Bab 1 : Four

807 137 5
                                    

Lino tak pernah lagi ikut lomba menggambar sejak sang ayah melarangnya; lantaran nilai matematikanya tak jua membaik.

Ia naik kelas. Selalu. Tak pernah gagal. Tapi kenaikan kelasnya juga tak pernah absen dari teguran guru dan juga omelan Kenan; bahwa dari sekian mata pelajaran-dengan nilai yang hampir seluruhnya nyaris sempurna semua-hanya matematika-lah yang paling rendah. Mentok, ia akan mendapat nilai pas-pasan dengan angka yang dijadikan standar kriteria ketuntasan minimal (KKM). Tak lebih sama sekali; terkecuali untuk nominal koma di belakangnya.

Seperti itu terus menerus, hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat, dan kini ia sudah menduduki bangku jenjang Sekolah Menengah Pertama. Sudah duduk di kelas VIII jelasnya.

Sekedar info. Pada dasarnya Lino adalah anak yang supel, mudah akrab, senang bercanda, murah senyum dan sosok yang perasa. Jadi, tak heran kenapa ia dengan mudah bisa memiliki banyak teman di sekolahnya kini.

Dan dari sekian banyak teman-temannya di sekolah, Haris adalah satu-satunya yang memiliki minat serupa dengan Lino; menyukai seni tari.

Keduanya bahkan tanpa ragu ataupun malu untuk ikut dalam sebuah sanggar tari yang di rekomendasikan oleh guru mereka. Belajar dari tarian yang masih tergolong tradisional, hingga yang modern sekalipun; yang sedang trending di media sosial. Lino dan Haris mempelajarinya bersama.

Seperti saat ini, di bawah atap sebuah pendopo tua, keduanya nampak fokus mengikuti arahan dari sang guru yang mengajarkan gerakan di depan.

Bu Nana namanya, beliau adalah wanita asal Jawa yang menjadi guru tari anak-anak di SMP ini. Beliau mendirikan sebuah sanggar tepat di belakang sekolah sekitar empat tahunan yang lalu. Bu Nana mengajar tak hanya sendirian, beliau ditemani dengan adik perempuannya yang dikenal dengan panggilan Mbak Juwita; gadis muda yang juga menjadi koordinator seni tari modern.

"Ayo dicoba lagi, ikutin gerakan Mbak, ya!" serunya sembari terus mengulang-ulang gerakan mengikuti tempo dari musik yang mengalun dari speaker di ujung ruangan. "Satu, dua, tiga, empat, putar badannya ke arah kanan dengan sedikit merunduk. Setelah itu kembali tegap dan ulangi gerakan awal. Paham?!"

"Paham, Mbak ..." sahut murid-muridnya yang sebagian besar adalah remaja puteri.

Di sela-sela gerakannya, Haris sempat berbisik pada Lino dengan suara kecil mendesis, "susah, ya?"

Lino membalas ucapan itu dengan lirikan mata sekilas sebelum menjawab, "ssstt ... liatin ke depan!" alih-alih membenarkan.

Haris mendengkus pelan, tapi ia juga tak membantah sama sekali. Terlebih saat tatapan mata Mbak Juwi jelas mengarah pada mereka dengan sedikit tajam; membuat Haris ketar-ketir karena kedapatan salah gerakan.

And all those things I didn't say
Wrecking balls inside my brain
I will scream them loud tonight
Can you hear my voice this time?

This is my fight song
Take back my life song
Prove I'm alright song
My power's turned on
Starting right now I'll be strong
I'll play my fight song
And I don't really care if nobody else believes
'Cause I've still got a lot of fight left in me

A lot of fight left in me ...

Lagu terus mengalun merdu, mendentum dengan suara musik sebagai pengiringnya, membuat Lino terus melanjutkan gerakan dengan senyum luas dan wajah ceria, sebab ia merasakan sebuah kebebasan yang terepas dari tubuhnya saat ini.

Tak peduli pada apa yang berputar di sekelilingnya. Tak peduli pada suara sang ayah yang terus terdengar dalam benak, memintanya untuk giat belajar. Tak peduli pada nilai matematika yang jatuh merosot, Lino terus melanjutkan apa yang tengah dilakukannya kini.

Wake Me Up When September End's ✓ [Lee Know, Juyeon, and Felix]Where stories live. Discover now