beberapa kali ibunya datang menanyakan dan mengintip dari pintu mendapati putranya yang diam merenung sembari memeluk kedua lututnya. Sedih memang kalau begini jadinya. Namun harus bagaimana lagi itu yang  dirasakan oleh Bintang saat ini. Dia ingin ketemu dengan Gilang yang gantengnya tiada tara merelakan kang Suho. Bintang duduk memeluk kedua lututnya tak peduli dengan isi perut yang terdengar memanggil sayang minta diisi.

Bintang mulai menghayal lagi kalau saja omongan Mina benar jadinya.

"Dia pindah?" Gumam Bintang lalu menggelengkan kepalanya lagi.

"Aa Gilang aku kangen," Gumam Bintang.

Satu bulan berlalu sudah yakin membuat Bintang akan membawa advokat untuk membela dirinya saat Gilang menyerang kalau dia sakit hati dengannya. Bintang resah dan sudah seminggu dirundung galau dan makannya pun cuma sesuap dan selanjutnya mie rebus yang dia beli dimakan kala perutnya berbunyi. Dia makan tanpa air sangking gemasnya dengan keadaan yang entahlah galau akut.

Hingga dia merasa jengkel saat mienya habis ada yang maling. Dia mengorek ransel jinjing bekas bepergian dia saat kemah lalu. Dia entak-entak ranselnya dan tak menemukan mie rebus yang dai inginkan. Bintang mengempas badan ke kasur memejamkan matanya paksa.

"Makan dulu, kamu enggak makan nasi loh, mie terus," Ucap ibunya bawa nampan dan sudah terpatri mangkuk berisi nasi hangat dan apa itu? Telur dadar enak. Bintang suka. Itulah yang membuatnya tahan air liur.

"Ibu bawa mie aku, ya?" Tukasnya lalu langsung saja mangkuk dia embat mulai menikmatinya.

"Iya. Emang kenapa? Mana tega ibu lihat anaknya makan mie terus mana enggak diseduh. Sebenarnya kamu kenapa? Marah sama ibumu?" Interogasi Lina sambil melihat anaknya makan rakus.

"Baca doa sebelum belum makan," Ucap Lina menghentikan acara makannya. Bintang merapal doa dengan komat-kamit bisu lalu melanjutkan makannya lagi.

"Enggak marah cuma Bintang enggak tenang. Ada retisalya yang Bintang lakukan. Bintang ingin minta maaf," Ucap Bintang terus terang.

"Karena apa?"

Bintang terdiam, "Masalah anak muda. Ibu nanti kepo."

Lina ketawa kecil, "Justru itu. Kamu anak muda harus banyak cerita sama yang lebih tua biar nanti dikasih saran yang enggak bikin kamu nyesel,"

Bintang melengak mencerna kata-kata ibunya namun insting ingin curhat dipendam lagi tak mungkin dia akan jujur curhat luar dalam soal yang ... Bintang suka Gilang dan Bintang ingin minta maaf. Itu poinnya.

Under Sunset In Skyline [BL]Where stories live. Discover now