Bab 4 : Fifty Nine

565 90 21
                                    

Drap!

Drap!

Drap!

Kaki jenjang itu berlari cepat, menerobos banyaknya pepohonan yang berdiri pongah di sepanjang jalanan yang masih berupa tanah. Membuat suara gaduh dari ranting-ranting kering yang diinjak, juga daun kering yang berserakan karena diterjang langkah ributnya terdengar bersaut-sautan dengan deru napasnya yang tak beraturan.

Tapi sepertinya bekas hujan semalam cukup membuat tanah menjadi licin dan becek. Banyak kubangan air berlumpur yang terlihat di sana-sini, begitu juga ilalang yang membusuk.

Pun sebab itu juga kaki yang sejak tadi berlari melewatinya tak sengaja terpeleset, tersandung akar pohon hingga jatuh terjerembab ke satu kubangan lumpur kotor di depannya.

Lain dari suara merintih yang terdengar, melainkan suara isak tangis pedih memecah kesunyian tempat tersebut.

Tubuh kurusnya kembali bangun dan melanjutkan langkah dengan sedikit tertatih-tatih sembari berpegangan pada kayu pohon besar yang dilewatinya.

Hingga tak terasa jalanan berlumpur nan licin itupun akhirnya membawa ia ke sebuah genangan air luas yang begitu jernih. Danau.

Dan kakinya pun berhenti tepat di bibir airnya, membiarkan hembusan angin meniup anak-anak rambutnya yang kusut tak beraturan.

Dddrrrtttt!

Ponsel di sakunya bergetar, dan di layarnya yang semula berkedip menunjukan adanya satu pesan masuk di antara serangkaian panggilan tak terjawab di sana. Satu pesan masuk dari manager di restoran tempatnya bekerja.

Pak Manager : Lino, kamu telat lagi hari ini.

Lino menghela napas panjang, sama sekali tak berniat membalas pesan itu dan lantas memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Ia juga tak berniat untuk datang ke tempat kerjanya kini, bukan karena alasan seragamnya yang kotor, namun juga karena perasaannya yang sedang tak begitu baik. Jadi, datang ke danau untuk sekedar membuang rasa gundah dalam hati justru dirasa lebih bagus ketimbang datang untuk bekerja. Pikirnya.

Ia kemudian mengusap wajahnya yang basah karena keringat dan juga air mata, lalu melepas sepatu juga menaikkan celana hingga sebatas betis sebelum melangkah dan masuk ke air danau; hendak membersihkan dirinya yang kotor karena jatuh ke tanah.

Ia kemudian mengusap wajahnya yang basah karena keringat dan juga air mata, lalu melepas sepatu juga menaikkan celana hingga sebatas betis sebelum melangkah dan masuk ke air danau; hendak membersihkan dirinya yang kotor karena jatuh ke tanah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Air dingin seketika menjilat kulitnya. Membawa rasa sejuk sesaat untuk hatinya yang merasa sedih.

Lino membasuh wajah dan juga bagian tubuh lain yang dirasa kotor karena terjerembab tadi. Dipandanginya sedih pada memar dan lebam membiru di beberapa titik tubuhnya kini sembari bergumam pelan, "jatuh gitu aja langsung pada biru-biru gini."

Ia lantas menghela napas panjang dengan kepala sedikit ditengadah ke langit-langit yangmana terlihat mulai berwarna jingga. Lembayum senja kini memayungi danau begitupun dengan dirinya.

Wake Me Up When September End's ✓ [Lee Know, Juyeon, and Felix]Where stories live. Discover now