Empat Belas

385 24 7
                                    

Happy Reading📍

~Luka ku di lengan tak pernah seimbang dengan luka yang diciptakan abadi~🍃

Dia menjambak rambutnya berkali kali mulutnya tak henti memaki dirinya sendiri.

"Bego!Haira bego!lo buat Bunda kecewa lagi sama lo!!" Haira kemudian menggenggam sebuah cutter yang tergeletak di nakas tempat tidur.

"Satu goresan aja Raa" gumamnya sembari tersenyum.

Tangannya bergetar mengarahkan cutter ke lengannya yang masih bermotif goresan goresan lainnya.

Sreeet

"Shhh"

Darah segar mengucur dari lengan Haira, goresannya tak begitu dalam namun mampu membuat Haira meringis perih.

Haira tersenyum lega, kebiasaan Haira setiap berdebat dengan Bunda nya ialah melukai diri sendiri.

Menurut Haira menggores tangannya dengan benda tajam membuat hatinya sedikit lega.

Haira beranjak dari tempat tidur nya menuju balkon kamarnya,dia tidak berniat pun membersihkan darah yang memenuhi seprei nya saat ini.

Dia memandang beberapa luka yang terpasang mengerikan di lengan cantik nya,Haira tersenyum getir.

"Dua goresan lagi udah sampe nadi" ucapnya,tangan kanannya menekan luka tadi dengan cukup keras membuat darah yang tadi sempat berhenti,mengalir kembali.

"Sakit sih,tapi ga sesakit ucapan Bunda"

Tangannya mengambil sebingkai foto di meja balkon.Haira melambaikan tangannya di depan foto itu.

"Hai Ayah!"

"Ayah apa kabar?" tanya nya lagi, tatapannya mengunci terhadap foto dihadapannya,seorang laki laki berpostur tubuh tinggi,dengan tangan yang mendekap di dada,serta seulas senyum yang menghiasi wajah nya.

"Ayah kenapa liatin Haira gitu?iya Ayah Haira nangis lagi,maaf ya Ayah Haira cengeng" tangannya mengusap air matanya,berusaha menampilkan senyuman.

"Eh Ayah ga liat tangan kiri Haira kan Yah?bilang sama Haira Ayah ga liat!" tuturnya seolah memarahi Ayah nya.

"Itu bukan apa apa ko Ayah,itu cuma lukisan luka yang Haira gambar di lengan Haira,darah nya juga cuma boongan,peacee Ayah,Haira ga macem macem" pinta Haira seraya meringis.

"Haira jadi kaya orang gila ngomong sama foto hehe"

"Ayahh,Haira kangen Ayah kalo Haira udah selesai berjuang di rumah ini,Haira mau nemuin Ayah di surga sana,tunggu Haira ya Ayah i love you my first love" Haira tersenyum setelah mengucapkan kata kata tadi.

Foto yang tadi berada di genggamannya sekarang beralih berada di dekapannya.Haira mendekap foto mendiang sang Ayah sangat erat,hingga tak sadar air matanya kembali menetes.

Haira menenggelamkan wajahnya di tumpukan tangannya di atas meja,foto sang Ayah masih setia digenggamannya,matanya berangsur terlelap.

Malam ini merupakan malam yang berat bagi gadis itu,luka hatinya tak kunjung sembuh.

Tiba tiba pintu kamar Haira terbuka,terlihat sosok wanita paruh baya menggenggam engsel pintu lalu kembali menutup nya.

Wanita itu ragu untuk membelai rambut seorang gadis yang tertidur diatas lipatan tangan.

"Maafin Bunda,Bunda ga bermaksud buat kamu kaya gini" ucap Serra yang akhirnya membelai lembut rambut Haira.

Matanya tertuju pada sebingkai foto di tangan Haira,Serra mengambil pelan pelan agar tidak terjadi gerakan yang mengganggu tidur Haira.

"Mas.. Haira tadi bilang apa sama kamu?" tanya nya disertai senyuman getir

"Maafin aku mas,aku gagal menjadi Bunda yang baik" air mata Serra mengalir deras saat mengucapkannya.Kemudian dia mendekap foto itu sangat erat seraya sedang memeluk seseorang yang dia rindukan selama ini.

Serra meletakkan kembali bingkai foto itu di atas meja,di samping tangan Haira.Serra terkejut melihat lengan Haira yang berdarah.

Dada nya sesak,tak menyangka bahwa salah satu putri nya menyakiti dirinya sendiri.Serra tak tau akan berbuat apa,mengobati luka nya?sangat tidak mungkin,karena Haira pasti akan terganggu.

Kemudian Serra keluar dari kamar Haira, membiarkan luka di tangan Haira.Bukannya tidak peduli,tapi Serra tau malam ini putri nya sangat lelah jika dia memaksa mengobatinya maka jam istirahatnya berkurang.

****

Haira terbangun dari tidurnya kemudian beranjak mengambil hp nya sekedar melihat jam,jangan tanya kenapa di kamar Haira tidak ada jam.Jam di kamar Haira sudah hancur saat dia membantingnya untuk meredakan amarahnya,salah satu pecahan kaca nya pun dia pakai untuk menggoreskan ke lengannya.

Jam hp menunjukkan pukul setengah enam,sekarang hari libur sepatutnya Haira tidak bangun sepagi ini tetapi mungkin karena posisi tidur Haira di kursi dan hanya menggunakan tangan sebagai bantal.

"Duduk dulu sayang,mau minum apa?Bunda buatin" samar samar suara Serra terdengar sampai kamar Haira.

Haira yang masih belum sepenuhnya kumpul nyawanya berusaha mendengar percakapan Bunda nya dengan seseorang.

"Sayang?siapa?Haura pulang?atau jangan-jangan Bunda cari suami baru?" ucap Haira menerka-nerka.

"Ishh mana mungkin Bunda cinta mati sama Ayah..." lanjutnya kemudian kembali mendengarkan percakapan tersebut.

"Gausah Bunda,Haura nanti ambil sendiri" suara seorang gadis.

Yap itu Haura.

"Ooh Haura,dia udah pulang?syukur deh" ucap Haira menghendikan bahu nya lalu berjalan menuju kamar mandi.

Di ruang keluarga terdapat seorangim ibu dan anak perempuan yang baru saja kembali dari rumah sakit,Haura tengah dimanja saat ini.

"Haira kemana Bund?" tanya Haura kepada Bunda yang berada tepat di hadapannya.

Menyebut nama Haira membuat Serra mengingat kejadian tadi malam,dimana Serra melihat lengan Haira yang penuh akan goresan.

"Bunda?" Haura memanggil Bunda nya sekali lagi,Serra terbuyar dari lamunannya.

"Kenapa sayang?"

"Bunda lagi kurang fokus ya?Bunda pasti kurang istirahat, istirahat dulu Bunda jangan paksain kalo Bunda cape" tutur Haura

Serra tersenyum mendengar celetukan Haura,kembali membelai rambut nya.

"Iya kesayangan Bunda,makasih ya udah ingetin Bunda" ucap nya,Haura membalasnya dengan seulas senyuman yang sangat manis.

"Jadi?Haira kemana Bund?tumben belum keliatan" tanya Haura

"Paling belum bangun" jawab Serra.

"Aku bangunin kali ya Bund?" pinta Haura yang dibalas anggukan kepala Serra.

Saat Haura berjalan ke tangga menuju kamar Haira tinggal satu langkah saja tiba tiba pintu Haira terbuka.

Keduanya menatap satu sama lain sedikit lama,"Udah bangun Ra?" tanya Haura basa basi karena suasananya sangat canggung.

"Udah" ujar Haira cuek.

Haura tersenyum mendengarnya, kemudian dia berjalan menghampiri Haira lebih dekat.

"Aku boleh masuk kamar kamu?"

"Masuk aja" Haira mempersilahkan sang kembaran masuk ke kamar nya.

Haura mengelilingi kamar luas Haira, sepertinya sudah lama sekali Haura tidak tidur bersama di kamar milik kembarannya itu.

"Boleh ga Ir,kalo aku nanti malem tidur bareng sama kamu?"

Haira menatap Haura cengo,sejak kapan Haura ada keinginan untuk tidur bersamanya?selama ini dia lah yang selalu memaksa Haura supaya tidur di kamarnya dengan alasan takut gelap.

"Kok bengong?boleh ga?" tanya Haura lagi

Different TwinsWhere stories live. Discover now