Bab 2 : Twenty

528 82 14
                                    

"Kok sepi?" gumam Lino manakala kepalanya melongok ke dalam studio dan tak menemukan siapa-siapa di sana.

"Mungkin masih makan di kantin?" sahut Cassie di sebelah. Gadis itu sesuai janji pagi tadi segera datang ke tempat yang mereka bicarakan dengan membawa violinnya serta.

"Ehm ... bisa jadi sih," angguk si lawan bicara dan lantas masuk begitu saja sembari melanjutkan kalimatnya, "ya udah tunggu di dalem aja."

Cassie mengangguk dan lantas ikut duduk di sebuah sofa panjang yang berada di sudut ruangan. Tak ada yang bicara sama sekali. Ruang kedap suara itu begitu sunyi selain suara denting jarum jam yang bertengger di dinding sebagai satu-satunya pemecah keheningan.

Cassie memeluk case violinnya erat manakala sebuah suara menyambangi benaknya, suara seorang cowok yang mendatanginya sewaktu pagi tadi di bawah tangga, usai Cassie bertemu dengan Lino.

Aku rasa Lino menyukaimu.

Kalimat itu spontan membuat si gadis melirik ke sebelah; menatap sosok yang baru saja disebutkan dalam benaknya. Menatap Lino dari sudut mata—yang sedang asyik mengetik sesuatu di ponsel dengan sesekali ujung jarinya menaikan bingkai kaca mata yang turun.

Dalam hati Cassie bergumam pelan; benarkah Lino diam-diam menaruh rasa padanya? Cowok pendiam yang selama dikenalnya jarang sekali dekat dengan siswi lain ini ... benarkah menyukainya?

"Abin bilang dia lagi jalan ke sini," ucap Lino tiba-tiba; yang seketika itu juga membuat Cassie tersentak lantaran lamunannya mendadak buyar.

"Ha?" Ia gelagapan.

"Kamu ngelamun, ya?" tanya si cowok.

Cassie menggeleng pelan, ia jadi salah tingkah saat ini dan tak tahu harus bagaimana. Lebih lagi Lino tanpa ragu mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka nyaris bersentuhan. Tentu saja perangainya itu sukses membuat jantung si gadis kejang-kejang di tempat.

"Udah makan belum?"

"U-udah, kok!"

"Tapi kok kayak gitu keliatannya?"

"Ka-kaya gimana maksud kamu?"

Lino menegapkan tubuhnya dan lantas mengusak kepala Cassie sesaat sebelum tertawa kecil, "lucu!"

"Lino ..." rengek si gadis lantaran kepalanya seperti diombang-ambing saat ini. Rambutnya yang semula dikuncir dan tertata rapi pun seketika berantakan; mencuat di sana-sini. Sementara oknum yang melakukan hal itu hanya tertawa renyah mendengar rengekannya.

"Gemessshhh!"

Baik, sepertinya ucapan cowok yang Cassie temui pagi tadi memang patut dicurigai. Sebab walau tanpa adanya kata-kata yang dikeluarkan, afeksi yang Lino berikan sudah cukup membuat gadis ini meringis sendiri.

Ya, Tuhan ... kenapa harus dia?

 kenapa harus dia?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Wake Me Up When September End's ✓ [Lee Know, Juyeon, and Felix]Where stories live. Discover now