BAB 34: Nangka

239 24 0
                                    

Keduanya naik motor membonceng Bintang dari belakang sambil lihat keramaian jalan. Dia menepi di sebuah penjual kacang rebus yang menggunung dan mengepul uap asap.

"Makasih," Ucap Bintang saat kacang rebus di wadah kertas dibentuk kerucut sudah dipegang.

Keduanya jalan berduaan sambung obrolan yang ceria dan Gilang yang memulainya saat menceritakan kejengkelan dia tak bisa tidur karena nyamuknya banyak saat kemah, dan Bintang yang antusias memperagakan kekesalannya karena tidur di potret oleh Desri lalu terakhir dia terus terang tidak mandi satu hari berdalih dingin.

Bintang tidak risih saat Gilang memandanginya lekat juga dia sadar dengan maaf. Bintang menganguk tak apa. Dia senang saat pendengarnya begitu. Itu artinya Gilang benar-benar dengar ceritanya.

Bunyi nyanyian DJ dari sebuah wara-wiri panjang dengan lampu biru suah nampak penumpang mengisi setengah kursi. Gilang melambaikan tangannya pada itu. Mengajak Bintang agar naik.

Berpelesir juga Gilang yang riang menikmati kota malam yang ramai memanjakan mata oleh banyak penjual pinggir jalan.

Tersadar, kalo kaus yang dipakai Gilang motifnya sama dengan Bintang terutama cekungan jari jemarinya yang melengkung ke bawah di dada kiri. Membuat sebuah lengkungan hati.

Bintang menengoknya sejenak lalu mengalihkan ke arah lampu mobil di jalan. Dia tak mau berstigma apapun. Wara-wirinya kembali ke jalan tadi. Di pusat keramaian pinggir mall. Penumpang turun lalu mengisinya dengan yang baru.

Jembatan tangga melingkar di atas bisa melihat suasana bawah yang ramai. Jembatan itu tak ada orang yang berlewat dan Bintang mengajak Gilang ke sana untuk mengobrol enak. Ceritanya nikmati malam sendu.

"Kesukaan aku, kalo lagi galau suka ke sini. Sambil makan kacang rebus yang enaknya tiada taraa." Seru Bintang mengulurkannya wadah kerucut ke bawahnya pada Gilang.

Gilang mengambil satu cangku kacang rebus Bintang lalu segera saja menikmatinya.

"Senang, karena dulu sendiri sekarang berdua," Kata Bintang lagi lalu ketawa kecil melihat ke bawah jalan yang lalu lalang kendaraan.

"Aku orang beruntung?" Tanya Gilang.

Bintang tak jawab lalu wajahnya mengekspresikan kemurungan.

"Kenapa?"

Bintang menggeleng kepalanya pelan dengan tidak menoleh. Matanya agak berair.

"Waktu SMP, aku di-bully lalu aku sering ke sini, sambil makan kacang rebus yang tiap kacangnya mewakili waktu." Lirih Bintang tak menoleh ke Gilang juga dahinya menyandar ke dinding besi jembatan.

"... Kamu udah aman sekarang. Mereka enggak akan bully kamu lagi." Gilang mengusap rambut belakangnya.

Bintang senyum lalu menoleh ke belakang menatap riang juga ceria, namun Gilang masih bisa melihat sedih di wajah manis itu. Teringin menghalaunya sekarang juga.

"Makasih, hidup aku lebih berwarna sekarang." Lirih berakting riang.

Gilang mengulurkan eskrim di depan Bintang. "Makan, satu gigitan pertama dari kamu." Katanya lalu Bintang memegangnya menggigit eskrim cokelat itu.

"Haha. Jadi ingat kemarin makan eskrim malah ditiup," Ingat Bintang kala kejadian lalu.

Gilang menikmati eskrim miliknya dengan sama-sama menatap langit cerah. Keduanya tidak canggung lagi, melempar cerita dan bersahut akan sefrekuensian.

***

Entahlah, Bintang tak peduli soal orientasi. Nyaman juga tidak merasa risih soal ketertarikan Gilang. Lagipula dia baik juga tak mungkin membuatnya merencanakan hal yang tidak-tidak padanya. Sekalipun dia telah menyimpan hati pun sudah ditolak. Bintang tak akan menilai orang dari latar belakang orientasi ketertarikan. Juga dia tak ingin kejadian lalu semakin berlarut hingga merugikan belah pihak lain.

Under Sunset In Skyline [BL]Where stories live. Discover now