BAB 53: Senja Cakrawala

160 24 1
                                    

Senyam-senyum enggak peduli dibilang gila. Tak peduli kurang dua kilo kepalanya hingga bikin miring kewarasan dia. Bodo amat, dia senang sekarang. Sambil pegangan tangan jalan menuju jerami di trotoar jalan. Dan saling pandang tanpa canggung melempar senyum dari keduanya dan Gilang tampak merah jambu pada pipinya sementara Bintang tidak. Dia senyum semringah dan harap lain.

"Bobil," Ucap Bintang saat duduk bersama di tumpukan jerami menunggu Sandyakala.

Gilang mengangkat alisnya sebelah. "Bobil itu apa?" Bintang ketawa kecil.

Bobil itu singkatan dari 'Bola boling' mirip dengan gaya rambut Gilang yang gitu dan kepalanya jadi bulat dan Bintang gemas ingin meremasnya.

"Enggak. Takut kamunya baper," Ucap Bintang mengalihkan pandangannya pada gunung.

"Aku enggak paham soal tadi,"

Bintang mulai menghilangkan kebahagiaan dia saat dengar kata-kata Gilang. Dia jadi menunduk dan akan mengulangi lagi.

"... Sebelumnya, aku malu berkata lagi, enggak tahu harus mulai dari mana. Terlalu banyak hingga kita pasti melewatkan sunset-nya. Tapi ... aku akan membuatnya ringkas namun kamu bikin paham," Bintang memulai, menarik napas, "Aku juga gay. Hanya saja aku sok normal dengan pura-pura sembunyi dengan akting yang bikin terpukau. Aku menutupi karena aku pernah korban bully hingga aku mengujam diri tak ingin dengar itu juga tak ingin merasai itu. Aku melupakan namun hati tidak ... aku melupakan jati diri aku, Bintang Antares Rifki ... Pradana, siswa SMP yang di-bully yang melupakan orientasi ketertarikannya," Ungkap Bintang, Gilang menatapnya dengan agak mengerut alis hampir bertaut.

"Kamu cinta aku?" Ucap Gilang dia tak paham.

Bintang mengangkat kepalanya lalu senyum dan pelupuk matanya berair dia senyum merekah dan tak tanpa sengaja airmatanya turun. "Aku cinta Kakak, aku enggak bisa membohongi, maafin aku kak,"

Gilang terdiam dia berdesis lalu menghalau airmatanya oleh jemarinya. Dia sebisa mungkin bersikap biasa lalu merangkul pundak Bintang dan menaruh sisi kepalanya bersandar pada bahunya.

"Aku seneng ... sekarang kita samaan," Ucap Gilang mengusap pundaknya.

Sebuah tawa terdengar dari Bintang bukan tawa ejek melainkan mendeskripsikan soal kegembiraan dari dia dan ketenangan hati yang terpendam lama. Dia menebus kesalahannya dengan jujur dan Gilang untungnya tak berlarut, dia baik dan dia sekarang menjadi pacarnya.

"Ada kata-kata buat hari ini?" Tanya Bintang saat tawanya mereda.

"Enggak ada, hanya senja yang indah udah mewakili untuk hari ini," Ucap Gilang mengecup sisi kepala Bintang.

"Bobil itu apa?" Tanya Gilang penasaran.

Bintang ketawa kecil. "Panggilan sayang,"

Gilang menganguk lekas meresapi pemandangan sandyakala yang terpana.

***

Bintang itu lucu. Gilang senyum mengingat kejadian tadi ketika Bintang mendekapnya hangat pun erat di koridor. Dia jujur dan membalas cintanya. Gilang senang dan lebih senang saat dia mengatakan hal yang sejujurnya. Mimpi dan terasa tak nyata namun itu yang dia saksikan saat dia lama tak sekolah dan pulang lalu mendapati itu seakan telah tersusun rapi oleh Bintang.

Raut kehilangan itu tersurat dari Bintang yang bikin Gilang bingung akan apa yang terjadi dengannya. Dia pergi berlibur di Singapura menikmati indahnya ibukota dan jalan dengan keluarga menghabiskan waktu santai. Saat kebetulan ayahnya ada rapat soal kerja sama ekspansi bisnis properti yang join.

Dia tak pulang dan sebulan satu minggu dia pulang kampung membawa sebuah kejutan dari Bintang. Adik kelasnya dan dia sosok pemuda yang dia tembak saat lalu di kemah. Mimpi itu terwujud meskipun ada rasa malu akan dia melakukan itu. Malu akan jari diri saat lalu namun sekarang terkikis sirna akan pengakuan Bintang yang berani.

Under Sunset In Skyline [BL]Where stories live. Discover now