Bab 4 : Fifty Two

484 82 5
                                    

Lino tahu dan sadar benar akan konsekuensi dari perjanjiannya dengan sang ayah. Tapi ia tak punya jalan lain selain melakukan ini untuk menebus dosa-dosa dan kesalahannya. Pikirnya.

Pergi, adalah hal terbaik yang bisa ia berikan pada Kenan walaupun Lino sendiri merasa enggan. Lebih lagi ia tak tahu harus kemana bila hengkang dari rumah ini, pula tak tahu harus hidup dengan cara apa nanti.

Wajah mungil itu terlihat sendu manakala memandang bangkai gitar hitam dalam kardus di sudut kamar, gitar baru yang bahkan belum sempat dimainkan sekalipun olehnya namun sudah hancur lebih dulu. Sedangkan di sisi lain dari kardus yang sama ada banyak pecahan beling porselen sisa dari celengan berbentuk kucing yang ia hancurkan.

"Aku harus mencari kerja," gumamnya pelan tersadar jika ia perlu biaya untuk hidupnya nanti bilamana harus meninggalkan rumah ini.

"Tapi kerja apa?" lirihnya kemudian sembari beringsut bangun dan berjalan gontai menuju meja belajarnya.

Lino lantas menyalakan notebooknya, membuka internet dan berselancar di sana guna mencari pekerjaan yang tak memerlukan ijazah. Tapi tentu saja besar kemungkinan tidak ditemukan, karena mau bagaimanapun untuk mendapatkan pekerjaan, ijazah pasti akan selalu dipertanyakan lebih dulu.

Manik bulat dengan iris sekelam malam itu terus bergulir memandang layar gadget. Satu per satu laman web di sana ia telusuri, mencari dengan rinci apakah ada sedikit harapan untuk dirinya nanti.

Nihil. Tak satu pun ia temukan lowongan kerja untuk remaja yang masih berstatus pelajar sepertinya. Helaan napas lelah itu kembali terdengar disertai punggung yang bersandar pada kursi. Ia memandang nanar layar notebook yang masih berselancar bebas di internet kini.

"Apakah aku harus mencarinya ke luar?" gumamnya pelan.

Hening, tapi beberapa detik kemudian tubuh itupun beranjak bangun dan pergi entah kemana.

Namun, kurang dari satu jam, Lino kini sudah berpakaian dengan rapi; mengenakan kemeja, celana bahan berwarna hitam, dan membawa tas selempang yang entah berisi apa. Ia lalu menyisir rambutnya menjadi sedemikian rapi sembari mematut diri di depan cermin.

"Tuhan ... tolong berikan aku sedikit harapan untuk hari ini," ucapnya pelan. Lantas ia pun pergi setelah merapalkan sedikit doa di dalam hati.

 Lantas ia pun pergi setelah merapalkan sedikit doa di dalam hati

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pusat kota, di sinilah Lino kini berada. Melangkah menyusuri jalan pedestrian yang ramai akan orang-orang yang berlalu lalang, atau kendaraan yang hilir mudik ke sana-sini.

Mata bulat itu terlihat bergerilya, memandang satu persatu toko yang berada di sepanjang jalan tersebut, memerhatikan pada bagian pintu atau jendela kacanya; mencari barangkali ada yang membutuhkan lowongan kerja.

Lino lantas memasuki sebuah toko roti yang letaknya tak begitu jauh, ia kemudian menyapa seorang gadis penjaga mesin kasir di sana dan bertanya; apakah toko ini membutuhkan pegawai. Tapi sayangnya gadis itu menggeleng dan menjawab jika toko tempatnya bekerja sedang tidak butuh pegawai lagi.

Wake Me Up When September End's ✓ [Lee Know, Juyeon, and Felix]Where stories live. Discover now